Bulan desember, banyak orang yang mengatakan bulan Gus Dur. KH. Abdurrahman Wahid yang sering dipanggil dengan Gus Dur wafat pada tanggal 30 Desember 2009. Dan tepat di bulan desember tahun 2021 ini haul (memperingati wafat Gus Dur) ke-12.

“Presiden Republik Indonesia ke-empat ini, memiliki keistimewaan dengan pemikirannya yang sangat filosofis dan penuh dengan lompatan-lompatan. Sehingga perlu waktu untuk mencerna terlebih dahulu atas fatwa-fatwanya”. Ucap KH. Ahmad Hasyim Muzadi (juru bicara Gus Dur ketika masih menjadi presiden) dalam diskusi bersama Greg Barton penulis buku biografi Gus Dur: The Authorized Biography Of Abdurrahman Wahid (Yogyakarta: LKiS, 2003).

Sahabat sejati Gus Dur, ketika belajar di Universitas al-Azhar Kairo 1964 yaitu KH Ahmad Mustofa Bisyri yang sering dipanggil Gus Mus sekaligus pengasuh Pondok Pesantren Raudhatut Thalibin. Mereka bersahabat mulai dari belajar bersama di Mesir sampai tutup usia Sang Gus Dur. Bahkan saking dekatnya mereka, satu pekan sebelum Gus Dur wafat, Gus Dur sempat sowan di ndalem (baca;rumah) Gus Mus, dan Gus Dur menitip pesan “saya titip NU, saya titip NU” kepada KH Ahmad Mustafa Bisyri.

Pada 1960-an Al-Azhar adalah sebuah universitas pusat pemikiran yang sangat modern dalam dunia islam dibawah pimpinan Muhammad Abduh perintis gerakan Modernisme Islam. Bahkan AL-Azhar merupakan kampus tertua di dunia yang mempunyai daya Tarik terbesar dari Kairo. Lebih tua berabad-abad dari kampus Oxford, Cambridge, Sorbonne, dan universitas lain di Eropa.
Semula KH Ahmad Mustafa Bisyri masih menjadi mahasiswa baru di Mesir, sedangkan Gus Dur sudah duluan di Mesir, tepatnya di asrama Madinatul Bu’uts (asrama mahasiswa Mesir dari Indonesia) pada tahun 1964. Ketika itu, Gus Mus heran dan kagum dengan tingkah presiden RI keempat ini. Ternyata, Gus Dur tidak pernah berangkat kuliah, tetapi pengetahuan dan wawasannya yang sangat luas. Mereka tidak jarang berdiskusi untuk membicarakan suatu persoalan pengetahuan, dengan gaya khasnya Gus Dur yaitu humorris. 

Menurut beberapa study ilmiah Tohoku Journal of Experimental Medicine, humoris yang menghasilkan tawa-canda mampu memberikan banyak efek positif untuk kesehatan seperti menurunkan tekanan darah, meningkatkan fungsi jantung, mengaktifkan sel T (sel imun) dan memicu sekresi hormon endorphin yang mengurangi rasa sakit. Kendatipun, banyak ulama yang berpendapat bahwa tingkatan humor seseorang itu menunjukan tingkatan spiritual seseorang. Semakin lucu semakin tinggi spiritual orang tersebut.

Suatu ketika, ada mahasiswa baru dari Indonesia yang baru kuliah ke Mesir dan datang ke asrama Madinatul Bu’uts. Seperti biasa, mahasiswa baru harus melewati perploncoan (perkenalan dengan lelucon) dari Gus Dur. Mahasiswa baru tersebut bernama Dr. KH Abdullah Syukri Zarkasyi pengasuh Pondok Pesantren Gontor yang wafat baru kemaren 21 oktober 2020.

Kemudian, Gus Dur menyuguhkan hidangan minuman kopi sebagai penghormatan kepada KH Syukri yang baru sampai dari Indonesia. Sebelumnya Gus Mus yang sedang mendidihkan air terlebih dahulu. Ketika Gus Dur membersihkan gelas untuk membuat jamu kopi, sambil menanyakan keluarga KH Syukri di rumah.

