Salah kaprah berarti salah tapi umum dilakukan oleh banyak orang. Karena banyak yang melakukan, maka seolah-olah menjadi sebuah kebenaran. Hal itu tidak masalah jika hanya soal bahasa, seni, atau budaya saja. Tapi kalau menyangkut soal ubudiyah dan amaliyah syar’iyyah, kiranya hal itu perlu diluruskan. Apalagi amalan “salah kaprah” itu sudah mulai banyak dilakukan oleh tokoh masyarakat yang akhirnya akan diikuti oleh banyak orang.
Dalam tulisan berikut ini kami akan menuliskan beberapa amaliyah “salah kaprah” yang kami ketahui di masyarakat kami. Barangkali di tempat lain ada yang sama atau beda, itu hanya kebetulan, kami tidak tahu persisnya. Begini pengalaman di daerah kami.
1. Sekarang ini mulai banyak orang yang mengucapkan basmalah sebelum salam ketika mulai pidato atau ceramah. Ini kurang tepat. Yang tepat adalah mengucapkan salam dulu. Karena tidak ada ucapan apapun sebelum salam. Sabda Nabi dalam sebuah hadis: “السلام قبل الكلام”, “salam itu sebelum ada perkataan (lain)”. Bahkan dalam hadis lain, Nabi bersabda (artinya): “Siapa yang memulai dengan suatu perkataan sebelum salam, janganlah kalian menjawab(salam)nya”.
Sabda Nabi terakhir ini kelihatan agak lebih keras daripada sabda yang pertama, hingga ada larangan untuk menjawab salam. Padahal hukum asal menjawab salam itu wajib. Tapi kenapa Nabi malah melarang? Karena adanya perkataan lain sebelum salam. Maka ini menunjukkan bahwa tidak boleh ada suatu perkataan apapun sebelum salam, hatta mengucapkan basmalah sekalipun.
2. Ketika mendengar khutbah Jumat, kami melihat ada khatib yang memegang tongkat dengan tangan kanan, ada yang dengan tangan kiri. Masyarakat awam tentu bingung. Manakah yang tepat? Sebenarnya memegang tongkat sendiri hukumnya sunnah. Tapi ketika ada tongkat, seorang khatib memegang tongkat tersebut dengan tangan kanan atau kiri? Ternyata sunnahnya adalah dengan tangan kiri. Maka berarti hukumnya makruh jika memegang dengan tangan kanan. Ini kita tidak bahas di luar mazhab Syafi’i lho ya.
3. Ada lagi sebagian masyarakat yang mengangkat tangan ketika mahallul qiyam. Mahallul qiyam adalah berdiri untuk menghormati Nabi dengan bacaan shalawat. Biasanya membaca “Ya Nabi salam alaika, ya Rasul salam alaika.. dst.” Dalam mahallul qiyam itu tujuannya hormat kepada Nabi, tidak berdoa. Jadi tidak perlu mengangkat tangan seperti orang berdoa. Berdiri itu sudah cukup, yang sebelum itu duduk. Ini sesuai dengan hadis Nabi:
عَنْ أَبِي سَعِيْدٍ الْخُذْرِيّ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِلْأَنْصَارِ: قُوْمُوْا إلَى سَيِّدِكُمْ أوْ خَيْرِكُمْ. رواه مسلم
Dari Abi Said Al-Khudri, beliau berkata, Rasulullah SAW bersabda kepada para sahabat Ansor, ”Berdirilah kalian untuk tuan kalian atau orang yang paling baik di antara kalian.” (HR. Muslim)
Berdiri untuk menghormat kepada tuan atau orang baik saja bagus dilakukan, apalagi berdiri hormat kepada makhluk yang terbaik, Nabi Muhammad, pasti lebih layak. Jadi, berdiri itu sudah tujuan. Tidak perlu angkat tangan layaknya berdoa. Bahkan ketika santri berdiri untuk menghormati kiai yang sedang lewat, tak akan berani mengangkat tangannya, berdiri merunduk dan tangannya dikempit ke bawah. (Apa ya bahasa Indonesianya “kempit”).
