Jejak ulama-ulama besar, bintang-bintang Madzhab Syafi’i dari abad ke abad banyak sekali. Sehingga tak terhitung lagi banyaknya karena madzhab ini sudah lama berkembang, pengaruhnya sudah amat luas hampir di seluruh pelosok dunia Islam.

Imam Syafi’i wafat pada tahun 204 H، artinya lebih 1000 tahun yang lalu. Untuk menghitung dan menguraikan nama Ulama-ulama Syafi’i satu persatu sudah tentu membutuhkan satu buku besar.

“Adalah Imam Tajuddin Subki (wafat 771 H) dalam Kitabnya Tabaqatus Syafi’iyah al Kubra menceritakan riwayat Imam al Muzani, salah satu santri Imam Syafi’i”.

Tajuddin as Subkhi mengawali :

Rasulullah Saw telah memberikan tuntunan supaya mengikuti jalan yang lurus, yaitu mengikuti sunnah beliau dan sunnah Khulafa’ al Rasyidin. Sangat mustahil bagi setiap pribadi umat Islam meneladani indahnya akhlak Rasulullah serta menangkap pesan moral dan hukum-hukum kecuali merujuk al Qur’an dan hadis-hadis maqbul melalui kitab-kitab mu’tabar yang merupakan cerminan lisan para Ulama. Sebagaimana yang beliau sabdakan:

فعليكم بسنتي وسنتي الخلفإ الراشدين المهديين من بعدي, تمسكوابها وعضوْا عليها بالنواجد

“Maka berpegang teguhlah kamu dengan sunnahku dan sunnah para Khulafa al Rasyidin yg mereka telah diberi petunjuk (oleh Allah) sesudahku, berpegang teguhlah dengannya dan gigitlah dengan gerahammu. (HR. Ibnu Khuzaimah)

Salah satu ulama muktabar yang bisa kita jadikan ittiba (mengikuti) dalam memahami al Qur’an dan Hadis serta jalan para salafus shalih satu di antaranya adalah Imam al Muzani, santri langsung dari Mesir Sulthonul ‘Aimah yaitu Imam Syafi’i.

Nama lengkap beliau adalah Abu Ibrahim Isma’il ibn Yahya al Muzani, seorang sarjana ilmu yg luas pandangannya.

Adapun guru Imam Muzani di antaranya adalah Imam Syaf’i, Nu’aim bin Hammad dan lainnya.

Sedangkan murid Imam Muzani di antaranya : “Ibnu Khuzaimah yang meriwayatkan hadis di atas, athThawawi, Zakariya as Saji, Ibnu Abi Hatim, dan lainnya”.

Baca Juga:  Jalan Terjal Dakwah Imam Syafi'i di Mesir

Imam Muzani adalah orang yang sangat alim, pandai berdebat dan berargumentasi

Imam Syafi’i sendiri pernah berkomentar tentangnya, seandainya Muzani terlibat perdebatan dengan setan, pasti ia akan mengalahkannya.

Ia juga termasuk orang yang Zahid, Wara’, Qana’ah, dan giat berdakwah. Apabila tertinggal shalat berjamaah, maka ia menyempurnakan salatnya dengan shalat sunnah.

Suatu hari Imam Syafi’i menyatakan kepada Muzani :

Apakah tidak sebaiknya kau mempelajari ilmu yang jika engkau benar engkau mendapat pahala, dan jika salah (dalam berijtihad) engkau tidak berdosa?.

Muzani berkata : Ilmu apa itu Syeikh ?.

Asy-Syafi’i menyatakan : ilmu fiqh.

Sejak saat itu Muzani berguru fiqh secara intensif kepada asy Syafi’i. Sampai-sampai Imam Syafi’i mensejajarkan Muzani dengan Imam Ahmad murid beliau ketika masih di Irak, dikarenakan ke-faqihan ilmu al Muzani, Masyhur Imam Syafi’i berkata:

“Apabila kamu (muzani) berjumpa dalam kitabku yg berlawanan dengan Sunnah Rasul maka tinggalkanlah kitabku itu, dan berfatwalah apa yang sesuai dengan Sunnah Rasul”.

Dan pula diriwayatkan dari Imam Syafi’i juga, beliau berkata:

“Apabila ada hadis yang sahih yang maksudnya bertentangan dengan fatwaku maka beramalah engkau dengan dasar hadis itu dan tinggalkanlah perkataanku, atau satu kali beliau berkata: “itulah madzhabku”.

Perkataan Imam Syafi’i di atas ditujukkan kepada al Muzani sebagai “apresiasi” sang guru untuk mempersilahkan muridnya “menjadi” ulama ijtihad, seperti imam Ahmad bin Hambal. Namun Imam Muzani memilih tetap bertaklid dengan mengikuti sang Guru.

Imam An Nawawi menjelaskan maksud dari kata-kata Imam Syafi’i tersebut dalam Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab:

“Apa yang dikatakan oleh Imam Syafi’i bukan bermaksud siapa saja yang mendapati hadis shahih lalu dia mengatakan,”Ini madzhab Imam Syafi’i’. Lalu ia mengamalkan dzahir qoul (titah). Adapun qoul tersebut sesungguhnya ditujukan kepada siapa saja yang sampai pada derajat Ijtihad dalam hal ini untuk Imam Muzani, santri Imam Syafi’i yang telah menguasai semua isi kitab sang guru.

