Kesulitan Hidup, Pastilah Ada Jalan Keluarnya

Berbicara mengenai permasalahan kesulitan hidup, sudah barang tentu hampir selalu bersangkutan mengiringi perjalanan hidup setiap manusia di muka bumi ini. Tentu, walaupun kadar kesulitannya sangat beragam dan tidak semuanya sama. Terlebih-lebih dengan adanya penyebaran wabah virus covid-19 yang terjadi seperti sekarang ini, segala lini aspek kehidupan juga terkena dampaknya. Tatanan kehidupan manusia turut berubah drastis tatanan sosial hingga ekonomi menjadi sebuah masalah baru yang menjadi tugas kita bersama. Maka dari itu, kita berlomba-lomba untuk mengurangi dan mencegah penyebaran virus covid-19 dengan menaati segala protokol kesehatan dan menyukseskan vaksinasi untuk menjaga kekebalan tubuh.

Dengan adanya pandemic virus covid-19, banyak orang yang terpukul dengan perubahan yang datang secara mendadak ini. Selain bertahan agar tidak terpapar virus corona, banyak pula yang juga harus bertahan di tengah keterpurukan ekonomi. Beban hidup pun semakin makin berat. Disaat kesullitan hidup yang menghadang, kita harus tetaplah kuat karena nantinya virus covid-19 akan berlalu. Tugas kita sebagai santri dan para ulama harus terus menerus memperkuat imun dan iman serta melakukan hal-hal yang bisa memotivasi untuk memiliki optimisme dan menjaga nyala asa dalam jiwa raga kita.

Dalam agama Islam, ayat yang menerangkan mengenai kesulitan hidup tertuang dalam QS. Ali ‘Imran: 26–27, Allah SWT berfirman:

قُلِ اللهم مٰلِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِى الْمُلْكَ مَنْ تَشَاۤءُ وَتَنْزِعُ الْمُلْكَ مِمَّنْ تَشَاۤءُۖ وَتُعِزُّ مَنْ تَشَاۤءُ وَتُذِلُّ مَنْ تَشَاۤءُ ۗ بِيَدِكَ الْخَيْرُ ۗ اِنَّكَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ(26)

تُوْلِجُ الَّيْلَ فِى النَّهَارِ وَتُوْلِجُ النَّهَارَ فِى الَّيْلِ وَتُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَتُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ وَتَرْزُقُ مَنْ تَشَاۤءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ(27)

Artinya: ‘’Katakanlah (Muhammad), “Wahai Tuhan pemilik kekuasaan, Engkau berikan kekuasaan kepada siapa pun yang Engkau kehendaki, dan Engkau cabut kekuasaan dari siapa pun yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan siapa pun yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan siapa pun yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sungguh, Engkau Maha kuasa atas segala sesuatu.’’

Baca Juga:  Saat Kritis: Belajarlah kepada Nabi Yusuf AS

‘’Engkau masukkan malam ke dalam siang dan Engkau masukkan siang ke dalam malam. Dan Engkau keluarkan yang hidup dari yang mati dan Engkau keluarkan yang mati dari yang hidup. Dan Engkau berikan rezeki kepada siapa yang Engkau kehendaki tanpa perhitungan.’’

(QS. Ali ‘Imran: 26–27)

Mengutip dari tafsir kemenag Republik Indonesia, dalam ayat 26 surat Ali ‘Imran; Allah SWT menyuruh Nabi Muhammad SAW untuk menyatakan bahwa Allah SWT Yang Mahasuci yang mempunyai kekuasaan tertinggi dan Mahabijaksana dengan tindakan-Nya yang sempurna di dalam menyusun, mengurus, dan merampungkan segala perkara dan yang menegakkan neraca undang-undang di alam ini. Maka Allah SWT yang memberikan urusan pemerintahan kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya. Ada kalanya Allah SWT memberikan kekuasaan itu bersamaan dengan pangkat kenabian seperti keluarga Ibrahim, dan ada kalanya hanya memberikan kekuasaan memerintah saja menurut hukum kemasyarakatan yaitu dengan mengatur kabilah-kabilah dan bangsa-bangsa. Allah SWT juga yang mencabut kekuasaan dari orang-orang yang Dia kehendaki, disebabkan mereka berpaling dari jalan yang lurus, yaitu jalan yang dapat memelihara kekuasaan karena meninggalkan keadilan dan berlaku curang dalam pemerintahan. Demikianlah hal itu telah berlaku pula terhadap Bani Israil dan bangsa lain disebabkan kezaliman dan kerusakan budi mereka. Allah SWT juga memberi kekuasaan kepada orang yang Dia kehendaki, dan menghinakan orang yang Dia kehendaki. Orang yang diberi kekuasaan ialah orang yang didengar tutur katanya, banyak penolongnya, mempengaruhi jiwa manusia dengan wibawa dan ilmunya, mempunyai keluasan rezeki dan berbuat baik kepada segenap manusia.

