Selamatkan Keluarga dari Neraka

Menjaga akidah diri sendiri dan keluarga adalah perintah yang diwajibkan Allah swt kepada kita semua. Pada kenyataannya kita juga masih banyak yang belum menyadari akan perintah itu bagi kita sendiri maupun keluarga. Padahal yang demikian itu seharusnya menjadi kebutuhan. Karena itu menjadi kewajiban kita untuk proaktif dan terus menerus memperbaiki diri kita dan keluarga dengan menambah ilmu keagamaan dan meningkatkan amal saleh kita, sehingga kita dan keluarga kita bisa raih kebahagiaan di dunia dan di akhirat kelak serta dijauhkan dari ancaman api neraka.

Allah swt tidak mau tahu, setinggi apapun ilmu kita, baik ilmu agama maupun ilmu lainnya, juga serendah apapun ilmu kita, baik ilmu agama (Islam) maupun ilmu lainnya, kita wajib ain menjaga diri kita dan keluarga kita dari ancaman api neraka. Allah swt tegaskan dalam wahyu-Nya, “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. QS At Tahrim:6).

Kini bangsa Indonesia sedang dihadapkan persoalan yang serius. Baik terkait dengan penegakan Pancasila sebagai dasar negara, tujuan negara, falsafah bangsa, pandangan hidup bangsa, sumber hukum tertinggi berbangsa dan bernegara dan sebagainya. Juga persoalan lain terkait dengan Peta Jalan pendidikan nasional yang menurunkan draft kurikulum yang menyatukan Pendidikan Agama, Kepercayaan, dan Nilai-nilai Pancasila. Upaya pengaburan seperti ini tidak bisa dibiarkan. Bagaimanapun juga anak akan mengalami proses pendidikan agama yang tidak jelas. Jangan berharap anak-anak akan terbangun akidahnya dengan baik sejak dini. Karena itu orangtua tidak boleh tinggal diam. Hampir semua orangtua sangat menginginkan anaknya bisa terbangun akidahnya sejak dini. Bahkan menurut psikologi agama bahwa penanaman akidah yang paling efektif terjadi pada usia 6 tahun ke bawah.

Baca Juga:  Pernikahan dan Negosiasi Tak Bertepi; Sebuah Milestone

Menyadari kondisi yang terjadi dewasa ini semua orangtua tidak boleh tinggal diam. Ya perlu ikut memberi perhatian dan ikut memperjuangkan sesuai dengan kondisi dan kemampuannya masing-masing. Tidak bisa terima matang, atau terima jadi. Jika sampai terjadi bahwa pendidikan agama tidak di manaj dengan baik dalam struktur kurikulum, maka secara langsung atau tidak langsung, akan berpengaruh terhadap pembentukan keimanan dan ketakwaan anak.

Selain pendidikan agama yang kita harapkan dapat diperoleh melalui jalur pendidikan formal, di sekolah, pendidikan agama perlu juga ditanamkan melalui jalur pendidikan informal non formal, di keluarga dan rumah ibadah. Orangtua seharusnya menyiapkan diri menjadi pendidik pertama dan utama, terutama dalam mentransferkan nilai-nilai agama. Bahkan jika perlu pada awalnya menanamkan nilai-nilai dengan doktrinir. Cara doktrinir mengenalkan tauhid atau akidah sangat dibenarkan sebagai wujud tanggung jawab orangtua dengan penjelasan seperlunya , sesuai dengan kemampuan orangtua. Dengan tertanamnya iman sejak usia dini, insya Allah anak memiliki modal dan dasar yang kuat dalam bangunan iman dan takwanya. Mari kita perhatikan sabda Rasulullah saw, bahwa “Setiap anak itu dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka hanya kedua orangtuanyalah yang akan menjadikannya seorang yahudi, nasrani atau majusi.” (HR Bukhori). Momentum yang terbaik jika orangtua bisa mantapkan fondasi agama dengan baik.

