Sejak 1 Juli 2020 kita mengenal istilah new normal seperti yang didengungkan oleh Presiden Jokowi pasca pandemi Covid-19 yang belum juga usai. Salah satu kebijakan yang diambil untuk membuat rakyat tetap bisa berjalan secara ekonomi dan aktivitas di masyarakat bisa sedikit bergeliat kembali, namun tetap melihat kondisi dan situasi yang dengan aturan dan protokoler kesehatan yang telah diatur.
Era new normal bukanlah kembali kepada kenormalan seperti sediakala sebelum wabah corona meluluh lantahkan se-dunia, akan tetap menjalankan kehidupan dengan protokoler kesehatan (protkes) untuk mengantisipasi dan berhati-hati dalam menjalankan aktivitas sehari-hari. Momentum new normal harus kita sambut dengan semangat untuk bangkit daripada keterpurukan di berbagai sektor kehidupan, dengan tidak meninggalkan apa yang sudah menjadi bagian dari kehidupan kita, yaitu kuatnya iman kepada sang pencipta dan penguasa jagat dengan diiringi rasa kecintaan kepada sang kekasih semesta alam, Allah SWT dan Rasulullah SAW.
New normal kita sambut dengan terus bersyukur atas nikmat yang tak pernah henti, saatnya bangkit dari tempat tidur, saatnya meraih kesempatan yang selama ini disia-siakan serta dengan memperkokoh keimanan dan ketakwaan kepada Allah. Saat pandemi yang semakin meluas atau istilahnya “pagebluk” ini keseluruhan dunia, maka disaat itulah Allah sengaja membuat kita mau tidak mau meng-uzlah-kan hambanya dengan masing-masing, di rumah saja. Jika dulu-dulu kita sering mendengar, jikalau para Waliyullah untuk mencapai derajat tertentu harus menjalani uzlah.
Uzlah memiliki arti suatu aktivitas dalam rangka mengasingkan diri dengan bertujuan memusatkan perhatian pada Allah SWT dengan cara berzikir dan tafakur, demi mendapatkan rida (kerelaan) sang penguasa jagat. Dengan adanya pandemi Covid-19 kita di-uzlah-kan daripada kesibukan duniawi yang sangatlah padat untuk kembali kepada Allah SWT. Kalau mengutip dari pernyataan Habib Luthfi Bin Yahya Pekalongan, makna “Korona” adalah Kon (perintah untuk kembali) “Rono” adalah kesana atau kalau kita artikan adalah perintah untuk kembali kepada Allah SWT, sang pencipta dan penguasa alam semesta. Allah itu pencipta, manusia adalah hamba.
New normal menjadikan kita bersiap dengan era kenormalan baru dengan siap mental dan spiritual. Siap lahir dan batin, jiwa dan raga serta siap luar dalam untuk melanjutkan kehidupan di era milenial yang serba digital, sangat komplek dan global. Perlunya dikuatkan dengan sifat-sifat orang yang beriman secara kontinu terus-menerus dan dibiasakan untuk dilakukan. Yang pertama adalah memiliki iman, menjadi sosok mukminin/nat (orang yang beriman, laki-laki/perempuan). Iman kepada Allah, Rasulullah, Kitab, Malaikat, Qada’ Qadar dan hari akhir (kiamat). Jikalau kita menjadi manusia, jadilah manusia yang muslim, jika sudah dalam kelas muslim ditingkatkan menjadi manusia yang beriman (memiliki iman). Jika sudah mencapai derajat mukmin, diteruskan menjadi orang yang bertakwa (Muttaqin) dengan menjalankan perintah Allah menjauhi larangan-Nya. Derajat Muttaqin tidaklah cukup harus diimbangi dengan amal saleh, sebagai sari daripada buah iman dan takwa yang diwujudkan dan diaplikasikan pada kehidupan sehari-hari dengan amal perbuatan yang nyata, sehingga ada manfaat bagi sesama manusia. Dan derajat manusia yang terakhir adalah manusia yang ikhlas, tidak akan mengharap apapun kecuali hanya “Lillah” karena Allah serta mendapatkan rida (kerelaan) atas apa yang dikerjakan. Manusia muslim yang beriman, bertakwa dalam amal saleh serta ikhlas dalam wujud syukur yang aplikatif di kehidupan bermasyarakat dan berbangsa.
Sifat yang kedua adalah menjalankan salat dan selawat, salat yang wajib subuh, zuhur, asar, magrib dan isya. Sunnah salat qabliyah-ba’diyah, tahajud, hajad, dhuha, witir dst. Selawat adalah wujud syukur atas terima kasih telah dijadikan umat Nabi Muhammad SAW, berselawat adalah salah satu aktivitas yang mudah namun memiliki kekuatan yang tanpa batas, apapun selawat yang dibaca memiliki gelombang-gelombang elektro-magnetik yang bisa dijadikan kekuatan dalam jiwa dan raga, baik lahir maupun batin untuk menjadi tameng (pelindung) dalam kehidupan sehari-hari. Sifat orang-orang yang beriman adalah menjalankan salat dan selawat.
Sifat ketiga adalah sedekah (beramal) baik materi, tenaga, pikiran maupun doa. Jika tidak bisa bersedekah sedikit maka yang banyak lebih baik, karena bagian daripada tolak balak adalah dengan cara bersedekah. Jika bisa yang dekat kenapa tidak diperluas yang jauh, jika tidak bisa yang kecil kenapa tidak mencoba yang besar. Jika tidak pada manusia kenapa tidak mencoba kepada makhluk yang lain. Bersedekah pastilah selamat dan sebagai ciri-ciri orang yang beriman adalah ringan tangan untuk memberikan pertolongan.
Era new normal momentum untuk bangkit untuk kuatkan mental keimanan dan ketakwaan, dengan cara menjadi manusia yang beriman taat dalam menjalankan salat dan selawat, serta ringan dalam mengeluarkan sedekah. Mental akan kuat dan jiwa dalam spiritualitas kehidupan juga akan semakin semangat dan meningkat. Iman kuat, imun menjadi sehat. Karena di dalam hati yang taat, terdapat jiwa yang kuat. Di dalam jiwa yang semangat terdapat badan yang sehat. Mari, bangkit dengan penuh semangat, kuat, sehat dan hebat. [HW]