Hiroshima dan Nagasaki adalah dua kota di muka bumi ini yang paling diingat ketika tragedi ledakan bom atom maha dahsyat. Kedua kota tersebut telah dijadikan target penjatuhan bom atom untuk pertama kalinya dalam sejarah perang modern oleh Amerika Serikat, masing-masing pada 6 Agustus 1945 di Hirosima, selang tiga hari kemudian atau lebih tepatnya 9 Agustus di Nagasaki.
Sebelum Perang Dunia II kota Hiroshima merupakan sentral ekonomi untuk kawasan tengah Jepang. Kota ini juga dikenal sebagai kota pendidikan dan pusat pangkalan angkatan laut Jepang. Di pusat kota terdapat distrik Motomashi sebagai pusat bisnis Hiroshima yang diapit oleh delta sungai Outa yang jernih dan indah. Di penghujung delta sungai ini terdapat sebuah jembatan bernama Ayoi dengan bentuk seperti huruf “T” yang sangat mudah terlihat dari udara.
Berbagai hal tersebut yang merupakan faktor alasan mengapa kemudian kota Hiroshima dijadikan sebagai target pertama serangan bom atom oleh AS. Bom atom dijatuhkan tepat pukul 08.15 pagi waktu setempat dan meledak dalam ketinggian 600 m di udara. Dalam sekejap terjadilah bola api raksasa dengan diameter 28 m dan suhu panas mencapai 1.000.000 derajat Celcius. Panas tanah disekitar lokasi berubah seketika menjadi 3000 hingga 4000 derajat Celcius. Padahal, besi saja sudah meleleh pada suhu 1536 derajat Celcius.
Kemudian, ledakan tersebut membentuk awan seperti jamur raksasa yang membumbung setinggi 12 km ke udara dan menghasilkan angina yang panas berkekuatan 450 m per-detik dalam radius 2 km. Akibat ledakan bom atom ini. tercatat lebih 140 ribu jiwa meninggal dalam tragedi tersebut dari 350 ribu jiwa populasi penduduk Hiroshima ketika itu. Sementara yang lain meski dapat hidup selamat, menderita secara fisik dan mental hingga berpuluh-puluh tahun lamanya. Sungguh hal yang amat mengerikan kondisi Jepang pasca pengeboman.
Namun, hal yang patut kita jadikan refleksi untuk bangsa ini adalah Jepang sama sekali lekas bangkit dari keterpurukan itu. Berbagai sektor dengan sigap dipulihkan. Sektor pendidikan adalah diantaranya. Perhatian pemerintah Jepang terhadap dunia pendidikan sangatlah tinggi. Pemerintah Jepang sadar bahwa pendidikan adalah kunci kemajuan bangsa. Hal ini dibuktikan dengan anggaran pendidikan yang dari tahun ke tahun terus meningkat hingga 10 persen dari total APBN Jepang di tahun 2012. Semua sekolah negeri dari tingkat dasar, menengah, dan atas mendapatkan fasilitas pendukung pendidikan yang memadai dan juga disiapkan guru-guru yang berkualitas.
Disamping itu, masyarakat Jepang juga terkenal dengan kedisiplinan dan kebersihannya. Masyarakat Jepang sangat menghargai waktu walaupun hanya satu menit sekalipun. Penghormatan terhadap waktu seolah menjadikannya seperti Dewa. Bahkan, pegawai kereta di sana akan merasa malu dan meminta maaf jika jadwal keretanya terlambat barang semenit sekalipun.
Pun demikian dengan kebersihannya. Di jepang berbagai fasilitas seperti toilet di sekolah-sekolah dijaga kebersihannya. Siswa-siswa di Jepang juga terkenal dengan kesederhanaannya. Mereka tak sungkan-sungkan atau tidak merasa gengsi untuk jalan kaki atau naik transportasi umum saat berangkat-pulang ke sekolah.
Berbagai potret positif dunia pendidikan di Jepang sebenarnya sudah lama ada di lembaga pendidikan tertua di Indonesia, yakni pondok pesantren. Sudah terbukti bahwa pondok pesantren telah mengedepankan mendidik karakter atau akhlak, selain ilmu pengetahuannya. Satu contoh, santri-santri di pesantren sangat menghargai sekali para kiai dan gurunya. Bahkan sangking hormatnya menatap kiai, mereka tidaklah berani.
Di pesantren juga diajarkan pola hidup sederhana sebagai gaya hidup. Tempat tinggal dan menu makanan sehari-hari mereka jauh dari kata mewah. Selain itu juga, kedisiplinan waktu mereka menjadi karakter penting dalam setiap kegiatan. Waktu belajar, salat, dan mengaji sudah diatur sedemikian untuk ditaati dan tidak boleh dilanggar.
Berbagai karakter dan ciri khas pendidikan di lingkungan pondok pesantren menegaskan bahwa Indonesia, secara khusus pendidikan di pesantren memiliki modal sebagai cermin model pendidikan di Indonesia. Relevansi pesantren dengan refleksi sejarah Jepang pasca bom Hirosima-Nagasaki adalah bangsa kita bisa maju seperti Jepang kalau kita benar-benar menjaga nilai-nilai karakter bangsa seperti kesederhanaan, kedisiplinan, dan kebersihan. [HW]