Islam dan Nasionalisme

Pada akhir tahun 2006 lalu, bangsa Indonesia diwarnai dengan berbagai aksi yang terjadi di beberapa kota Indonesia seperti Yogyakarta, Padang, Dandung dan sebagainya. Aksi ini bermunculan ketika video Basuki Tjahya purnama yang sedang berpidato di kepulauan seribu menjadi viral di sosial media. Dalam video tersebut yang diunggah oleh saudara Buni Yani pada tanggal 6 Oktober 2016 terlihat bahwa saat berpidato calon Gubernur DKI  Jakarta ini menyebut kata-kata yang berpotensi menimbulkan reaksi umat Islam karena dianggap sebuah penistaan terhadap alquran. Basuki Tjahya Purnama atau biasa disapa Ahok.

Menyinggung surat Al-Maidah ayat 51 tentang umat Islam diarang mengangkat nasrani dan yahudi sebagai pemimpin, kasus tersebut diproses oleh Polri hingga akhirnya puncak aksi umat terjadi pada 4 November 2016 atau yang dikenal sebagai aksi 411 yang berawal di Masjid Istiqlal kemudian mobilisasi di Istana Negara,aksi ini diikuti oleh sekitar 2 juta  umat Islam dari seluruh Indonesia. Massa aksi memberi waktu 2 minggu kepada pihak berwajib agar segera menindaklanjuti kasus tersebut, batas waktu yang diberikan ternyata tidak memberi progres dari kasus penistaan sehingga aksi yang lebih besar terjadi pada 2 Desember 2016 dengan massa aksi sekitar 7 juta sepanjang jalan disekitarnya.

Nasionalisme Secara Umum

Asal kata Nasionalisme adalah nation yang berarti bangsa dalam. Pengertian antropologis dan sosiologis, Bangsa adalah suatu persekutuan hidup yang berdiri sendiri dan masing-masing anggota persekutuan hidup merasa satu kesatuan ras, bahasa, agama, sejarah dan adat istiadat. Sedangkan dalam pengertian politik adalah masyarakat dalam suatu daerah yang sama, dan mereka tunduk dalam kedaulatan negaranya sebagai suatu kekuasaan tertinggi keluar dan ke dalam[1]. Sedangkan mengenai  nasionalisme sendiri banyak rumusan, diantaranya:

Baca Juga:  Seruan Kaya di Balik Ibadah Haji

Menurut Hans Kohn nasionalisme adalah suatu paham yang berpendapat bahwa kesetiaan tertinggi individu harus diserahkan kepada negara Kebangsaan[2]

Menurut Nazaruddin Syamsuddin nasionalisme adalah suatu konsep yang berpendapat bahwa kesetiaan individu diserahkan sepenuhnya kepada negara.[3]

Islam  dan Nasionalisme

Islam adalah ajaran yang sangat komprehensif. Begitulah seharusnya kita memiliki pandangan terhadap agama kita sendiri. Bahkan, di dalam bukunya yang berjudul ‘’petunjuk jalan’’ sayyid Quthb mengatakan Islam adalah peradaban. Ini menjelaskan kepada kita semua bahwa islam sebagai sebuah kepercayaan, tidak hanya melulu membahas tentang ritual keagamaan yang isinya berbicara mengenai bagaimana seorang muslim berinteraksi terhadap Tuhannya. Lebih dari itu, islam juga turut mengatur tentang interaksi antar individu. Hubungan antar pemeluk agama lain, hubungan antara individu dengan pasar, sehingga kepada bagaimana Islam sebagai sebuah ajaran. Harus memiliki kontribusi yang signifikan untuk menghadirkan kesejahteraan dan keadilan bagi semua penduduk bumi.[4]

