Kisah KH Hasyim Asy'ari Sewaktu Nyantri Kepada KH Cholil Bangkalan

Cerita singkat Hadrotus Syaikh KH Hasyim Asy’ari sewaktu menyantri (mengabdi) di Syaikhona Cholil Bangkalan. Cerita ini pernah saya posting di instagram November 2016 lalu dengan gaya tulisan yang semburat. sengaja saya tulis ulang di Facebook untuk mengenang Beliau sekaligus Tahaddust binni’mah.

Cerita ini saya dapat ketika memijat Almaghfurlah Abuna Abdul Mu’thy Nurhadi ketika memijat ayahanda beliau Almaghfurlah KH Nurhadi didapatkan ketika beliau memijat Almaghfurlah Hadrotus Syaikh KH Hasyim Asy’ari (karena Mbah dulu memang abdi ndalem yang sering memijat Beliau.
Lahumul fatihah

Banyak yang mungkin kurang tahu bahwa ke ‘aliman, dan jabatan serta kewibawaan yang di dapat oleh Hadrotus Syaikh KH Hasyim Asy’ari tak luput dari kebarokahan dan ke-takdzim-an beliau sewaktu menjadi santri Syaikhona Cholil Bangkalan Madura.

Syaikhona Cholil Bangkalan memang merupakan ulama’ yang sangat kharismatik dan bahkan orang2 sangat percaya bahwa beliau merupakan min jumlatil wali.

Pernah suatu ketika Syaikhona Cholil difitnah oleh antek Belanda karena dalih mencetak uang sendiri. Bukan tanpa alasan, akan tetapi karena dilihat dari dhohir, Syaikhona memang tidak bekerja namun Beliau tak jarang dalam setiap pagi selalu membagikan sembako dan uang kepada para tetangganya, khususnya para janda dan fakir miskin.

Mendapat laporan demikian, tak lama kemudian, datang para Belanda untuk memeriksa KH. Cholil akan tuduhan tersebut.

Belanda : Hei Cholil apa benar kau telah mencetak uang sendiri?
Syaikhona : (yang sudah mengetahui maksud tujuan Belanda datang) Iya benar !
Belanda : (seakan tak percaya) dengan apa kau buat itu uang?
Syaikhona : dengan mulut (berzikir) !

Karena jawaban yang seakan meyakinkan para pihak Belanda, Syaikhona Cholil rahimahullah kemudian ditangkap dan dibawa oleh Belanda serta di vonis penjara selama 1 Minggu.

Masih 3 hari beliau di penjara, salah satu dari Panglima/ Jendral Belanda meminta beliau untuk pulang, karena banyak pasukan Belanda yang mati karena tidak bisa BAB (kualat kata orang Jawa).

Baca Juga:  Jumlah Santri Putri Meningkat, Peran Ibu Nyai Semakin Penting

Mendengar permintaan demikian, beliau dengan tegas menolak keluar, karena janji Belanda menahan beliau adalah selama 1 Minggu dan sudah pamit selama 1 minggu kepada Nyai Cholil.

(Coba kita renungkan, bagaimana cara beliau menghadapi tuduhan fitnah yang malah dibalas dengan cara yang sama sekali tidak pernah kita bayangkan).

Setelah 1 Minggu berlalu, beliau akhirnya keluar dari penjara dengan sendirinya dikarenakan para tentara penjajah sudah mati semua karena kualat tadi.

Kala itu Hadrotus Syaikh Hasyim yang kesehariannya sebagai santri abdi pada umumnya, setiap pagi selalu mengerjakan tugasnya. Baik berupa mengepel, menyapu, dan bersih2 dalem Syaikhona Cholil.

Sedikit cerita tambahan: Ketika Hadrotus Syaikh nyantri di sana, beliau sebelumnya sudah pintar, namun tetap ingin mondok di Bangkalan karena ingin tabarrukan ke Syaikhona Cholil. Namun hari-hari beliau selama di sana hampir tidak pernah mengaji dikarenakan kesibukan beliau sebagai seorang Abdi Ndalem. Meskipun setiap waktu mengaji beliau selalu datang pertama, namun ketika Syaikhona sudah mau mulai ngaji pasti selalu saja, “Syim tolong ambilkan air, Nyai mau mandi airnya habis. Syim tolong ambilkan kayu bakar, Nyai mau masak kayunya habis. Dan setiap kali beliau selesai menjalankan perintah Syaikhona, selalu bertepatan dengan WALLAHUA’LAM BIS SHAWAB.”

Lanjut…

Tak lama berselang, Syaikhona Cholil sudah sampai Ndalem. Kemudian langsung masuk kamar. Akan tetapi terdengar suara tangisan (Nyai Cholil) dari kamar. Syaikhona pun kaget dan coba menenangkan Nyai karena Syaikhona sudah di rumah dan sudah terbebas dari Penjara. Namun, Nyai bukan bersedih karena hal itu tapi hal yang lain. Setelah ditanya, ternyata karena cincin beliau peninggalan dari buyutnya jatuh ke jublang (kakus).

Nah ini yang menarik.. Percakapan tadi secara bersamaan tak sengaja terdengar/ bisa dikatakan sengaja didengar oleh Hadrotus Syaikh Hasyim Asy’ari yang kebetulan posisi sedang dekat kamar Syaikhona. (meskipun sebenarnya percakapan tadi merupakan percakapan yang rahasia, namun karena Hadrotus Syaikh merupakan Santri yang sangat Ta’at, jelas tidak bisa tenang begitu saja ketika mengetahui ada kesedihan dari Gurunya)

Baca Juga:  Finding Gus Dur (2) : Teladan yang Dirindukan

Tanpa pikir panjang dan penuh keikhlasan dan demi mengharap ridlo sang guru, setelah isya’ Mbah Hasyim langsung terjun ke dalam jublang tadi demi mencari cincin Nyai Cholil.