4. Ketika khatib Jumat sudah naik mimbar dan jamaah ada yang baru datang (bukan cuma “ada”, tapi banyak yang belum datang). Maka sebenarnya ketika itu sudah stop, tidak ada salat sunah atau wajib, kecuali salat Tahiyatul Masjid bagi orang yang baru masuk masjid. Bahkan dalam kitab Qalyubi wa Umairah, disebut haram salat ketika khatib sedang khutbah dan salatnya tidak sah, selain tahiyatul masjid. Bahkan, Imam Malik mengharamkan salat tahiyatul masjid ketika ada khutbah.
Kalaupun ada yang ingin salat Tahiyatul Masjid, inipun harus dilakukan dengan cepat, artinya yang wajib-wajib saja. Misalnya tidak usah baca surat setelah al-Fatihah dan lain-lain. Lha di masyarakat kita ini aneh, ada yang datangnya di akhir khutbah kedua, malah salat sunahnya lama sekali. Ketika ia salam dari salat sunnahnya itu, muazin pas iqamat. Hehe.
5. Kita sebagai orang Islam tentu pernah melaksanakan salat Idulfitri atau Iduladha. Cuma ada yang di masjid, mushalla, lapangan, halaman sekolah dan lain-lain. Kami tidak ingin bahas tempatnya. Terserah, yang penting ikut salat. Hehe. Kami sendiri pernah salat id di berbagai tempat.
Sekarang begini, ketika kita salat sunnah sebelum salat id, salat apakah itu? Yang salat di masjid gampang saja jawabnya, salat tahiyatul masjid. Coba perhatikan waktu pelaksanaan salat id, umumnya sekitar pukul 06.00 sudah mulai, ada juga yang lebih. Hingga sekitar pukul 06.30, yang terakhir ini kelihatannya tidak banyak. Jam-jam tersebut belum masuk waktunya salat Dluha, terutama yang pelaksanaan salat id pukul 06.00. Sedangkan waktu setelah salat subuh hingga waktu Dluha itu waktu yang diharamkan melakukan salat yang tidak punya sebab. Salat yang punya sebab itu apa contohnya? salat tahiyatul masjid, salat gerhana dan lainnya.
Pertanyaannya, bagaimana jika pelaksanaan salat idnya tidak di masjid, kemudian ada yang melakukan salat sunnah sebelum mulai salat id? Shalat apakah itu? Mana ada salat tahiyatul mushalla atau tahiyatul maidan? Dan parahnya, salat yang dikira sunnah itu malah haram hukumnya. Kalau misalnya pelaksanaan salat id-nya di waktu Dluha (sekitar pukul 06.30 atau lebih), kemudian ada yang melaksanakan salat Dluha dulu sebelum salat id, itupun hukumnya makruh.
Di antara dasarnya yaitu hadis yang riwayatkan oleh Ibnu Abbas RA., dia berkata;
أن النبي صلى الله عليه وسلم لم يتطوع قبل العيدين
“Sesungguhnya Nabi Saw tidak melakukan salat sunnah sebelum salat Idulfitri dan salat Iduladha.”
Ada juga riwayat dari Abi Said RA. ia berkata:
كان النبي صلى الله عليه وسلم لا يصلي قبل العيد شيئا، … الحديث.
“Nabi SAW. tidak melakukan salat apapun sebelum salat id,… al hadis.”
***
Jadi intinya amaliah-amaliah yang kita lakukan itu harus dipahami dan tidak bisa digebyah-uyah, disama-ratakan semua. Salat itu pada dasarnya amal yang utama, tapi tidak mesti salat itu bagus, karena ada waktu yang dilarang untuk salat. Seperti halnya puasa juga baik, tapi kalau di hari Tasyriq ya tidak boleh. Baca basmalah itu baik, tapi ada tempatnya. Mengusap wajah setelah berdoa itu baik, tapi ketika qunut malah tidak dianjurkan. Begitu seterusnya.
Wallahu a’lam. [HW]