Islam dan Nasionalisme Dalam Kemerdekaan Islam

Jika kita menggali sumber sejarah, maka akan ditemukan fakta-fakta bahwa gerakan perlawanan Ulama dan Santri di Indonesia pada abad 19 sangat dipengaruhi oleh pemikiran dari Jamaluddin Al Afghani . menurut soekarno, Al Afghani adalah harimau pan Islamisme  yang gagah berani. Bekerja tanpa henti menanamkan benih keislaman di mana saja. Menumbuhkan rasa perlawanan itu, kaum Islam harus mengambil tekbiknya  kemajuan barat dan dinamakan pan Islamisme ini bukanlah penamaan yang dibuat oleh Al Afghani sendiri. Ni adalah istilah yang di ciptakan barat dalam menamai sebuah gerakan perawanan secara kolektif. Pan berasal dari kata latin yang artinya bersama-sama, atau dalam bahasa inggris dll. Jadi, sederhananya, ajaran Al Afghani ini adalah tentang membangkitkan kesadaran umat muslim untuk membuat sebuah gerakan kolektif solidaritas muslim yang anti dengan pemerintah barat. Al Afghani mencoba memberikan penyadaran secara pemikiran bahwa muslim harus bertindak atas penghinaan imperialis barat terhadap perjuangan nasionalisme dan patrioratism Ulama dan santri atau umat islam.

Baca Juga:  Mencapai Hakikat Hidup yang Bahagia dalam Islam dengan Tidur yang Berkualitas

Ahmad manshur [5] Suryanegara menggunakan istilah Nasionaisme Islam untuk menamai sebuah gerakan kebangkitan perlawanan kaum ulama dan santri di Indonesia. Nasionalisme yang berusaha untuk membebaskan diri mereka bersama dengan rakyat dari penjajahan colonial Belanda. Memasuki abad ke 20, menurut ahmad mansur, muncul beberapa isme yang mempelopori kebangkitan perlawanan, diantaranya nasionalisme islam yang kemudian melahirkan banyak organisasi, diantaranya syarikat dagang islam, syariat islam, Muhammadiyah hingga Nahdatul Ulama.

Ahmad Manshur sengaja memberikan penamaan tersebut, yakni ‘’Nasionalisme Islam’’ untuk menjelaskan bahwa ada sebuah usaha yang sistematis untuk melakukan pendistorsian sejarah perjuangan kemerdekaan di Indonesia. Bahwa semua pergerakan perawanan melawan imperialism Belanda memang biasanya memiliki makna yang sama dengan nasionalisme dan patriotism. Namun, dalam penulisan sejarahnya , nasionalisme dan patriotism itu senantiasa disahkan dari perjuangan dan berideologikan islam, yakni ulama dan santri. Dikesankan, bahwa ulama dan santri sama sekali tidak memiliki peranan strategis dalam perjuangan kemerdekaan.[6]

Pada akhirnya, kita dapat menyimpulkan bahwa islam dan nasionalisme, memiliki dua dimensi yang saling determinan pengaruh dan mempengaruhi. Dimensi pertama adalah ‘’Islam’’ yang mempengaruhi nasionaisme sehingga muncullah konsep nasionalisme islam, yang sama sekali tidak bertentangan dengan akidah Islam, dan justru menjadi motif yang kuat untuk mengakhiri rezim tirani dari penjajahan di bumi ini. Kita dapat melihat bahwa, kecintaan terhadap tanah air sekaligus motif jihad, justru dapat mendorong pejuang muslim untuk gigih mempertahankan tanah airnya dari tirani dan penjajah. []

 

Sumber:

[1] Badri Yatim Bung Karno, Islam dan Nasionalisme, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu 1999), hl 58.

[2] Hans Kohn, Nasionalisme, Arti dan Sejarahnya.(Jakarta: PT. Pembangunan,1984), hlm 11.

Baca Juga:  Move On dalam Islam

[3] Nazaruddin  Syamsuddin, Bung Karno Kenyataan politik dan kenyataan praktek (Jakarta:CV.Rajawali 1998) hlm 37

[4] Hasan Al Banna, Kumpulan risalah dakwak Hasan Al Banna’’ diterjemahkan oleh Khozim Abu Faqih, ( Al i’tishom 2007), hlm 31.

[5] Ibid hlm 254

[6] Ibid hlm 254

Rekomendasi

1 Comment

  1. […] nasionalisme dalam Islam juga ditemukan dalam hadis maupun ayat Al-Qur’an. Nabi Ibrahim AS pernah berdoa seperti […]

Tinggalkan Komentar

More in Opini