Kitab Ala-la Tanalul Ilma, sangat popular dikalangan santri di Indonesia. Sebab, Kitab kecil itu menjadi bahan ajar madrasah diniyah bagi kalangan pesantren, juga bahan panutan dalam menuntut Ilmu agama. Dalam nazham Ala-la disebutkan, belajar agama Islam membutuhkan modal, waktu yang lama dan kesabaran. Sebab, belajar Islam tidak boleh hanya memahami dari sisi fikih saja, tetapi memahami islam harus dari berbagai aspek, mulai dari sejarah, fikih, Akidah, tafsir, hadis, dan tasawuf.
Dalam tradisi pesantren, kitab ala-la Tanalul Ilma, menjadi sebuah doktrin terselubung, dimana seorang santri harus bias membaca dan memahami kitab kuning (kitab Pengon aksara Jawa). Membaca dan memahami Kitab kuning menjadi bekal dan metode dasar yang harus ditempuh santri, jika ingin menjadi seorang pendakwah (ulama) di masyarakat.
Biasanya, seorang santri yang menempuh pendidikan Diniyah (agama) membutuhkan waktu selam 8 tahun sampai 10 tahun, khusus hanya menekuni kajian kitab kuning. Kitab yang mereka tekuni dari berbagai macam judul dan disiplin ilmu agama.
Bandingkan saja, pada level Madrasah Diniyah Ula dan Wustho butuh waktu 6 tahun, dan Ma’had Aly, butuh waktu 4 tahun. Waktu yang panjang itu dikhususkan bagi mereka yang ingin memahami agama secara komprehensip dengan pemahaman kitab kuning yang beragam. Jika seorang santri tidak lulus pada level tertentu, maka harus mengulang sampai lulus.
Pada kondisi semacam itu, seorang santri harus sabar dan membutuhkan pegorbanan, baik waktu dan materi, karena memahami agama Islam tidak semudah membalikkan tangan. Disitulah letak karakter, pesantren dan metode pesantren sesungguhnya. Output dari metode tersebut akan melahirkan ulama yang handal.
Namun sekarang keadaan berbeda, banyak pesantren tidak menerapkan kurikulum panjang, dengan pendekatan Ala-la Tanalul Ilma. Munculnya beberapa metode pembelajaran dan metode cara cepat baca kitab kuning, seperti Amsilati, Al-Lubab, Taqtibi dan lain sebagainya, memberikan alternatif bagi santri untuk belajar kitab kuning lebih cepat.
Metode cara baca kitab
Bandingkan saja dengan metode modern yang belakangan ini muncu, sebut saja metode Amsilati, Metode Al-lubab, Metoda Taqtibi dan lain sebagainya. Metode tersebut memberikan alternatif kepada seorang santri dalam memahami kitab kuning dalam waktu singkat.
Semisal, metode Al-lubab, Karya Kiai H. Fahrudin, Asal Demak. Ia menawarkan pelatihan membaca kitab kuning dan memahami kitab secara cepat cukup 6 jam. Santri yang awalnya tidak bias membaca kitab kuning, diyakini akan mahir jika mengikuti pelatihan tersebut.
“ Belajar langsung praktek. Itulah tawaran dari Metode Al-Lubab dalam memahami baca kitab kuning,” terang Kiai fahrudin.
Beliau meyakini, dengan metode yang ia gagas dan praktek langsung, menjadi solusi bagi santri dalam mempelajari kitab kuning. Pasalnya, membaca dan memahami kitab kuning menjadi problem kalangan santri dan mahasiswa keagamaan. Rata-rata mereka saat berada pondok kurang lama dan waktunya 3 tahun.
Santri singkat seperti itu, diyakini dalam penguasaan kitab kuning kurang baik. Bahkan, cenderung gradual (tidak bias), sehingga perlu metode untuk mendampingi dan mempermudah dalam memahami kitab kuning. Terkait dengan metode ini, saya sebagai santri menyambut baik dan meyakini Metode baca kitab dibutuhkan oleh kalangan santri terutama dari kalangan Nahdiyin.
Banyak santri dan alumni santri membutuhkan terobosan dan rekonstruksi dalam pembelajaran baca kitab kuning. Mereka rata-rata generasi Milenial yang cendrung menggunakan media sosial sebagai media pembelajaran. Dengan metode tersebut, santri tidak meninggal kitab Ala-la tanalul Ilma, tetapi memperbaharui cara belajar yang tepat, cepat dan praktis. Waallahu A’lam. [HW]