Demo Bukan Ajaran Islam

PARA wali, ulama dan orang shaleh tidak pernah mengajarkan demo dan caci maki pemimpin. Yang mereka ajarkan adalah menasihati dengan baik dan mendoakan mereka.

Guru Sekumpul Syekh Muhammad Zaini bin Abdul Ghoni berkata, jika benar ijtima’nya beliau dengan Datu Kalampayan Syekh Muhammad Arsyad, maka Syekh Arsyad berpesan agar jangan lagi demo.

Urusan minyak mahal, maka serahkan ke Allah. Minta kepada Allah dicukupkan segala rezeki. Karena segala yang terjadi atas kehendak Allah, maka solusinya juga kembali ke Allah.

PIRAMID dibangun di zaman Fir’aun, di tengah padang pasir yang tandus. Tinggi menjulang ke atas 60 meter, pondasi ke bawah 20 meter.

Proyek ini mempekerjakan lebih dari 2000 orang secara paksa, yang bekerja siang dan malam. Hingga tubuh mereka kurus dan hitam di bawah terik matahari. Dan itu bukan cuma lelaki, perempuan juga turut bekerja. Ada banyak korban jiwa dalam pembangunan ini.

Ada yang bekerja mengangkut batu, juga ada yang mengangkut air dengan guci. Yang sadis adalah, bila air yang diguci pecah atau tumpah, pekerja itu langsung dibunuh. Demikian juga dengan pekerja lainnya, tidak bisa salah sedikit, hukumannya dibunuh.

FIR’AUN takut tahtanya digoyang. Setiap bayi laki-laki yang lahir, selalu dibunuh. Tahu gimana cara membunuhnya?

Fir’aun memerintahkan kepada para bidan agar mencekik mati bayi laki-laki yang lahir. Kemudian si bidan dapat uang.

Ada 2 orang bidan terkenal yang tak menurut kemauan Fir’aun, malah 2 bidan ini yang dibunuh. Selain mencekik mati bayi, cara membunuh bayi yang dilakukan Fir’aun adalah melempar bayi itu di Sungai Nil dan menjadi santapan buaya.

Fir’aun itu zhalimnya bukan main. Mengaku tuhan, angkuh, membunuh bayi hidup-hidup, memusuhi Nabi Musa. Tahu apa pesan Allah kepada Nabi Musa dan Harun?

Baca Juga:  Budaya Berislam dan Beragama

Idzahaba ila Fir’auna innahu thaga. Fa qula lahu qaulan layyina la’allahu yatadzakkaru aw yakhsya

(Pergilah kamu berdua kepada Fir’aun, sesungguhnya dia telah melampaui batas. Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan dia ingat atau takut). (QS Taha: 43-44).

Kepada Fir’aun saja diminta untuk lemah lembut. Lalu mengapa sekarang malah berani caci maki?

Apakah pemimpin sekarang lebih zhalim dari Fir’aun? Apakah kita lebih mulia dan lebih suci dari Nabi Musa sehingga seenaknya mencaci maki pemimpin?

Dalam Islam diajarkan mendoakan pemimpin. Dalam khutbah Jum’at sunnah hukumnya mendoakan pemimpin, Allahumma ashlih wulatil Muslimin. Ini yang diajarkan Syekh Abdul Wahab Sya’roni.

Di kampus-kampus di Indonesia diajarkan menulis makalah dan menyusun skripsi. Mahasiswa kemudian dibimbing oleh dosen perihal konten dan sistematikanya. Mereka janjian terlebih dahulu lalu ketemuan di kantor atau di rumah atau di perpus.

Maka jauh lebih indah dan bermartabat bila mahasiswa menyampaikan aspirasinya dengan menulis surat atau bertemu atau mengadakan audiensi dengan pemerintah ketimbang harus teriak-teriak di jalan yang rawan terjadi konflik, rusaknya fasilitas umun, dan tidak begitu didengar aspirasinya.

Kalau sudah demo, tak jarang kita liat berita bentrok antar pendemo dengan aparat keamanan, terjadi aksi saling pukul, luka-luka, pingsan, cacat, bahkan meninggal dunia. Apakah ini baik? Saya rasa tidak ada yang mengatakan ini baik.

Jika permusuhan, kebencian, dan adu fisik saling menyakiti itu terlarang, maka sarana menuju ke arah itu juga terlarang.

Ulama Ahlus Sunnah wal Jamaah mengajarkan agar tercipta keamanan, kenyamanan, dan kedamaian, jauh dari keributan dan kegaduhan.

Alkisah, dulu ada seorang yang meninggal dalam peperangan. Tapi saat di akhirat ia diseret ke neraka. Ia komplain ke Allah, bukankah aku meninggal fi sabilillah?

Allah menjawab, memang benar kamu meninggal dalam peperangan. Tapi niatmu bukan karena Allah. Niatmu ingin disebut sebagai pahlawan, ingin dianggap pemberani. Dan itu sudah kau dapatkan di dunia.

Baca Juga:  Aqiqah Islam: Upacara Menyambut Kelahiran Anak dalam Islam

Renungkan, betulkah niat kita teriak-teriak di tengah jalan untuk menyampaikan aspirasi dan kepentingan umat? Apakah begitu cara menyampaikan aspirasi?. Wallahu a’lam. []

Nur Hidayatullah
Alumni PP Rasyidiyah Khalidiyah Amuntai Kalsel, Penulis Buku KH Idham Khalid Dimensi Spiritual & Negarawan Agamis, Dosen Ilmu Falak UIN Walisongo Semarang

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Opini