Indonesia dengan keanekaragaman budaya, agama, suku, bahasa yang dimilikinya menunjukkan sebagai salah satu bangsa yang memiliki masyarakat multikultural. Keanekaragaman menjadi rahmat tersendiri jika dikelola dengan baik, menjadi keunikan dan kekuatan, isu multikulturalisme muncul sebagai perekat baru kesatuan bangsa sebagai alternatif dalam isu-isu politik kebudayaan dan demokrasi yang diwujudkan sebagai otonomi daerah
Multikulturalisme muncul dari kesadaran bahwa desentralisasi menimbulkan efek yang kontra produktif apabila dilihat dari perspektif kesatuan dan integrasi nasional suatu bangsa besar karena hal ini akan menyebabkan perpecahan, disintegrasi bangsa dan etnosentrisme karena beraneka ragamnya suku bangsa, untuk melawan efek kontra produktif tersebut diperlukan kekuatan pengikat keanekaragaman itu adalah politik sentralisasi yang berpusat pada kekuasaan pemerintah yang otoritarian,
Politik dalam pandangan multikulturalisme bukanlah alat untuk mengekang atau menindas kelompok-kelompok minoritas, tetapi sebagai sarana untuk membangun jembatan antara berbagai komunitas. Karena politik dalam pandangan multikultural memiliki peran sebagai sarana dalam menekankan pentingnya pengakuan terhadap hak-hak setiap individu, terlepas dari latar belakang budaya atau agama mereka. Karena setiap orang memiliki hak yang setara dalam pengambilan keputusan politik, serta terjamin kebebasan beragama, berpendapat, dan berbudaya untuk semua warga negara.
Politik Identitas sebagai Faktor Disintegrasi bangsa
Politik merupakan segala urusan mengenai pemerintahan dalam suatu negara, hak politik diaktualisasikan dalam bentuk partisipasi politik dan perilaku politik yang dijamin oleh Negara, partisipasi politik dilakukan dengan cara interaksi antara pemerintah dan masyarakat, antar lembaga pemerintahan, antar kelompok dan individu dalam rangka pembuatan, pelaksanaan dan penegakan keputusan politik,
Untuk menuju politik yang ideal dalam perjalanannya diperlukan waktu dan proses yang tidak mudah, sehingga terkadang nampak adanya dinamika antara pihak yang memerintah, saling mempengaruhi antar pihak-pihak yang memiliki kepentingan sehingga perilaku politik bergeser maknanya mengarah pada upaya untuk mempengaruhi dan mendudukkan wakil-wakil rakyat dalam lembaga pemerintahan.
Dalam pandangan Politik identitas, politik dijadikan alat yang digunakan oleh sebuah kelompok untuk mencapai tujuan tertentu. identitas yang dimaksud ini terkadang mengacu pada ciri khas seperti suku, budaya, agama, etnis, dan kesamaan-kesamaan lainnya, sehingga kelompok-kelompok ini memanfaatkan perbedaan asumsi tubuh, politik etnis, primordialisme, perbedaan agama, bahasa, dan lain-lain, yang dapat memicu konflik antar-kelompok seperti agama yang dimanfaatkan oleh politik sebagai simbol untuk mendapatkan dukungan.
Melihat realitas politik identitas ini maka diperlukan langkah-langkah untuk memahami dan mengelola politik identitas dengan bijaksana, salah satunya dengan menerapkan sikap toleransi dalam masyarakat yang majemuk supaya tidak merusak harmoni dan keragaman di Masyarakat serta memperkuat penghargaan terhadap keberagaman budaya, agama, dan etnis. Ketika kita menghormati identitas orang lain, kita memperkuat kerukunan dan harmoni di masyarakat.
Toleransi Dalam Kemajemukan Masyarakat
Toleransi merupakan sikap untuk memberikan hak sepenuhnya kepada orang lain agar menyampaikan pendapatnya, sekalipun pendapatnya salah dan berbeda. Toleransi juga dapat diartikan sebagai sikap menghargai, pendirian-pendapat pandangan, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan yang berbeda maupun bertentangan dengan pendirian sendiri.
Dalam Masyarakat majemuk, toleransi adalah kunci untuk memastikan keharmonisan dan kerukunan di tengah perbedaan yang ada, serta menciptakan kesadaran bagi masyarakat untuk hidup berdampingan dengan nyaman dan mengentaskan konflik antarbudaya lewat pemahaman dan pengayaan terhadap keberagaman budaya, tradisi, dan kepercayaan yang berbeda sehingga memunculkan kesadaran untuk membangun masyarakat yang inklusif dan menghargai keberagaman.
Dari pandangan multikulturalisme kita bisa melihat bahwa perbedaan dan keberagaman mengenai pandangan dan pemilihan politik bukanlah sebuah masalah yang perlu dibesar-besarkan, adanya perbedaan dalam politik diperlukan untuk saling mengisi kekurangan antar satu dengan yang lain sebagai jembatan penghubung dua sisi, bukan sebagai tembok penghalang dalam membatasi dalam kebebasan berpendapat dengan mendiskriminasi pendapat yang lain. []