KH Ali Yafie: Sang Mujaddid Fikih Klasik

KH. Ali Yafie adalah sosok reformer fikih klasik. Beliau mampu menjelaskan kandungan fiqh klasik secara sistematis, argumentatif, dan kontekstual.

Hal ini bisa dibaca dari karya-karya beliau yang luar. Alhamdulillah penulis bisa memiliki beberapa karya beliau yang sangat bernas.

Fikih sosial, fikih bi’ah (fikih lingkungan), konsultasi fikih mengupas problematika kehidupan, beragama secara praktis, dan lain-lain.

Khusus untuk buku konsultasi fikih mengupas problematika kehidupan, KH. Ali Yafie dengan bernas menjawab pertanyaan masyarakat, baik seputar thaharah, ibadah, sosial, dan lain-lain.

Referensi klasik yang beliau gunakan, seperti Muhadzdzab karya Asy-Syairazi, Bidayatul Mujtahid karya Ibnu Rusyd, dan Madzahibul Arba’ah karya Abdurrahman Al-Jaziri digabung dengan pemahaman mendalam terhadap realitas kontemporer membuat fatwa-fatwa beliau sangat aplikatif-solutif.

Ketika ditanya tentang pacaran misalnya, KH. Ali Yafie dengan tegas mengatakan bahwa pacaran adalah mempermainkan perempuan yang tidak sesuai dengan ajaran Islam, meskipun dengan alasan cinta. Islam hanya memperbolehkan khithbah, pengantar sebelum menikah dengan melakukan pendekatan serius yang islami.

Ketika ditanya tentang istri menjadi TKW, maka KH. Ali Yafie menjelaskan bahwa memberikan nafkah adalah tanggungjawab suami. Bahkan istri boleh menggugat cerai suami ketika tidak diberi nafkah. Namun, jika dengan ijin suami, maka istri boleh menjadi TKW.

Ketika ditanya zakat profesi, maka KH. Ali Yafie menjawab bahwa zakat harus memenuhi syarat haul (satu tahun) dan satu nishab (sebesar 85 gram emas). Jika penghasilan profesi dihitung satu tahun sudah ada satu nishab, maka boleh zakatnya dicicil, setelah dikeluarkan untuk kebutuhan pokok dan biaya lain yang harus ditanggung.

Moderat Dinamis

Pemikiran fiqh KH. Ali Yafie sungguh luar biasa. Bersama KH. MA. Sahal Mahfudh, KH. Ali Yafie mendorong kaum sarungan (pesantren dan NU) untuk mengkaji fiqh klasik secara dinamis, moderat, dan kontekstual.

Baca Juga:  Argumentasi para Mazhab Terhadap Hadits Anjing yang Minum di Wadah yang Terdapat Air Suci

Fiqh klasik adalah khazanah keilmuan yang sangat besar kontribusinya bagi peradaban umat manusia yang ditulis ulama masa lalu.

Maka, kewajiban ulama sekarang adalah mengkajinya dan melakukan kontekstualisasi supaya kandungan fiqh klasik relevan dengan tantangan kekinian yang kompleks.

Jangan hanya mengambilnya secara taken for granteed tanpa analisis sosial yang memadai karena membuatnya irrelevan dan out of date. Juga jangan mengabaikannya karena sama dengan membuang harta karun pengetahuan yang nilainya luar biasa.

المحافظة علي القديم الصالح والاخذ بالجديد الاصلح

Kaidah inilah yang digunakan KH. Ali Yafie untuk melakukan ‘ijtihad’nya dalam lapangan fiqh klasik sehingga mampu menjadi ‘konsep aplikatif’ bagi dunia modern.

Tidak ada cara lain untuk meneruskan gagasan cemerlang KH. Ali Yafie kecuali mengkaji ushul fiqh secara mendalam dan ilmu sosial humaniora sehingga mampu mengkaji ‘spirit dinamis-solutif’ dalam rahim ilmu fiqh.

Kalangan pesantren dan NU harus terus menatap masa depan dengan optimis dalam bimbingan kitab klasik yang dipahami secara tekstual dan kontekstual sekaligus sebagai solusi problematika kehidupan modern.

Selamat Jalan Guru Bangsa, Karya dan Ilmumu Akan Abadi Sepanjang Masa.

Seperti dawuh KH. Ali Mustafa Ya’qub:

والخط يبقي وأوصاله تحت التراب رميم

Karya akan abadi, meskipun tulang belulangnya hancur

Semoga Ampunan, Kasih Sayang dan Ridlo Allah menyertai KH. Ali Yafie, Amiin Yaa Rabbal ‘Alamiin. []

Pati, Ahad, 6 Sya’ban 1444/ 26 Februari 2023

Dr. H. Jamal Makmur AS., M.A.
Penulis, Wakil Ketua PCNU Kabupaten Pati, dan Peneliti di IPMAFA Pati

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Ulama