Waktu terus berjalan, setiap beliau menemukan sesuatu yang dianggap keras beliau naik untuk memeriksa apakah ini cincin atau batu atau barang lain.

Atas izin Allah SWT selama berjam-jam lamanya beliau mencari, akhirnya cincin yang dicari pun ketemu kurang lebih pada jam menjelang subuh-subuh. Setelah itu beliau langsung mensucikan diri, mandi, wudhu dan ikut berjamaah subuh seperti hari-hari biasa.

Pagi hari seperti biasa, Mbah Hasyim muda melakukan pekerjaan rutin sebagai abdi dalem sambil menunggu Syaikhona Cholil dan Nyai Cholil mios (keluar dari kamar).

Ketika Syaikhona dan Nyai mios, Mbah Hasyim kemudian sungkem sambil menyerahkan cincin yang telah ditemukan.

Ketika mengetahui cincin peninggalan dari Buyutnya ketemu, Nyai Cholil sangat senang dan memuji-muji Mbah Hasyim muda. Syaikhona kemudian bertanya ke Mbah Hasyim muda.

Syaikhona : “Hasyim, kamu temukan dimana cincinnya?
Hasyim : (dengan penuh keta’zdiman) di jublang Kyai.
Syaikhona : Siapa yang menyuruhmu?
Hasyim : tidak ada yang menyuruh Yai, saya juga mohon maaf sudah lancang tidak sengaja mendengar dan tanpa disuruh memberanikan diri mencarinya Kyai. (terlihat keta’zdiman beliau meski telah berhasil menemukan cincin yang dimaksud, beliau tetap meminta maaf atas sikap yang diambil)

Syaikhona : siapa nama ayahmu dan Rumahmu dimana?
Hasyim : Asy’ari Kyai, rumah saya di Jombang Kyai.
Syaikhona : (seketika terdiam, wa qila beliau sedang kasyaf mengetahui bahwa Hasyim adalah calon Wali dan Ulama’ Besar. لايعرف الوالي إلا الوالي ) Hasyim, sekarang kamu pulang, kamu sudah selesai dan lulus mondoknya. Ketika di rumah jangan lupa mengajar, tapi jangan kampungmu, cari kampung sebelah atau dimana terserah.
Hasyim : (tanpa pikir panjang) nggeh yai, pamit pulang dan menuruti apa yg di perintahkan sang Kyai kepadanya.

Baca Juga:  Gus Fahmi, Sosok Visioner dibalik Film "Sarung"

Tahun berlalu, Mbah Hasyim muda sudah berhasil menjalankan perintah dari Gurunya, Syaikhona Cholil dengan mengajar di mushalla kecil luar kampung asal beliau. Tak disangka Guru beliau, Syaikhona Cholil berkunjung ke tempat seorang Hasyim tadi mengajar. Alangkah senang tak terhingga, Mbah Hasyim muda yang merasa hanya seorang santri abdi dalem dikunjungi secara langsung oleh gurunya menggunakan kendaraan Dokar dari Madura.

Setelah berbincang beberapa saat, Syaikhona berpesan kepada Mbah Hasyim muda: “Syim, ujung sana, sana dan sana, kasihlah batas memakai tebu hitam agar sebagai penanda batas tanahmu dan jangan lupa kasih papan nama pondok yang besar”.

Singkat cerita, berdirilah sebuah Pondok Pesantren bernama TEBU IRENG di Jombang. Konon sampai kapan pun, pondok Tebu Ireng ini tidak akan pernah bisa luas (bangunannya) melebihi batas dari Tebu Hitam yang telah ditentukan oleh guru dari Hadrotus Syaikh Hasyim yaitu Syaikhona Cholil Bangkalan.

Bisa kita lihat, sampai sekarang peluasan bangunan Tebu Ireng hanya bisa naik ke atas alias ditingkat. Adapun untuk peluasan tanah kanan-kiri ya sampai situ-situ saja alias tidak ada perubahan dari pertamanya. Adapun ketika santri sudah tak muat akan ditampung di Pondok II, Pondok III dsb.

Hal ini juga sama yang terjadi di Pondok Pesantren Salafiyah Pasuruan (Mbah Hamid), dimana penambahan kamar di Pondok ini tidak akan bisa offside melewati batas pengimaman Mushalla Pondok. Wallahu a’lam.

Semoga cerita di atas bermanfaat dan menjadi renungan, bahwa yang terpenting di kehidupan merupakan kebarokahan dari guru dan tak luput juga penting nya ke ta’zdiman kepada guru. []

M. Zulfan Badru Naja
Sekretaris PC MATAN Surabaya, Wakil Ketua IV PC IPNU Surabaya, Deputi Penerbitan dan Usaha Produktif PW Rijalul Ansor Jatim, dan Dosen STAI Taruna Surabaya

    Rekomendasi

    2 Comments

    1. […] Syaifuddin mengatakan jasa KH. Hasyim Asy’ari untuk bangsa ini begitu besar. sejarah mencatat, bagaimana resolusi jihad lahir di Surabaya yang […]

    2. […] mendirikan Museum Islam Hasyim Asya’ri di Jombang, dan menerbitkan buku ‘Kiai Haji Hasyim Asy’ari‘ Pengabdian Seorang Kiai untuk Negeri’,” pungkasnya. […]

    Tinggalkan Komentar

    More in Kisah