lakukanlah syariat tapi jangan abaikan hakikat

Terciptanya manusia di muka bumi ini adalah semata-mata untuk beribadah kepada Allah. aspek ibadah bukan hanya yang paling banyak puasa, paling rajin salat atau yang paling sering menunaikan ibadah haji atau umrah di Tanah Suci. Namun segala aktivitas yang diniatkan ikhlas karena Allah, maka akan dinilai oleh Allah ibadah yang menghasilkan pahala akhirat untuknya.

Dikisahkan dalam sebuah kajian kitab oleh Habib Jamal bin Thoha Al-Ba’agil, beliau menceritakan kisah seorang sahabat yang kepada Abdullah Ibnu Abbas. Sahabat itu bertanya,  “Wahai Ibnu Abbas, amalan apa yang terbaik, hari apa yang terbaik serta bulan apa yang terbaik di sisi Allah SWT?”.Sayyidina Abdullah Ibnu Abbas menjawab dengan redaksi syariah bahwa amalan yang paling utama adalah shalat pada waktunya, hari terbaik adalah hari jumat, serta bulan terbaik adalah bulan Ramadan.

Sebagaimana dalam literatur Islam mengatakan bahwa Sayyidina Abdullah Ibnu Abbas adalah sahabat terpilih yang didoakan langsung oleh Nabi Muhammad SAW agar diberikan pemahaman ilmu dan ta’wil, sebagaimana doa yang beliau haturkan kepada Allah adalah:

اَلَّهُمَّ فَقِّهُ الدِّيْنِ وَعَلِّمْهُ التّأْوِيْلُ

“Wahai Allah, anugerahilah ia ilmu agama dan ajarkan ta’wil kepadanya.”

Berkat doa Rasulullah SAW tersebut, tumbuhlah sosok Abdullah bin Abbas menjadi seorang mufassirin. Sehingga dalam perihal tafsir Alquran, para sahabat menyandarkan kepada tafsir Abdullah bin Abbas karena beliaulah yang dipercaya dan ahli dalam ilmu ta’wil dan pemahaman agama.

Beberapa hari kemudian, sahabat yang bertanya kepada Abdullah Ibnu Abbas itu mendatangi Sayyidina Ali bin Abi Thalib yang dikenal sebagai pintu gerbang dari ilmunya Rasulullah SAW. Dari Ibnu Abbas radliyallahu anhu berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda:

انا مدينة العلم, وعلي بابها, فمن اراد العلم فليأته من بابه

Baca Juga:  Perebutan Kuasa Antara Teknologi dan Buruh Tani

“Aku adalah kotanya ilmu dan Ali adalah pintunya. Maka barangsiapa yang menghendaki ilmu maka datangilah pintunya.”

Sahabat itu menanyakan pertanyaan yang sama seperti halnya ia menanyakan kepada Abdullah Ibnu Abbas, yaitu terkait amalan, hari dan bulan apa yang paling utama di sisi Allah SWT. Sebelum Sayyidina Ali bin Abi Thalib menjawab, sahabat itu terlebih dahulu mengatakan jawaban sahabat Abdullah Ibnu Abbas bahwa amalan yang utama di sisi Allah adalah shalat pada waktunya, hari terbaik adalah hari jumat serta bulan terbaik adalah bulan Ramadan. Kemudian sayyidina Ali bin Abi Thalib menjawab,”Jika kamu bertanya kepada seluruh ulama mulai dari penjuru bagian barat sampai timur serta kepada ahli hikmah yang menulis beberapa kitab hikmah maka semuanya akan menjawab dengan jawaban yang sama sebagaimana yang dikatakan oleh Abdullah Ibnu Abbas. Kecuali aku yang berbeda jawabannya.”

Sahabat itu bertanya, “lalu apa jawaban dari engkau wahai Ali ?” .Sayyidina Ali bin Abi Thalib menjawab sangat rinci:, “sebaik-baik amalan adalah amalan yang diterima oleh Allah SWT. karena setiap amalan kecil yang diterima oleh Allah lebih besar nilainya dibanding amalan besar tapi ditolak oleh Allah SWT”.

