Kini sementara terdapat hasil yang sulit dinafikan. Ternyata, bahwa yang unggul dalam penerapan akhlak Islam adalah masyarakat non-Muslim. Hal ini telah diteliti oleh dua orang peneliti Muslim dari George Washington, yaitu Prof. Dr. Scheherazade S. Rehman dan Prof. Dr. Hossein Askari. Kedua peneliti tersebut melakukan penelitian terhadap negara-negara yang paling Islami akhlaknya dengan menggunakan tolak ukur nilai-nilai Islam yang mereka angkat dari Alquran dan Sunnah. Ternyata, yang paling Islami dalam penelitian yang dilaksanakan pada tahun 2018 ini adalah Selandia Baru

Kedua peneliti mengganjar Selandia Baru dengan indeks tertinggi 9,20 setelah meneliti kehidupan masyarakat di negara itu. Negara-negara Islam atau muslim sebagian besar bertengger di urutan di atas 100. Iran di urutan 125, Mesir 137, Pakistan 140, dan Sudan 152. Indonesia di urutan 64, kurang islami jika dibandingkan dengan Malaysia di urutan 47 dan Singapura di urutan 22.

Tragis! Tapi ini fakta.

Umat Islam tidak mencerminkan ajaran Islam di tengah masyarakat, itulah yang akhir-akhir ini sering terjadi. Karena itu, sementara pakar menamai agama Islam sebagai “one of the most misunderstood religion”, yaitu salah satu agama yang paling disalahpahami. Ini lebih banyak disebabkan oleh sikap umat Islam.

Demikian terlihat bahwa memang ada yang hilang dari kita atau tidak banyak lagi dari kita yang mengamalkan Islam. Hal ini sudah diprediksi oleh Rasulullah saw. Beliau bersabda:

بدأ الاسلام غريبا، وسيعود غريبا كما بدأ

Ajaran Islam bermula dari keadaan tidak dikenal dan akan kembali (di masa datang) tidak dikenal juga sebagaimana keadaannya yang lalu” (HR. Muslim).

Perlu diingat bahwa Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wasallam diutus oleh Allah SWT selain untuk membawa dan menyebarkan ajaran Islam, beliau juga diutus oleh Allah SWT untuk menyempurnakan Akhlak manusia, sebagaimana sabda Nabi berikut:

Baca Juga:  Duta Santri Nasional Siap Integrasikan Santri di Seluruh Provinsi, Langkah Optimis Sinergi Santri

إنما بعثت لاتمم مكارم الاخلاق

“Aku diutus tidak lain, kecuali untuk menyempurnakan akhlak mulia” (HR. Malik)

Sesuai dengan hadis di atas, bahwa ajaran beliau adalah akhlak, Prof. Dr. M. Quraish Shihab, salah satu Ulama di Indonesia memberi maksud atas hadis tersebut didalam bukunya yang berjudul “Yang Hilang Dari Kita: Akhlak”, beliau menyatakan bahwa dari sisi lain, hadis di atas juga berarti bahwa akhlak mulia telah dikenal oleh generasi terdahulu dan mereka telah berusaha membahas, menganjurkan, dan mengajarkan penerapannya, tetapi dalam kenyataannya, masih ada yang perlu disempurnakan. Bisa jadi penyempurnaan itu karena apa yang sebelumnya belum diajarkan atau belum sempurna dalam penerapannya atau kurang jelas sehingga perlu lebih dijelaskan dan diberi contoh-contoh konkret tentang penerapannya. Dan dapat dipastikan bahwa semua nabi mengajarkan akhlak, mereka semua menuntun pada kebaikan dan mencegah manusia melakukan kejahatan.

Masuknya Islam ke Indonesia, juga merupakan bukti konkret tentang keberhasilan para penyebar ajaran agama Islam dengan menggunakan akhlak yang luhur, salah satunya para pedagang yang datang dari Timur Tengah/luar Nusantara tidak mampu menggunakan bahasa lisan penduduk, tetapi mereka berhasil menyebarkan Islam dengan bahasa sopan santun dan akhlak luhur.

Sebaliknya dewasa ini, kendati banyak diantara penganjur agama Islam yang dapat berbahasa dengan bahasa setempat, tetapi penampilan mereka keras dan tidak mencerminkan akhlak Kanjeng Nabi Muhammad saw, lebih parahnya lagi mereka dengan mengatasnamakan Islam untuk kepentingan hawa nafsunya yang tidak baik, sehingga perilakunya dapat mencoreng wajah Islam dan menjauhkan orang dari agama ini.

Oleh karenanya, didalam pesantren terdapat ungkapan adab/akhlak itu di atas ilmu, dahulukan adab daripada ilmu, karena percuma saja jika berilmu tapi tidak beradab, ujung-ujungnya pasti  akan sombong, ujub, dan riya. Jadi  akhlak itu penting didalam berinteraksi dalam urusan apapun. InsyaAllah jika itu dilakukan, maka racun-racun permusuhan, polusi kebencian yang kita saksikan diruang publik ini akan hilang

Baca Juga:  Pancajiwa sebagai Akar Pendidikan Karakter Pesantren

Terakhir, penulis mengutip syair dari penyair kenamaan Mesir, Ahmad Syauqi (1868-1932 M):

انما الامم الاخلاق ما بقي# وان هموا ذهبت اخلاقهم ذهبوا

“Eksistensi masyarakat ditentukan oleh tegaknya moral # Bila moral runtuh, kepunahan mereka tiba” .[HW]

M Falaq Khomeini
Siswa MA Unggulan KH. Abd. Wahab Hasbulloh Bahrul 'Ulum Tambakberas Jombang

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Opini