Sejarah dan Makna Perintah Jihad dalam Islam

Islam adalah agama yang mengajak kepada kedamaian. Islam dan kedamaian adalah satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan. Islam memiliki asal kata yang sama dengan kalimat salam yang bermakna kedamaian. Seorang pemeluk islam sejati akan merasakan kedamaian serta menyebarkan kedamaian pada lingkungan disekitarnya.

Islam lahir pada lingkungan arab jahiliah yang gemar berperang, membunuh anak perempuan serta memutus tali silaturahmi. Kemudian, diutuslah Rasulullah membawa ajaran agama islam yang penuh dengan kedamaian. Tiga belas tahun lamanya Rasulullah mengajak penduduk kota Makkah untuk masuk islam tanpa adanya seruan berperang maupun memusuhi kelompok yang membenci agama islam. Ujian demi ujian dari penduduk kota Makkah diterima oleh Rasulullah dan pengikutnya dengan sabar.

Pernah suatu ketika pengikut Rasulullah yang terdzalimi di kota Makkah meminta izin untuk memerangi kaum Quraisy. Maka Rasulullah bersabda

اصبروا فإني لم أومر بالقتال

Bersabarlah kalian semua, sungguh aku belum diberikan perintah (oleh Allah) untuk berperang” (Al-Alusi Syihabuddin, Ruh Al-Ma’ani fi Tafsir Al-Qur’an [Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2003] juz.9 hal.154)

Hal ini menjadi bukti paling sahih bahwa islam sejak awal diajarkan tidak mengajak pengikutnya untuk memerangi kelompok lain. Kemudian, setelah Rasulullah hijrah maka penduduk kota Makkah beraliansi dengan suku-suku Arab disekitar dataran jazirah Arab untuk menyerang umat islam di kota Madinah. Disaat inilah ayat mengenai jihad mengangkat senjata pertama kali diturunkan bagi umat Islam.

أذن للذين يقتلون بأنهم ظلموا وإن الله على نصرهم لقدير

Diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka dizalimi. Dan sungguh, Allah Maha Kuasa menolong mereka”.(Qs.Al-Hajj ayat 39)

Ayat ini jelas memberikan izin secara terbatas yaitu hanya diizinkan berperang untuk mempertahankan diri dari serangan musuh yang dzalim. Dalam sejarahnya, islam tidak hanya melindungi pemeluk agama islam saja tetapi juga melindungi umat beragama lain untuk menjalankan agamanya dengan damai di kota Madinah. Dengan ayat diatas, Islam hadir di kota Madinah untuk melindungi pemeluk agama lain dari serangan kaum kafir Quraisy dan sekutunya. Hal ini dikuatkan dengan pernyataan shahabat Ibnu Abbas ketika menafsirkan ayat diatas:

Baca Juga:  Demokrasi dalam Perspektif Islam (1)

قال ابن عباس يدفع بدين الإسلم وبأهله عن أهل الذمة

Ibnu Abbas mengatakan “(Allah) membela ahli dzimmah (non-muslim yang berakad damai) dengan adanya agama islam dan pemeluknya”.(Ar-Razi Fakhruddin, Mafatihul Ghaib [Beirut: Dar Ihya’ Turats, 2003] juz.23 hal.229)

Islam memberikan izin berperang tidak untuk memaksa kelompok lain masuk ke dalam agama islam. Hal ini dibuktikan dengan firman Allah dalam al-Qur’an yang menjelaskan bahwa perbedaan keyakinan adalah sunnatullah (ketentuan Allah) yang telah digariskan.

ولو شاء ربك لآمن من في الارض كلهم جميعا أفأنت تكره الناس حتى يكونوا مؤمنين

Dan jika Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang di bumi seluruhnya. Tetapi apakah kamu (hendak) memaksa manusia agar mereka menjadi orang-orang yang beriman?”.(Qs.Yunus ayat 99)

Ayat ini menjelaskan bahwa memaksa seseorang untuk mengikuti keyakinan kita adalah hal yang sia-sia karena keimanan adalah karunia dari Allah kepada hamba-Nya yang Dia pilih. Hal ini juga sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah kepada penduduk negara Yaman:

عن ابن جريح قال كان في كتاب النبي إلى أهل اليمان ومن كره الإسلام من يهودي ونصراني فإنه لا يحول عن دينه

Diceritakan dari Ibnu Juraij, ia mengatakan “Dalam kitab Rasulullah yang dikirimkan ke penduduk negeri Yaman terdapat kalimat “Barang siapa yang memaksakan agama islam kepada umat yahudi dan nasrani maka ia tak akan bisa merubah agama mereka”.(HR.Abdurrazaq)

Kedatangan Rasulullah di kota Madinah memadamkan peperangan yang sering terjadi diantara suku Khazraj,  Aus, Bani Nadhir dan suku-suku lainnya di kota Madinah. Ajaran damai Rasulullah telah merekatkan hubungan suku-suku yang berseteru di kota Madinah menjadi saudara yang saling menjaga dan melindungi baik dari kalangan muslim maupun non-muslim.

Baca Juga:  Moderatisme Beragama dalam Upaya Membendung Liberalisasi dan Ekstremisme di Indonesia

Hal ini dikuatkan dengan firman Allah dalam al-Qur’an:

واعتصموا بحبل الله جميعا ولا تفرقرا واذكروا نعمت الله عليكم إذ كنتم أعداء فألف بين قلوبكم فأصبحتم بنعمته إخونا

Dan berpegangteguhlah kamu semua pada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai, dan ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliah) saling bermusuhan, lalu Allah mempersatukan hatimu, sehingga dengan karunia-Nya kamu menjadi saudara…”.(Qs.Ali ‘Imran ayat 103)

Islam tidak memerangi kelompok lain hanya karena sebab mereka menolak masuk agama Islam. Akan tetapi, islam memerintahkan jihad untuk melindungi diri dari serangan musuh. Islam melarang untuk melebihi batas dalam memerangi kaum yang memerangi agama islam.

وَقَاتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَكُمْ وَلا تَعْتَدُوا إِنَّ اللَّهَ لا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ

Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, tetapi janganlah kamu melampaui batas. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas”.(Qs.Al-Baqarah ayat 190)

Hal ini menjadi bukti bahwa Islam memberikan batasan yang sangat sempit untuk memerangi kelompok lain yaitu hanya ketika umat islam diperangi dan terpaksa membela diri dengan mengangkat senjata. Selain itu, ranah jihad dengan mengangkat senjata hanya digunakan dalam jalan Allah (Fi Sabilillah) yang berarti hanya diperuntukkan untuk meluhurkan agama Allah dari musuh-musuh yang mencoba untuk menghancurkan agama islam.

Jihad tidak dapat diterapkan dalam upaya pengeboman maupun penyerangan terhadap non-muslim tanpa alasan yang dibenarkan oleh agama Islam karena hal ini justru dapat merusak citra agama islam sebagai ajaran damai.

Kesimpulan disini adalah jihad mengangkat senjata adalah bentuk kecil dalam membela agama Islam. Ada bentuk jihad lain yang lebih penting di zaman sekarang yaitu jihad melawan kemiskinan dengan upaya sedekah dan zakat, jihad melawan kebodohan dengan upaya pendidikan, serta jihad melawan kedzaliman dengan upaya advokasi dan pendampingan di ranah pengadilan dan sejenisnya. Terlebih, jihad yang paling tinggi adalah jihad melawan hawa nafsu serta menundukkannya untuk taat kepada Allah.

Baca Juga:  Menalar (Makna) Rahman dan Rahim melalui Sifat Wajib Qudrah

Hal ini dikuatkan dengan sabda Rasulullah

قال رسول الله المجاهد من جاهد نفسه في طاعة الله

Rasulullah bersabda “Seorang Mujahid (orang yang berjihad) adalah seorang yang bersungguh-sungguh (melawan) hawa nafsunya dalam ranah taat kepada Allah”.(HR.Ahmad). [hw]

Muhammad Tholchah Al-Fayyadl, Mahasiswa Universitas Al-Azhar Kairo Mesir.

Muhammad Tholhah al Fayyadl
Mahasiswa Jurusan Ushuluddin Univ. Al-Azhar Kairo, dan Alumnus Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri Jatim

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Opini