Menunaikan ibadah haji dengan biaya 300 juta jika tidak diterima oleh Allah maka akan bernilai kecil dan lebih utama nilainya dari menunaikan shalat dhuha 2 rakaat tapi diterima oleh Allah SWT. Sayyidina Umar al-Muhdhor pernah berkata, “Jika saya yakin mendapat kabar dari langit bahwa satu istighfarku diterima oleh Allah, maka aku akan mengundang penghuni kota Tarim untuk makan tiga hari tiga malam sepuasnya.”.Karena beliau yakin, amalan yang diterima oleh Allah pasti memiliki nilai yang besar. Tapi sebaliknya, sebesar apapun amalan yang dilakukan jika tidak diterima oleh Allah maka akan tertolak dan tidak ada manfaatnya sama sekali.

Baca Juga:  Ketika Manusia Harus Memilih

Maka dari itu Rasulullah SAW menyuruh kita untuk tidak meremehkan suatu kebaikan sekecil apapun walau hanya senyum manis dikala bertemu serta meringankan urusan orang lain. sebagaimana sabda Rasulullah SAW yang berkata kepada Jabir bin Sulaim:

وَلاَ تَحْقِرَنَّ شَيْءًا مِنَ الْمَعْرُوْفِ وَأَنْ تُكَلِّمَ أَخَاكَ وَأَنْتَ مُنْبَسِطٌ أِلَيْهِ وَجْهُكَ أِنَّ ذَلِكَ مِنَ الْمَعْرُوْفِ

“Janganlah kamu meremehkan suatu kebaikan sedikitpun walau hanya berbicara kepada saudaramu dengan wajah yang tersenyum kepadanya. Amalan tersebut adalah bagian dari kebajikan.” (HR. Abu Daud no.4084 dan Tirmidzi no.2722)

Dalam riwayat Abdullah Ibnu Abbas beliau menyatakan bahwa,”Yang dinamakan akhlak baik itu mudah yaitu kau berkata baik dan senantiasa menghiasi wajah dengan senyuman”. Banyak riwayat yang mengatakan bahwa Rasulullah SAW adalah manusia yang paling sering tersenyum kecuali dalam keadaan berperang. Bahkan terdapat surah dalam Alquran yang menjadi teguran Allah kepada Rasulullah yang bermuka masam kepada seorang buta yang bernama Abdullah Ibnu Maktum. Ayat tersebut menjelaskan kepada kita bahwa urgensi utama dalam sebuah dakwah adalah senyuman, karena seringnya kita menghiasi wajah kita dengan senyum maka itu menandakan bersihnya dari berbagai prasangka.

Syariat adalah kewajiban yang harus kita amalkan, namun jangan sampai menghilangkan dari hakikat yang membuat amalan itu bernilai dihadapan Allah. Sungguh tiada artinya amalan yang besar namun ditolak oleh Allah dan lebih utama amalan kecil tapi diterima oleh Allah. Sejatinya setiap amalan yang diterima oleh Allah adalah sangat besar nilainya.

Selanjutnya, Sayyidina Ali bin Abi Thalib menjawab pertanyaan berikutnya, beliau berkata,”sesungguhnya hari dan bulan terbaik disisi Allah adalah hari dan bulan dimana kamu bertaubat dengan sungguh-sungguh kepada Allah”.

Benar yang dikatakan oleh para ulama bahwa sebaik-baik hari adalah hari jumat dan sebaik-baik bulan adalah bulan suci Ramadan. Namun kata terbaik itu akan sekedar kata jika kita tidak manfaatkan dengan bertaubat kepada Allah SWT. Sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah:

Baca Juga:  Abu Al-Qasim Al-Qusyayri: Sang Penghimpun Nilai-Nilai Syari’at dan Hakikat

“Setiap Bani Adam memiliki kesalahan, dan sebaik-baik yang berbuat salah adalah mereka yang bertaubat”. (HR. Tirmidzi)

Maka marilah kita bermuhasabah diri untuk meningkatkan keikhlasan kita dalam beramal, agar setiap amalan yang telah kita lakukan tidak hanya terpenuhi dalam segi syariat tetapi dapat meraih hakikat yaitu diterima oleh Allah SWT. [HW]

Siti Junita
Mahasiswi Manajemen Pendidikan Islam Institut Agama Islam Negeri Jember

    Rekomendasi

    1 Comment

    1. Hebat hebat

    Tinggalkan Komentar

    More in Hikmah