Ulama

Patriotisme Ulama Nusantara

Dulu, di Mekkah ada lembaga pendidikan favorit yang bernama Madrasah Shaulatiyah yang didirikan sekitar tahun 1875. Banyak ulama nusantara jebolan lembaga tersebut, beberapa diantaranya adalah Hadratusy Syeikh K.H. Hasyim Asy’ari pendiri Nahdlatul Ulama, K.H. A. Dahlan (pendiri Muhammadiyah), Syeikh Mustafa Husein Purba (pendiri Pesantren Mustafawiyah, Tapanuli Selatan), K.H. M. Zainuddin Abdul Majid (pendiri Nadhlatul Wathan, NTB), juga ada Syeikh Yasin bin Isa Al Fadani, salah satu ulama top Nusantara asal Padang, Sumatera Barat.

Selain itu, ada juga Syeikh Muhammad Zainudin Bawean, ulama asal Pula Bawean, Gresik, Jawa Timur. Salah satu murid Syeikh Zainudin Bawean yang memiliki pengaruh cukup besar di Nusantara adalah Syeikh Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliki yang muridnya begitu banyak yang berasal dari Indonesia.

Suatu ketika, di Madrasah Shaulatiyah ada seorang guru dari Arab yang kurang beradab. Ia menghina bahasa Melayu dan menyebut orang Nusantara bodoh, sehingga gampang dijajah oleh Belanda. Sontak saja, para murid dari Indonesia pun tersinggung, marah, dan mengecam perilaku guru tersebut.

Saat itulah, semangat patriotisme dari orang-orang Indonesia untuk membela kebangsaan tanah airnya muncul. Termasuk di antara mereka adalah Syeikh Muhammad Zainudin Bawean yang saat itu usianya baru menjelang 20 tahun.

Sikap tidak terimanya para murid-murid dari Indonesia itu menjadikan para Ulama Nusantara yang di Mekkah saat itu berkumpul sepakat mendirikan madrasah sendiri dan meninggalkan Madrasah Shaulatiyah pada 1934. Nama madrasah itu adalah Madrasah Darul Ulum yang memiliki karakter khas Nusantara.

Pimpinan pertamanya adalah Syeikh Muhsin al Musawwa. Kemudian Syeikh Yasin Isa al-Fadani juga pernah menjadi pimpinan atau rektor di madrasah ini. Sejak saat itu, Madrasah Darul Ulum menjadi kiblat baru pelajar Indonesia untuk studi dan menuntut ilmu di Mekkah. Begitu kira-kira sedikit ulasan dari buku Islam Nusantara karya Kiai Ahmad Baso jilid 1.

Baca Juga:  Ketika Halal-Haram Bercampur

Semangat patriotisme Ulama Nusantara juga dipraktekkan oleh K.H. Hasyim Asy’ari. Tepatnya pada 21 dan 22 Oktober 1945, saat pengurus NU se-Jawa dan Madura menggelar pertemuan di Surabaya, untuk menyatakan sikap setelah mendengar tentara Belanda berupaya kembali menguasai Indonesia dengan membonceng Sekutu.

Akhirnya, KH Hasyim Asy’ari menyerukan sebuah deklarasi “Resolusi Jihad”. Pada 22 Oktober 1945, KH Hasyim Asy’ari menyerukan imbauan kepada para santri untuk berjuang demi Tanah Air. Dan demi mempertahankan kedaulatan bangsa Indonesia.

Spirit patriotisme para Ulama Nusantara tentang kedaulatan dan martabat bangsa, mungkin tepat untuk ditiru oleh pemerintah Indonesia saat ini, ketika China mengakui secara sepihak perairan Natuna sebagai wilayah China.

Tahukan maksudnya?

Slamet Tuharie
Alumni Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan Aktif menulis di blog pribadi kangslamet.com.

Rekomendasi

Tinggalkan Komentar

More in Ulama