Baca Juga:  Keilmuan Imam Syafi’i yang Diakui Para Ulama

Dalam kalangan Syafi’iyyah Imam Muzani masyhur sebagai “mujtahidat tarjih” / mujtahid yang mampu mentarjih (menguatkan) pendapat dari imam mujtahid dalam sebuah mazhab atau riwayat berbeda yang berasal dari mereka.

Sehingga Imam Syafi’i memuji muridnya menyatakan:

الم زن اصر مذ هب

“Al Muzani adalah penolong madzhabku”.

Imam Muzani sering memandikan jenazah sebagai media berintrospeksi diri dan menguatkan ibadah. Beliau suka memandikan jenazah sebagai bentuk ibadah dan mengharapkan pahala (dari Allah), al-Muzani menyatakan:

“Aku berusaha untuk (selalu) ikut memandikan jenazah untuk melembutkan hatiku, sehingga kegiatan itu kemudian menjadi kebiasaanku”. Bahkan beliaulah yg memandikan jenazah Imam Syafi’i.

Rasulullah Saw bersabda:

“Barangsiapa yang memandikan seorang muslim kemudian menyembunyikan (aibnya), Allah akan ampuni untuknya 40 kali. Barangsiapa yang menggalikan kubur untuknya kemudian menguburkannya, akan dialirkan pahala seperti pahala memberikan tempat tinggal hingga hari kiamat. Barangsiapa yg mengkafaninya, Allah akan memberikan pakaian untuknya pada hari kiamat sutera halus dan sutera tebal dari surga.

(HR. Baihaqi, at Thobaroni, al Hakim).

Beliau juga pernah berkata, “Saya memandikan jenazah agar hatiku menjadi lentur. Kemudian dari perkataan Imam al Muzani tersebut Abu Ishaq asy Syairazi mengomentarinya :

Al Muzani adalah orang yang Zuhud, alim, mujtahid, ahli debat, orator ulung yang pandai merangkai kata dengan makna yang sangat dalam. Al Muzani juga telah menuliskan banyak peninggalan intelektual yang tidak ternilai harganya, salah satu karya beliau yang terkenal yaitu kitab Mukhtasar lil Muzani.

Imam Muzani menyatakan dalam pembukaan Mukhtasar :

“Aku ringkaskan dalam kitab ini suatu pengetahuan yg berasal dari ilmu Muhammad bin Idris As Syafi’i rahimahmullah dan dari makna ucapan-ucapannya.

Pasca wafatnya Imam Syafi’i setidaknya terdapat lima kitab yang menjadi rujukan pengikut mazhab Asy Syafi’i, khususnya sebelum abad ke-7 hijriah satu di antaranya:

Baca Juga:  Imam Syafi'i Memberikan Kebebasan Berpikir Kepada Santrinya

– Al Mukhtashar imam Al Muzani (w 264 H).

– Al-Muhazzab, imam Asy Syairazi (w. 476 H).

– Al-Wasith, karya imam Al Ghazali (w. 505 H).

– Al-Wajiz, karya imam Al Ghazali (w. 505 H).

Imam Nawawi berkata, “Itu merupakan kitab-kitab yang masyhur serta sering dibaca oleh kalangan Asy-Syafi’iyyah.”

 

Ulama tasawuf Abu Abdullah Amr bin’Utsman al Makkiy, (w 297 H) berkata: “Aku tidaklah pernah melihat seseorang yang rajin ibadah yang sangat semangat melebihi Imam Muzani dan tidak ada yang bisa ajeg (terus menerus) dalam ibadah selain beliau. Aku pun tidak pernah melihat orang yang paling mengagungkan ilmu dan ahli ilmu selain beliau. Beliau terkenal sangatlah wara’, dan sifat ini sudah diketahui banyak orang.” Imam Muzani pernah berkata bahwa akhlaknya itu diambil dari akhlaknya Imam Syafi’i.

Ulama ahli tarikh imam Adz-Dzahabi banyak memuji imam al Muzani, “al Muzani adalah al ‘allamah, orang yang fakih dalam agama ini, dan orang yang zuhud”.

Adz Dzahabi dalam biografinya menyebut , “Telah sampai kepadaku bahwa Imam Muzani ketika selesai merampungkan bahasan satu masalah yang ia masukkan dalam kitab mukhtasharnya, setelahnya ia salat lillah dua raka’at.”

Imam Muzani hidup sederhana & berumur panjang, ia meninggal pada usia 89 tahun pada 24 Ramadhan 264 H. Ia dikuburkan di Mesir dekat makam Imam Syafi’i.

(Thabaqat asy-Syafiiyyah al Kubro, Tajuddin as-Subki).

والله اعلم

Musa Muhammad
Santri Pondok Pesantern as Syidiqiyah Bumirejo Kebumen.

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Ulama