Semua orang pasti pernah melakukan kesalahan. Entah salah yang tidak merugikan oranga lain, ataupun yang dapat memberikan kerugian pada lian.
Dalam menyikapi kesalahan, orang bisa memiliki tanggapan yang beragam. Ada yang mau dengan gagah berani mengakui kesalahannya, ada pula yang bersikeras tidak mau mengakui kesalahannya.
Sikap yang terakhir persis diabadikan oleh lirik lagu suket teki, “wong salah ora gelem ngaku salah“. Ini bisa dimaklumi, sebab pada dasarnya orang menganggap kebenaran itu baik, maka ketika ia mengakui kesalahannya sama dengan ia sedang mengakui bahwa ia bukanlah orang yang baik.
Namun jujur, berurusan dengan orang-orang yang tidak mau mengakui kesalahannya terasa begitu sangat menyebalkan. Karena kita direpotkan dua kali, pertama, harus berurusan dengan kesalahannya. Yang kedua, harus membuktikan bahwa ia salah.
Sebab, jika seseorang bisa lolos dari tuduhan kesalahan yang sebenarnya ia lakukan, maka ia bisa lolos pula dari tanggung jawab. Pada akhirnya hanya akan merepotkan orang-orang yang berurusan dengannya.
Potret menyebalkan orang yang “licin” ini juga pernah dipotret oleh Al-Qur’an. Misal dalam ayat 11-12 surat Al-Baqarah, Al-Ibris menjelaskan bahwa orang munafik itu jika diingatkan agar tidak membuat kacau dan kerusakan.
Bukannya sadar, mereka malah berkelit, dan mengaku bahwa apa yang dia lakukan adalah hal yang baik. Padahal, mereka memang benar-benar telah berbuat kacau hanya saja mereka tidak merasa salah.
Dari situ, perilaku tidak mau dianggap salah bukanlah hal yang baru, dan ada di berbagai penjuru dunia. Perilaku ini pun juga selalu menyebalkan, karena idealnya orang salah harus mengakui kesalahannya. Tapi sayang, dunia ini adalah realita bukan ideal. []