“Al-Quran Kitab Revolusi”
Kemarin 5 Dzulhijjah 1441 adalah haul pertama KH Maimoen Zubair. Beliau wafat selasa 5 Dzulhijjah 1440 saat proses melaksanakan ibadah haji.
Seingat penulis, saat itu, adalah Hari tenang pertama sebelum pelaksanaan wuquf di arafah. Mulai selasa ini, jamaah haji dihimbau tenang di maktab, tidak banyak melakukan aktivitas, untuk menjaga kesehatan yang sangat dibutuhkan dalam pelaksanaan rukun utama ibadah haji, yaitu wuquf di arafah, mabit di muzdalifah dan ramyul jimar di mina. Tidak ada bis jemputan dari maktab menuju masjidil haram.
Mendengar kabar wafatnya ulama besar, meskipun hari tenang, umat Islam Indonesia dan luar negeri berduyun-duyun memberikan penghormatan terakhir mulai dari rumah sakit An-Noor Mekah, tempat pemandian jenazah, tempat melakukan salat jenazah-tahlil di Daker, salat jenazah di masjidil haram dan tempat pemakaman di Jannatul Ma’la.
Teringat prosesi di atas sangat mengharukan. Air mata para jamaah haji tidak terbendung. Lantunan syair Sa’duna Fiddunya Fauzuna Fil Ukhra menderu-deru setiap saat yang membuat mata tidak pernah kering.
Sosok KH Maimoen Zubair begitu menyentuh perasaan dalam kalbu yang paling dalam. Tidak banyak ulama yang punya magnet kuat seperti ini. Perasaan ini hampir dialami mayoritas. Tidak peduli mereka hanya bertemu sebentar, hanya melihat di layar kaca, membaca berita, dan lain-lain.
Kedekatan spiritual-emosional sangat terasa-membekas kepada muhibbin KH Maimoen Zubair yang tampak alami tanpa rekayasa.
Di sinilah pentingnya mahabbah (cinta) kepada para kekasih Allah yang sangat penting dalam menyambung ikatan batin antara seorang muslim dengan ahli kebaikan (ahlus shalah).
KH Maimoen dalam kitabnya menjelaskan pentingnya mahabbah ini karena seseorang akan dikumpulkan bersama orang yang dicintainya. Demikian keterangan dalam hadis Nabi.
Maka wajar jika dalam banyak hadis, Nabi mendorong umat Islam untuk memperbanyak teman ahli kebaikan, berkumpul dengan orang-orang baik, bahkan melihat wajah orang alim adalah ibadah.
KH Maimoen Zubair memberikan teladan agung berteman dengan ahlus shalah mulai para ulama dan habaib, baik dalam maupun luar negeri. Ndalem beliau menjadi destinasi keilmuan para santri, kiai, habaib, dan umat Islam. Tidak hanya itu, politisi lintas partai sowan Kiai Maimoen sebagai figur pengayom yang diterima semua pihak. Keberadaan Kiai Maimoen benar-benar membawa rahmah.
KH Abdul Ghofur Maimoen dalam satu kesempatan menjelaskan bahwa para sahabat Nabi juga merasakan hal yang sama. Jika bersama Nabi, iman mereka tambah kuat dan jika tidak bersama Nabi, iman menjadi biasa.
Di sinilah keutamaan para sahabat karena mereka beriman, melihat Nabi, berjuang bersama Nabi, belajar kepada Nabi, dan bahkan mempertaruhkan hidupnya bersama Nabi demi memperjuangkan Islam.
KH Maimoen Zubair sebagai ulama ahli waris para Nabi mewarisi dalam dirinya kedalaman ilmu, keluhuran budi, totalitas perjuangan di tengah umat, dan mengayomi bangsa ini dengan keteladanan agung.
Keberadaannya diterima banyak orang dari segala lapisan. Pemikiran dan langkahnya menyejukkan. Beliau meniru akhlak Nabi yang membalas kejelekan seseorang dengan kebaikan.
Kitab-kitab yang ditulis KH Maimoen Zubair menunjukkan kepakarannya dalam bidang tauhid, nahwu-sharaf, fikih, tasawuf, sejarah, dan pembaharuan hukum Islam. Tidak ada yang meragukan kepakaran KH. Maimoen Zubair dalam bidang tafsir karena beliau adalah sosok mufassir yang mengelaborasi kandungan Al-Quran dari aspek sejarah yang sangat memukau setiap orang yang mendengarkan pengajian-ceramahnya.
Masih kuat ingatan penulis ketika KH Maimoen Zubair menjelaskan ayat pernikahan yang dihubungkan dengan perintah pertama dalam al-Quran: membaca.
Menurut KH Maimoen, selama manusia menghargai lembaga pernikahan, selama itu pula kemuliaan manusia terjaga. Jika manusia berhubungan laki-perempuan tanpa ikatan pernikahan, maka hilanglah kemuliaan manusia.
Kemuliaan manusia sangat tergantung juga dengan pengetahuan. Maka tugas Nabi Muhammad adalah memuliakan manusia dengan menghapus perbudakan-penjajahan di muka bumi yang dimulai dari Arab.
Arab yang asalnya kaum bodoh-tertindas-proletar (ummi) diubah menjadi bangsa berilmu dengan peradaban tinggi. Perintah pertama dalam Al-Quran (membaca) adalah dalam rangka menggalakkan peradaban ilmu sebagai kunci menggapai kemerdekaan dan keluar dari belenggu perbudakan menuju esensi kemanusiaan yang menghargai kemuliaan.
KH Maimoen Zubair begitu memukau ketika menjelaskan sejarah Al Quran yang menghubungkan masa lalu, masa sekarang, dan akan datang. Kita disuguhi satu hidangan pengetahuan yang menyentak kesadaran bahwa al-Quran sebenarnya adalah kitab transformasi bahkan revolusi sosial, bukan sekadar kitab pengetahuan dan moral ansich.
Semoga kita mampu meneruskan khazanah keilmuan yang dirintis KH Maimoen Zubair yang mampu menghidangkan Al-Quran sebagai sumber pengetahuan, pergerakan, dan pembangun peradaban agung demi realisasi Islam rahmatan lil-alamin yang berisi nilai-nilai moderasi, progresi, dan transformasi. [HW]
الي روح شيخنا العالم العلامة ميمون زبير دحلان الساراني الفاتحة … امين يا رب العالمين
[…] KH. Maimoen Zubair dididik ayahnya, KH. Zubair Dahlan. Lalu meneruskan ke Pondok Pesantren Lirboyo Kediri di bawah asuhan KH. Abdul Karim, KH. Marzuqi Dahlan dan KH. Mahrus Ali. Terus melanjutkan di Mekah di bawah asuhan Sayyid Alawi Al-Maliki, Sayyid Muhammad Alawi Al-Maliki, Syaikh Yasin Bin Isa al-Fadani, dan lain-lain. […]
[…] Mbah yai Maimoen Zubair, misalnya, menyarankan kepada para santri yang hijrah dan berdakwah ke daerah minus, agar mula-mula mendirikan masjid, jika belum mampu, langgar sederhana. Karena tiang pancang keilmuan berawal darinya, sebagaimana dulu Kanjeng Nabi mulai mendirikan Masjid Quba terlebih dulu manakala hijrah. […]