Selanjutnya orangtua memiliki tanggung jawab dalam membangun akidah dan takwa anak-anaknya dengan mencarikan sekolah yang memungkinkan anak memperoleh teman bermain yang baik. Demikian juga orangtua mencari tempat tinggal di lingkungan yang baik sehingga memberikan kesempatan anak untuk dapat teman sebaya yang baik pula. Jika tidak diperoleh sekolah yang baik dan lingkungan yang baik sebagaimana yang diidealkan, maka kita harus aktif memantau teman-teman anak kita, sehingga anak kita terjaga agamanya. Rasulullah saw bersabda “Agama seseorang sesuai dengan agama teman dekatnya. Hendaklah kalian melihat siapakah yang menjadi teman dekatnya.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi). Ini bukan berarti anak kita tidak boleh berteman dengan anak yang beda agama, tapi kita tetap lindungi jangan sampai anak kita terpengaruh imannya jika berteman dengan anak lain.

Baca Juga:  Perlunya Konseling Keluarga

Selain daripada itu ketika anak-anak kita menginjak usia remaja, usia yang krisis identitas, sangat membutuhkan figur sebagai idolanya. Untuk menghindari salah idola, kita perlu arahkan dan ciptakan iklim kehidupan yang kondusif. Dalam konteks yang demikian kita bisa mengacu kepada Nabi Muhammad idola, sebagai contoh. Ingat firman Allah, “Wa innaka la’ala khuluqin ‘adzim”, yang artinya: “Sesungguhnya engkau (Muhammad) berada di atas budi pekerti yang agung”, (QS Al Qalam:4). Dari ayat ini dapat diambil pelajaran bahwa Rasulullah saw tidak hanya perintahkan untuk berakhlak yang baik, melainkan juga memberi contoh. Nah anak-anak kita perlu arahkan untuk mencari model yang bisa diteladani.

Demikian pula bahwa untuk menjadikan kita sendiri dan keluarga agar bisa dijauhkan dari ancaman api neraka tidaklah mudah. Kita jangan sampai melupakan anak-anak kita. Apalagi kalau kita sudah saleh malah sudah jadi juru dakwah. Karena itu jadikanlah anak-anak kita sebagai obyek dakwah pertama dan utama seperti perintah Allah berikut ini “Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang dekat”. (QS. Asy-Syu’aro : 214).

Juga yang tidak pentingnya adalah bagaimana mendidik anak menjadi anak yang taat kepada kedua orangtua (birrul walidaiin). Apalagi ridha Allah ada pada ridha kedua orangtua, murka Allah tergantung pada murka Allah. Juga surga itu terletak di bawah telapak kaki Ibu. Di sini benar-benar kita sangat didorong dan diwajibkan untuk taat, setia, dan berbuat kebaikan kepada orangtua yang telah melahirkan dan membesarkan dengan penuh kasih sayang. Yang selanjutnya kita tidak pernah berhenti berdoa untuk kedua orangtua hingga akhir hayat.

Akhirnya di era disrupsi dan era pandemi yang banyak persoalan ini, dengan kesabaran kita, sebagai orangtua, kita tidak ada hentinya menjaga keluarga kita untuk tetap solid, terjaga akidah dan takwanya. Kita semua sangat mengharapkan keluarga bahagia saling mencintai dan menyayangi, sehingga rapat meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat yang dijauhkan dari ancaman neraka yang pedih. Aamiin. [HW]

Prof. Dr. Rochmat Wahab, M.Pd., M.A.
Beliau adalah Guru Besar dalam Bidang Ilmu Pendidikan Anak Berbakat pada Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta. Ia menjabat Rektor Universitas Negeri Yogyakarta untuk periode 2009-2017, Ketua III Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI) masa bakti 2014-2019, Ketua Umum Asosiasi Profesi Pendidikan Khusus Indonesia (APPKhI) periode 2011-2016, dan Ketua Tanfidliyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama DIY masa bakti 2011-2016

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Hikmah