Ramadan adalah bulan yang istimewa. Di antara keistimewaan bulan Ramadan daripada sebelas bulan lainnya adalah adanya salat Tarawih. Biasanya dilaksanakan di masjid, langgar, musala dan tempat ibadah lainnya. Namun, karena wabah virus korona yang melanda di bulan keberkahan ini membuat salat Tarawih harus dilakukan di rumah.

Salat Tarawih adalah salat sunah malam (sesudah Isya dan sebelum Subuh) yang dilakukan di bulan Ramadan. Setiap malam, umat Islam berbondong-bondong mengajak sanak saudara untuk melaksanakannya. Tetapi, praksis ritual keagamaan yang telah menjadi tradisi tersebut harus mengalami distorsi. Majelis Ulama Indonesia (MUI) pun mengeluarkan fatwa agar salat Tarawih dilakukan di rumah. Sejatinya hukum salat Tarawih di rumah tidak menghilangkan hukum kesunahan seperti halnya dilakukan di masjid. Dan itu pun pernah dilakukan Rasulullah shollahu ‘alaihi wasallam.

عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ النَّبِيَّ -صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- صَلَّى فِي الْمَسْجِدِ ذَاتَ لَيْلَةٍ فَصَلَّى بِصَلاتِهِ نَاسٌ ثُمَّ صَلَّى مِنَ الْقَابِلَةِ وَكَثُرَ النَّاسُ وَاجْتَمَعُوا مِنَ اللَّيْلَةِ الثَّالِثَةِ أَوِ الرَّابِعَةِ فَلَمْ يَخْرُجْ إِلَيْهِمْ رَسُولُ اللَّهِ -صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- فَلَمَّا أَصْبَحَ قَالَ قَدْ رَأَيْتُ الَّذِي صَنَعْتُمْ وَلَمْ يَمْنَعْنِي الْخُرُوجَ إِلَيْكُمْ إِلا أَنِّي خَشِيتُ أَنْ يُفْرَضَ عَلَيْكُمْ) قَالَ وَذَلِكَ فِي رَمَضَانَ رَوَاهُ مُسْلِمٌ عَنْ يَحْيَى بْنِ يَحْيَى.

[أبو نعيم الأصبهاني، المسند المستخرج على صحيح مسلم لأبي نعيم، ٣٥٦/٢]

Aisyah radhiyallahu’anha pernah menceritakan bahwa Rasulullah shollahu ‘alaihi wasallam pernah salat (Tarawih) bersama para jamaahnya di masjid dan pada hari selanjutnya jemaah semakin banyak. Di hari ketiga atau keempat Rasulullah shollahu ‘alaihi wasallam tidak keluar untuk berjamaah. Ketika pagi harinya, Rasulullah shollahu ‘alaihi wasallam berkata “Aku melihat apa yang kamu lakukan, Aku tidak mencegah diriku untuk berjamaah di masjid bersamamu kecuali Aku takut kalau salat tersebut menjadi wajib bagimu” (H.R. Muslim).

Baca Juga:  Peringatan Imam Ghazali kepada Para Pencari Ilmu

Karena itu, salat Tarawih di rumah hukumnya tetap sunah. Selain menjadi tindakan preventif terhadap penyebaran virus korona, salat Tarawih di rumah mampu mempererat tali kekeluargaan. Ayah, Ibu, Adik dan Kakak bisa dijadikan jemaah di rumah dan tentunya tetap mendapatkan fadilah 27 derajat. Bahkan, satu keluarga bisa melaksanakan khataman Alquran di setiap rakaat salat Tarawih dengan membaca Al-Ikhlas tiga kali. Hal tersebut tidak bisa kita temukan di masjid-masjid seperti biasanya. Hal itulah yang dilakukan Sayyidina Ali bin Abi Thalib ketika memenangkan sayembara khataman Alquran tercepat dari Rasulullah untuk bisa menikahi putrinya Sayyidah Fatimah Az-Zahra.

Salat Tarawih di rumah sebenarnya memilki nilai positif yang lebih. Selain yang telah penulis sebut, ternyata salat Tarawih di rumah merupakan ajang religiositas familier menuju hubungan vertikal kepada Allah SWT. Ibadah dalam ketenangan dari kerumunan membuat hati terasa makin khusyuk dan mengakui betapa agungnya Allah SWT. Derai air mata pun mudah mengalir dalam dimensi ketenangan tersebut. Bahkan, kegiatan inilah yang harus dihidupkan di bulan Ramadan, apalagi di akhir-akhir Ramadan. Dalam kesalehan familier tersebut kita mampu meraih malam lailatul qadar bersama keluarga.

Selain bentuk ketenangan yang kita dapatkan ketika salat Tarawih di rumah, sebenarnya ibadah ini mampu melatih seberapa patuhnya kita kepada para pimpinan. Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa tentang tata cara beribadah ketika bulan Ramadan sebelum bulan Ramadan datang. Salah satunya adalah tata cara salat Tarawih di rumah. Fatwa tersebut tentunya melalui beberapa pertimbangan yang matang demi keselamatan umat Islam di bulan Ramadan. Tugas kita adalah hanya patuh kepada fatwa tersebut.

Kepatuhan inilah yang harus ditanamkan sebagai umat Islam Nusantara. Patuh kepada pemimpin adalah suatu perintah Allah SWT dalam An-Nisa 59.

Baca Juga:  KH Muhammad Yahya, Dari Angkat Senjata Sampai Perang Gerilya

يأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ الآية

Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah SWT dan taatilah Rasul-Nya, dan ulil amri di antara kamu“.

Kepatuhan terhadap ulil amri dalam konteks kenegaraan Indonesia bisa diartikan sebagai lembaga keagamaan yang mempunyai otoritas penuh terhadap penentuan suatu hukum. Lembaga tersebut adalah Majelis Ulama Indonesia. Patuh kepada Majelis Ulama Indonesia (MUI) merupakan salah satu bentuk implementasi nilai ketakwaan. Ketakwaan dengan menjalankan perintah salat Tarawih di rumah dan meninggalkan salat Tarawih di masjid.

Setelah dijabarkan tentang salat Tarawih di rumah dalam segi hukum, religiositas familier dan nilai kepatuhan, penulis berharap dengan adanya distorsi praksis keagamaan di bulan Ramadan ini, umat Islam bisa lebih tenang dan mengetahui nilai positif dari salat Tarawih di rumah. Bukan hanya memandang fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam satu dimensi, tetapi perlu memandangnya dalam pelbagai dimensi. Sekian. Wallahu A’alam Bisshowab. [HW]

Finalis 10 Besar Sayembara Menulis Santri 2020 (Ramadan, Santri, dan Covid-19).

Muhammad Rizqi Fadhlillah
Santri Pondok Pesantren Putra Al-Fattah Kudus

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Opini