Idealitas Amalan Sunnah di Masa Rasulullah

Pada dasarnya Rasulullah SAW adalah teladan dalam ranah pengamalan. Mengenai keteladanan Rasulullah SAW tersebut, Al-Quran menegaskan “sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) orang-orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan ) hari kiamat, dan yang banyak mengingat Allah” (Q.S.Al-Ahzab [33] :21). Aisyah ra mengatakan, ketika ditanya Anas bin Malik tentang akhlak Rasulullah SAW, “Akhlak Rasulullah adalah Al-Quran”. Lalu, bagaimana dengan pengamalan amalan Sunnah-sunnah Rasulullah.

Sadar akan fungsinya sebagai tauladan, maka Rasulullah SAW hidup menyatu dengan para sahabatnya, dekat dan akrab dengan mereka. Sebab, hanya dengan kedekatan seperti itulah seorang teladan dapat dicontoh oleh orang-orang yang harus meneladaninya. Termasuk, amalan-amalan sunnah yang dilakukan oleh Rasulullah SAW sendiri. Suatu anugerah tersendiri bagi para sahabat ketika mereka ditakdirkan menjadi orang-orang yang hidup bersama Rasulullah SAW. Cara peneladanan yang dilakukan yakni menyatu dengan para sahabatnya . Hal ini menyebabkan para sahabat dapat melihat dari dekat sosok teladannya, dapat bertanya dan melihat gerak-geriknya, bentuk tubuhnya, cara berjalan dan berbicaranya, keadaan rumah tangganya, serta cara beribadahnya. Dengan kata lain “Totalitas kehidupan sehari-hari Rasulullah SAW”. Begitu idealnya islam dimasa Rasulullah SAW .

Dilihat dari totalitas kehidupan Rasulullah itulah , ada banyak kebiasaan Nabi SAW dalam kesehariannya, salah satunya mengenai pengamalan sunnah. Sebagai khalifah fil-Ardli adakalanya sebagai muslim mengamalkan dan meneladani kehidupan beliau. Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa yang menghidupkan sunnahku, berarti ia mencintaiku, dan barangsiapa mencintaiku, maka ia bersamaku di surga“. Ittiba’ dan meneladani Rasulullah SAW dengan rasa cinta, sudah menjadi suatu keharusan dan kewajiban bagi setiap kaum beriman. Betapa tidak, salah satu syarat diterimanya amal ibadah adalah dengan ittiba’ kepada Rasulullah SAW.

Baca Juga:  Orang Tua Nabi Masuk Neraka

Ada 2 tingkatan kecintaan kepada Rasulullah menurut Imam Ibnu Rajab Al-Hanbali, yang berarti dengan menyempurnakan 2 tingkatan ini kita akan memiliki kecintaan yang sempurna kepada sunnah Rasulullah SAW serta sebagai wujud kesempurnaan iman dalam diri. Pertama, Tingkatan yang fardhu (wajib), yaitu kecintaan kepada Rasulullah SAW yang mengandung konsekuensi menerima dan mengambil semua petunjuk yang dibawa oleh beliau dari sisi Allah SWT dengan penuh rasa cinta, ridha, hormat dan patuh, serta tidak mencari petunjuk dari selain jalan (sunnah) beliau secara utuh. Kemudian mengikuti dengan baik agama yang beliau sampaikan dari Allah dengan membenarkan semua berita yang beliau sampaikan. Mentaati semua kewajiban yang beliau perintahkan.

Kedua, tingkatan fadhl (keutamaan/kemuliaan), yaitu kecintaan kepada Rasulullah yang mengandung konsekuensi meneladani beliau dengan baik, mengikuti sunnah beliau dengan benar dalam tingkah laku, adab (etika), ibadah-ibadah sunnah (anjuran), cara makan minum, berpakaian, pergaulan yang baik serta semua adab beliau yang sempurna dan akhlak yang suci.

Amaliah sunnah yang Rasulullah lakukan semasa hidupnya dalam kehidupan sehari-hari antara lain: bangun lebih awal yaitu sebelum waktu shubuh tiba, tersenyum dilakukan setiap saat dengan memberikan senyuman terhadap saudara sesama muslim dengan wajah yang ceria, menggunakan siwak (salah satu benda yang tidak pernah tertinggal dan selalu dibawa Rasulullah kemanapun beliau pergi), bertutur kata dengan baik atau lebih memilih diam jika tidak bisa berkata baik, tidur menghadap kiblat, makan dan minum sambil duduk dan selalu membaca doa, mengucap salam ketika masuk rumah dengan tujuan agar setan terusik dan meninggalkan rumah sehingga suasana rumah akan jauh lebih tenang dan nyaman.

Semua itu dapat dilakukan dengan mengamalkan sunnah Rasulullah SAW selama 24 jam dalam sehari. Artinya segala bentuk aktivitas dan segala bentuk perilaku kita seyogyanya senantiasa mengacu kepada Rasulullah. Tentu hal tersebut sangat membutuhkan pemahaman terhadap sunnah rasulullah SAW secara baik dan bijak. Hal ini dapat kita lakukan dimulai dari diri kita sendiri kemudian dilingkungan keluarga, yakni menghidupkan amalan sunnah dirumah dengan cara da’wah ilaLlah, da’wah bil hal, ta’lim wa ta’alum, ibadah dan zikir, serta khidmah atau pelayanan di lingkungan tempat tinggal kita sampai dengan ruang lingkup yang luas lagi. [HW]

Zainal Aripin
Mahasiswa Aktif Prodi Aqidah dan Filsafat Islam Fak. Ushuluddin dan Humaniora UIN Walisongo Semarang

    Rekomendasi

    1 Comment

    1. […] intinya amaliah-amaliah yang kita lakukan itu harus dipahami dan tidak bisa digebyah-uyah, disama-ratakan semua. Salat itu […]

    Tinggalkan Komentar

    More in Opini