Syahdan, terjadi dialog tatkala Allah menampakkan kepada para Malaikat semua anak cucu adam hingga hari kiamat, lantas Malaikat berkata, “Ya Allah, Bumi akan sesak dan tidak cukup untuk menampung mereka semua”. Allah kemudian menimpali, “Tidak, mereka semua akan mati secara bergantian”. Malaikat melanjutkan lagi dialognya, “Jika manusia tahu bahwa mereka semua akan mati, maka mereka akan terkurung dalam kesedihan”. Dengan jelas Allah menurut dialog tersebut dengan penjelasan, “Benar, namun Aku akan berikan ambisi dalam hati mereka”.

Dalam kajian tasawuf, tema tentang ambisi akan banyak sekali ditemukan. Bahkan di kitab-kitab ulama, dijadikan sub bab khusus saking pentingnya tema ini, seperti yang dilakukan oleh Habib Abdulloh Al-Haddad dalam Nashoihud Diniyah.

Lantas bagaimana perspektif Tasawuf mengurai tema ini ?

Di kitab yang sama, Habib Abdulloh Al-Haddad mengklasifikasi ambisi menjadi tiga kelompok. Yang pertama ialah mereka yang sama sekali tidak memiliki ambisi dalam kehidupan duniawi. Ibarat sebuah ruangan, semua isinya adalah tentang kehidupan akhirat sehingga tidak ada ruang untuk kehidupan duniawi. Hal ini terjadi kepada para Rasul dan Shiddiqin.

Kelompok kedua, yaitu mereka yang memiliki ambisi pendek dan terbatas (thulul amal). Mereka memiliki ambisi duniawi namun tidak sampai melalaikan dirinya untuk beribadah dengan istikamah. Kelompok kedua ini ialah orang-orang soleh dan para auliya’. Kepentingan duniawi mereka sama sekali tidak menggangu terhadap kepentingan akhirat.

Yang ketiga ialah kelompok yang memiliki ambisi panjang nan jauh (tulul amal). Keterlaluan dalam mengejar dunia hingga membuatnya lupa pada akhirat. Dalam persepsinya yang pendek, mendambakan kebahagiaan yang berlebihan terhadap dunia hingga lupa bahwa semua manusia akhirnya akan mati dan dihisab setiap amalnya. Menunda-nunda taubat dan lalai akan ibadah merupakan ciri yang melekat pada komunitas ini.

Terlalu panjang ambisi menjadi tidak baik dan tercela lantaran akan melupakan akhirat, dengan begitu seseorang selalu lalai pada kewajiban agamanya, mengira besok masih bisa hidup lagi. Padahal apa yang terjadi besok adalah hal yang abstrak dan tidak bisa diramal maupun dideteksi dengan teknologi secanggih apapun. Makanya Rasulullah Saw pernah mengingatkan sahabat Abdullah bin Umar perihal bahaya ambisi yang terlalu panjang ini. Rasulullah Saw bersabda:

إِذَا أَصْبَحْتَ فَلاَ تُحَدِّثْ نَفْسَكَ بِالْمَسَاءِ وَإِذَا أَمْسَيْتَ فَلاَ تُحَدِّثْ نَفْسَكَ بِالصَّبَاحِ وَخُذْ مِنْ صِحَّتِكَ قَبْلَ سَقَمِكَ وَمِنْ حَيَاتِكَ قَبْلَ مَوْتِكَ فَإِنَّكَ لاَ تَدْرِى يَا عَبْدَ اللَّهِ مَا اسْمُكَ غَدًا. رواه الترمذي

“Bila tiba pagi hari, janganlah engkau menunda pekerjaan di sore hari. Bila tiba sore hari, janganlah engkau menunda pekerjaan di pagi hari. Pergunakanlah waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu. Pergunakanlah hidupmu sebelum datang waktu matimu. Wahai Abdullah, sungguh engkau tidak tahu apa namamu esok hari (apakah masih hidup).” (HR. Tirmidzi)

Dari uraian hadist di atas, sangat jelas bagaimana Rasulullah memberikan warning kepada Abdulloh bin Umar untuk selalu menggunakan waktu semaksimal mungkin, dan jangan terlalu panjang ambisi karena esok belum tentu masih diberikan kesempatan hidup oleh Allah, bisa jadi besok nama kita sudah ada tambahan tittlenya: Almarhum.

Imam Al-Ghazali dalam Magnum Opusnya; Ihya’ Ulumuddin, mengidentifikasi bahwa penyebab seseorang memiliki ambisi yang terlalu panjang ialah karena dua hal, yaitu kebodohan dan cinta dunia. Kebodohan dalam hal ini bisa diartikan tidak tahu bahwa rumah akhirat jauh lebih sempurna dari pada dunia, atau tidak tahu bahwa dunia beserta pernak-perniknya sama sekali tidak ada nilainya di sisi Allah.

Kedua ialah cinta dunia. “Cinta dunia merupakan poros dari setiap kehancuran”, begitu sabda Rasulullah Saw pada suatu kesempatan. Over thinking pada dunia membuat seseorang akan abai pada akhirat yang nantinya berimplikasi pada kemalasan dama beribadah dan menunda-nunda taubat. Lalu bagaimana cara meredam birahi pada dunia ini ?

Imam Abdul Haris al-Muhasibi memberikan resepnya. Beliau dalam karyanya; Risalatul Musytarsyidin menulis, “Dan mintalah pertolongan untuk membatasi ambisi yang panjang dengan cara selalu ingat pada kematian”. Laksana dua mata koin yang beda arah, ambisi pada dunia akan runtuh jika kematian selalu menjadi alarm dalam kehidupan.

Rasulullah Saw bersabda:

أَكْثِرُوا ذِكْرَ هَاذِمِ اللَّذَّاتِ يَعْنِي الْمَوْتَ

“Banyak-banyaklah mengingat pemutus kenikmatan yaitu kematian” (HR. At-Tirmidzi, Ibnu Majah, Nasai dan Ahmad)

Akhiron, semoga kita semua selalu dalam kebaikan dan berkah dari Allah SWT sehingga diberikan kekuatan untuk selalu segera dalam berbuat baik dan bertaubat. Aamiin…

 

Refrensi:

Ihya’ Ulumuddin – Imam Al-Ghazali

Nashoihud Diniyah – Habib Abdulloh Al-Haddad

Risalatul Musytarsyidin – Imam Abdul Haris al-Muhasibi

[RZ]

Hozinul Asror
Santri Pondok Pesantren Miftahul Ulum Panyeppen Palengaan Pamekasan, Sarjana Ekonomi di IAI-MU Pamekasan

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Opini