Cuaca hangat menyapa saya ketika tiba di Raden Inten II International Airport Lampung, ini adalah kali kedua saya mengunjungi lampung setelah 7 tahun, mpun mendarat gus? Adalah pesan pertama kali masuk di HP saya, pesan tersebut dari Gus Rofiq Hudawi (putera mantu dari kiai Ismail yang sekarang diamanahi menjadi ketua yayasan al-Ismailiyun Lampung).

Mobil avansa putih menjemput saya di titik penjemputan bandara Raden Intan terlihat gus rofiq beserta pak supirnya, monggo gus setelah salaman mobil melaju dengan kecepatan 80km/jam, saya menikmati perjalanan setelah 40 menit saya disambut dengan pintu gerbang yang dijaga seorang security dengan tulisan Selamat datang di PP al Ismailiyun.

Pesantren yang berdiri di lahan 5 hektar ini berdiri tahun 2004 di desa Suka Damai Natar Lampung Selatan, atas Isyarat Gus Maksum Lirboyo pondok ini berdiri, Kiai Ismail adalah salah satu santri kesayangan Gus Maksum ketika masih di Lirboyo, pengasuh pondok pesantren al Ismailiyun ini dulu memang ikut di mondok dan ikut di dhalem gus maksum selama 8 tahun.

Pesantren ini di bawah Yayasan Pendidikan dan Pondok Pesantren Al Ismailiyun yang didirikan oleh Dr. KH Ismail Marzuki, MM, M.Si. dan Nyai Hj. Hindun Hasanah.SE Yayasan ini memayungi beberapa lembaga antara lain, Pondok Pesantren al Ismailiyun, PAUD, SMP BP (Berbasis Pesantren) al Ismailiyun, SMA Plus al Ismailiyun, dan Sekolah Tinggi Ekonomi Bisnis Islam al Ismailiyun (STEBIS).

Dr. KH Ismail Marzuki, MM., M.Si & Nyai Hj. Hindun Hasanah SE. (Pengasuh PP al Ismailiyun Lampung Selatan)

Pondok ini berdiri berawal ketika banyak masyarakat di sekitar Lampung Selatan yang meminta doa kepada kiai Ismail baik ketika sakit, atau meminta doa-doa sesuai dengan hajat hidupnya, terkadang ada pula yang minta doa untuk kelancaran bisnis dan karirnya, menolong dan melayani masyarakat adalah prinsip dari Kiai Ismail.

Baca Juga:  Menciptakan Budaya Menanam dari Pesantren

Setelah matahari terbenam, adzan magrib berkumandang, saya mendengar suara yang merdu dari masjid di Pesantren al-Ismailyun dan sepertinya suara bacaan Alqurannya bukan fasohah orang Indonesia, benar dugaan saya, bacaan tadi ternyata bacaan dari Syaikh Aiman salah satu ustad PP al Ismailiyun dari Universitas al Azhar Mesir. Suara ngaji mulai ramai ternyata bakda isya adalah waktu santri PP al-Ismailiyun untuk belajar ilmu agama (diniyyah), di pertegahan malam saya minta diantar ziarah ke makam pendiri pesantren (kiai Ismail) setelah berziarah dan masih di atas pusara Kiai Ismail gus Rofiq Hudawi menceritakan Manaqib Kiai Ismail mulai dari kisah perjuangan dalam mencari ilmu, riyadhoh yang ditempuhnya, serta karomah-karomahnya.

Salah satu cerita yang menurut saya sangat menginspirasi adalah bagaimana ketekunan kiai Ismail dalam berriyadhoh dan mencari ilmu sampai ke jenjang pendidikan tertinggi (doktor), beliau menyelesaikan S3 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pulang pergi sambil menjadi pengasuh di pesantren di lampung selama 6 tahun, bahkan Kiai Ismail sering ikut menginap di basement parkiran kampus hanya untuk sekedar menghilangkan rasa capek perjalanan Jakarta-Lampung setiap kuliah.

Riyadhoh yang lain dari kiai Ismail adalah berpuasa dan bertariqah (Qadiriyah wa Naqsabandiyah), beliau pernah puasa mulai dari muteh, nyireh, pati geni, ngerowot, dalail quran, dalail khoirot dst. Selain puasa-puasa tersebut kiai Ismail juga tabarukan dengan Gus Maksum (Pendiri Pagar Nusa NU), bahkan Gus Rofiq bercerita Gus Ma’sum belum mau makan kalau tidak disiapkan oleh Kiai Ismail, pernah suatu ketika Gus Maksum kehilangan ikan peliharaan di kolamnya karena hujan lalu memerintahkan Kiai Ismail untuk mencarinya, karena ta’dzim kepada gurunya Kiai Ismail bergegas ke Dinas Pengairan Kota Kediri untuk menutup pintu sungai yang tersambung dengan kolam Gus Maksum, atas izin Allah Kiai Ismail menemukan ikan kiainya tersebut.

Baca Juga:  Kaum Bersarung di Tengah Arus Modernitas

Dari cerita tersebut di atas saya teringat perkataan dari Sayyid Muhammad al Hasni al Maliki “Melekatnya Ilmu dapat diperoleh dengan membaca, keberkahannya dengan berkhidmah sedangkan manfaatnya dapat diperoleh dari restu dari sang guru” untuk mendapatkan restu sang guru dan mulianya akhlakul karimah, Kiai Ismail rela melakukan segala cara untuk menemukan ikan kiainya yang hilang dari kolam. untuk Gus Maksum Lirboyo, Kiai Ismail dan guru-guru kita mari kita hantarkan alfatihah…
Wallahu a’lam.

Abdulloh Hamid
Co-Founder Pesantren.id, founder Dunia Santri Community, dosen UIN Sunan Ampel Surabaya, aktif di pengurus pusat asosiasi pesantren NU (RMI PBNU)

Rekomendasi

1 Comment

  1. […] “Akhlak adalah sifat yang tertanam kuat di dalam jiwa manusia, yang dari sifat tersebut timbullah gerak-gerik lahiriah dengan mudah, tanpa memerlukan pertimbangan pemikiran terlebih dahulu.” […]

Tinggalkan Komentar

More in Pesantren