Adapun orang yang mendapat kehinaan, ialah orang yang rendah akhlaknya, merasa lemah semangat membela kehormatan, tidak mampu mengusir musuhnya yang menyerbu dan tidak mampu mempersatukan pengikutnya. Padahal tidak ada satu kemuliaan pun dapat dicapai tanpa persatuan untuk menegakkan kebenaran dan menentang kezaliman. Apabila masyarakat telah bersatu dan berjalan menurut sunatullah, berarti mereka telah menyiapkan segala sesuatu untuk menghadapi segala kemungkinan. Banyak sedikitnya bilangan suatu umat tidaklah menjamin untuk dapat mewujudkan kekuasaan dan menghimpun kekuatan. Orang musyrik Mekah, orang Yahudi dan orang munafik Arab telah tertipu oleh banyaknya pengikut dibanding dengan pengikut Rasulullah saw, padahal yang demikian itu tidak mendatangkan faedah bagi mereka sedikit pun. Sebagaimana firman Allah SWT: Mereka berkata, “Sungguh, jika kita kembali ke Madinah (kembali dari perang Bani Mustalik), pastilah orang yang kuat akan mengusir orang-orang yang lemah dari sana.” Padahal kekuatan itu hanyalah bagi Allah, Rasul-Nya dan bagi orang-orang mukmin, tetapi orang-orang munafik itu tidak mengetahui. (al-Munafiqun/63: 8) Fakta-fakta sejarah menjadi bukti bahwa jumlah yang banyak saja tidaklah menunjukkan kekuatan. Lihatlah bangsa-bangsa Timur, mereka berjumlah banyak tetapi dapat dikuasai oleh bangsa-bangsa Barat yang berjumlah lebih sedikit, disebabkan merajalelanya kebodohan dan permusuhan, atau perpecahan yang terjadi di antara sesama mereka. Dalam ayat ini diterangkan pula bahwa segala kebajikan terletak di tangan-Nya baik kenabian, kekuasaan atau pun kekayaan. Ini menunjukkan bahwa Allah sendirilah yang memberikannya menurut kemauan-Nya. Tidak ada seorang pun yang memiliki kebajikan selain Allah. Dalam ayat ini hanya disebutkan kebajikan saja. Sebenarnya segala yang buruk dan jahat juga ada di bawah kekuasaan Allah SWT. Hal ini dipahami dari pernyataan Allah SWT bahwa Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. Dalam ayat ini disebutkan kebajikan saja karena disesuaikan dengan keadaan. Keadaan yang mendorong orang-orang kafir menentang dan meremehkan dakwah Nabi Muhammad SAW ialah kemiskinan beliau, kelemahan pengikut-pengikutnya serta kecilnya bilangan mereka.

Baca Juga:  Menjadi Tuhan

Oleh sebab itu Allah SWT menyuruh Nabi untuk berlindung kepada yang memiliki segala kerajaan. Yang ditangan-Nya segala kekuasaan dan kemuliaan. Allah SWT mengingatkan Rasulullah bahwa seluruh kebaikan dan kekayaan ada ditangan-Nya. Maka tidak ada yang dapat menghalangi-Nya apabila Allah memberikan kemiskinan dan kekayaan kepada Nabi-Nya atau kepada orang-orang mukmin yang dikehendaki-Nya, sebagaimana diterangkan oleh Allah dalam firman-Nya: Dan Kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas di bumi (Mesir) itu, dan hendak menjadikan mereka pemimpin dan menjadikan mereka orang-orang yang mewarisi (bumi). (al-Qasas/28: 5)

Pada Ayat 27 surat Ali ‘Imran juga merupakan bukti kekuasaan Allah yang lain. Engkau masukkan malam ke dalam siang sehingga siang menjadi lebih panjang daripada malam, dan Engkau masukkan siang ke dalam malam sehingga malam lebih panjang daripada siang. Dan Engkau keluarkan yang hidup dari yang mati seperti ayam dari telur, tumbuh-tumbuhan dari biji-bijian, dan Engkau keluarkan yang mati dari yang hidup seperti keluarnya telur dari ayam dan biji-bijian. Inilah siklus kehidupan yang Engkau atur sedemikian rupa sesuai dengan kekuasaan-Mu. Dan dengan kekuasaanMu juga, Engkau berikan rezeki kepada siapa yang Engkau kehendaki baik yang taat maupun yang tidak taat, baik yang mukmin maupun yang kafir, tanpa perhitungan. Jika demikian, maka tidak seorang pun yang mampu mempertanyakan karunia yang diberikan kepada siapa pun, baik berupa kekuasaan, kekayaan, kemudahan mencari rezeki, dan lain-lain.

Artikel sederhana ini, saya akhiri dengan quote yang menginspirasi, dengan harapan bahwa dari kesulitan akan datanglah sebuah kemudahan.

“Tetaplah tegar dan tenang menghadapi suatu masalah dan selesaikan masalah dengan solusi! walau banyak desakan yang muncul secara berdatangan.”

Dengan sikap tegar dan tenang setiap masalah yang dihadapi akan bisa dengan mudah terselesaikan dengan baik tanpa menimbulkan masalah baru yang datang silih berganti, namun jika menyelesaikan masalah atau menghadapi kesulitan dengan menaruhkan rasa amarah maka yang ada masalah itu semakin datang dan tak kunjung selesai. Dengan manajemen bijaksana yang ada dalam diri coba dimaksimalkan untuk memperbaiki sebuah tatanan hidup yang masih perlu sedikit demi sedikit kita perbaiki. Tidak cukup kalau hanya berpangku tangan tanpa berusaha menghadapi sulitnya hidup, akan tetapi kerahkan semua hal potensi yang kita miliki untuk bisa mendobrak segala hal yang menghadang kita untuk menaklukan kesulitan hidup. []

Baca Juga:  Hikmah Iduladha

(Wallahu A’lam Bis Shawwab)

A’isy Hanif Firdaus
Anggota Gusdurian UIN Walisongo Anggota Relawan lindungihutan.com Semarang Anggota Pelita Semarang

Rekomendasi

Tinggalkan Komentar

More in Opini