Bangsa Indonesia sangat bangga memiliki tokoh bangsa seperti KH. Abdurrahman Wahid atau lebih akrab dikenal Gus Dur, sosok kiai pesantren yang mampu merangkul semua elemen masyarakat dari mulai kelas bawah sampai kelas atas. Tokoh semacam Gus Dur ini jarang ditemukan di zaman sekarang. diterima atau tidak Gus Dur adalah seorang yang terbilang berhasil menerapkan prinsip pluralisme dan toleransi antar umat beragama. Tentu saja ini adalah prestasi yang luar biasa, karena Indonesia adalah Negara yang kultur sosialnya beragam.

Dalam dunia keilmuan Gus Dur adalah ikon atau simbol pembaharuan pemikiran dalam kehidupan sosial, khususnya di Indonesia. Seluruh hidupnya diabadikan dalam sebuah buku, karya ilmiah maupun komunitas keberagaman yang sampai detik ini masih mengkaji dan mendalami pemikiranya. Gus Dur hadir dengan pikiran dan gagasan yang sangat mengagumkan dan mencerahkan, sehingga dapat diterima oleh semua lapisan masyarakat. Pendekatan yang dilakukan oleh beliau melalui intisari agama yaitu Cinta. Oleh karena itu, Gus Dur lebih mudah menerapkan teori dan prinsip Kemanusiaan.

Melalui kelapangan hati dan pikiranya Gus Dur ingin membuka mata dunia atas keniscayaan dan pembaharuan yang terus menerus sesuai dengan perkembangan zaman. Hal ini yang dilakukan Gus Dur memaknai  kemanusiaan dalam arti luas. pencapaian intelektualnya tidak hanya menguasai keilmuan khazanah islam klasik (tradisional) tetapi juga menguasai pengetahuan sosial, budaya, politik dan Agama-Agama dunia, sehingga kualitas pengetahuanya mendalam dan terbuka.

Sejauh ini konsep yang di sering dikampanyekan adalah tentang kemanusiaan, manusia dan kemanusiaan adalah pekerjaan sehari hari bagi Gus Dur. Beliau bersungguh sungguh dalam menerapkan dan menerjemahkan kemanusiaan kepada masyarakat umum, dengan mulai dari tulisan-tulisanya di manapun berada hingga melalui ceramah-ceramah keluar masuk desa dan kampung. Tujuannya Cuma satu yaitu menyampaikan di hadapan publik bahwa manusia apapun latar belakangnya tidak memandang agama, suku, ras, hak haknya wajib dilindungi.

Baca Juga:  Covid-19 di Pesantren: RMI NU Mengharap Pesantren Menjalankan Protokol Covid-19

Oleh karena itu, beliau sering menyinggung prinsip lima hak dasar kemanusiaan yang wajib dilindungi dan dijunjung tinggi untuk keselamatan umat manusia. Dalam kajian ilmu ushul fikih dikenal dengan Maqashid As-Syariah yang sering di temukan dalam literatul kitab klasik pesantren. Lima dasar ini kemudian diolah dan dirumuskan untuk di terjemahkan sesuai prinsip prinsip sosial,budaya dan kemanusiaan.

Lima dasar ini pertama kali dikenalkan oleh guru besar sufi Imam Al Ghazali dalam karyanya Al Mustashfa min ilm ushul  kemudian dikutip dan ditafsirkan oleh para ulama. Lima dasar tersebut adalah hifzh al-din (hak beragama) hifz an-nfs (hak hidup) hifz al-aq l(hak berfikir) hifz an-nasl (hak kehormatan dan reproduksi) hifz al-mal (hak menjaga harta ) dasar dasar ini bersifat universal artinya hak-hak tersebut berlaku untuk siapa saja dan di mana saja tanpa membedakan kelamin, ras, suku dan status sosial.

Penerapan lima dasar tersebut bisa jadi berbeda beda tergantung siapa yang menafsirkanya misalnya dalam hak perlindungan agama (hifz ad-din) didalamnya memiliki konsekuensi kewajiban jihad dan larangan berbuat sesuatu yang keluar dari ajaran agama (bidah). Jihad, sekarang ini sering diartikan perang militeristik seperti yang terjadi di berbagai Negara yang berbasis Islam. Gus Dur dalam hal ini justru mengartikan secara terbalik beliau lebih memilih memperjuangkan sistem anti kekerasan dalam agama dan menolak hukuman mati bagi orang yang murtad, mendukung kebebasan beragama dan berkeyakinan, beliau telah membuktikanya dengan memberi ruang kebebasan untuk agama Konghucu.

Gus Dur mencoba memaknai jihad secara luas sehingga tidak terpaku dalam perang militeristik, dan perlakuan agresif lainnya. Melainkan sebuah perjuangan yang sangat besar untuk mewujudkan jihad yang manusiawi.

Baca Juga:  Salat Tarawih di Rumah; Hukum, Religiositas Familier dan Nilai Kepatuhan

Tentang hifz al-aql bila diartikan secara kelaziman di masyarakat memiliki konsekuensi bahwa larangan mengkonsumsi minuman yang memabukkan karena dapat menghilangkan ingatan dan kerusakan pada akal. Garis besarnya contoh ini masuk dalam ranah hukum Islam. Gus Dur justru mengartikan lebih jauh dan mendasar yaitu sebagai hak atas kebebasan berfikir,  berpendapat dan berekspresi untuk menciptakan pembaharuan pemikiran yang kreatif dan sesuai dengan kebutuhan bangsa. Apalagi disituasi sekarang pandemi Covid 19 daya berpikir kita harus ditingkatkan agar lebih terbuka dan menyikapi keadaan ini dengan realistis. [HW]

Abdullah Faiz
Santri Ponpes Salaf Apik Kaliwungu dan Mahasiswa UIN Walisongo Semarang

    Rekomendasi

    1 Comment

    1. […] mengkaji permasalahan, hadirnya maqashid syari’ah bertujuan agar terwujudnya kemaslahatan umat di dunia dan akhirat. Karena substansi dari maqashid […]

    Tinggalkan Komentar

    More in Opini