Entah apa yang ada dibenak KH Syukri, ketika melihat Gus Dur membersihkan gelas(untuk membuat kopi) dengan kain kecil, layaknya bentuk celana dalam. Dengan santainya Gus Dur membersihkan gelas, disusul pertanyaannya “sudah makan atau belum ?” kepada KH Syukri. Semakin menekan tangannya membersihkan gelas dengan celana dalam.

Setelah, air yang ditaruh diatas kompor yang menyala oleh Gus Mus mendidih. Gus Dur kemudian menuangkannya ke gelas yang didalamnya terdapat racikan kopi dan gula. KH Abdullah Syukri Zarkasyi kembali melihat sikap President RI keempat yang agak nyeleneh (tidak sesuai nalar) yaitu ketika Gus Dur mengaduk kopi yang masih panas dengan sebuah sikat gigi miliknya. Dengan santai Gus Dur mengaduk-aduk kopi, sambil menyuguhkan kepada KH Syukri Zarkasyi. “monggoo,,,monggoo kopinya diseduh jangan malu-malu” ucap Gus Dur sambil menyuguhkan kopi.

Kemudian, dengan perpaduan rasa antara terpaksa dan ingin tertawa atas sikap Gus Dur, KH Abdullah Syukri Zarkasyi menyeduhnya. Demikianlah cerita Gus Dur kepada Muhammad Ainun Nadjib atau biasa dipanggil Cak Nun, ketika sudah pulang di Indonesia.

Ditegaskan oleh Muhammad Ainun Nadjib didalam pengajiannya, bahwa sikap sang humoris Gus Dur mengandung makna ajaran kehidupan dalam Esensi beragama. Namun, KH Abdurrahman Wahid menyampaikan dengan gaya khasnya sendiri yaitu dengan bersikap santai dan humoris.

Diceritakan bahwa kain kecil yang bentuk layaknya celana dalam, sebenarnya kain bersih, suci yang dipotong kecil oleh Gus Dur sendiri. Tersebut, mengandung esensi Agama yang mengajarkan bahwa kehidupan manusia tidak bisa semua dipandang secara dzohir.

Dalam kehidupan di zaman sekarang, sering kita lihat orang-orang yang mulia di sisi Allah swt, tetapi dipandang sebelah mata oleh manusia. Dan begitupun sebaliknya. Ajaran tersebut sesuai dengan sabda Nabi SAW: innalloha la yanduru ila suwarikum wa amwalikum wa lakin yanduru ila qulubikum wa a’malikum (“sungguh Alloh tidak melihat rupa dan bentuk kalian, tetapi Alloh melihat kesucian pada hati dan amalan kalian”, HR. Muslim 2564).
Selanjutnya, ditegaskan bahwa alat untuk mengaduk kopi oleh KH Abdurrahman Wahid adalah sikat gigi yang masih suci, bersih, dan baru membuka dari kemasan karena tidak ada sendok. “Itu sikat gigi bahannya plastik yang sifatnya sulit menempelnya kotoran dan baru beli ditoko”, jawab Gus Dur ditanya Cak Nun.

KH. Abdurrahman Wahid lebih mengajarkan dibidang esensi dan filosofis Agama. Sikap Gus Dur mengaduk kopi dengan sikat gigi, menerapkan salah satu ushul fiqh yaitu Jalbu al-Masholih wa Darul Mafasid. Mengambil suatu manfaat dari barang yang memang bisa digunakan, selagi tidak mendatangkan madharat. Yang lebih diutamakan oleh Gus Dur ialah bentuk persaudaraan dan persahabatan yang dirasakan KH Syukri. Akan tetapi, Gus Dur menyampaikannya dengan gaya khasnya yaitu dengan bawaan humor dan agak nyeleneh. (IZ)

Muslihudin
Mahasiswa IAIN Surakarta

    Rekomendasi

    Sarung Kebangsaan
    Santri

    Sarung Kebangsaan

    Belakangan, serban, gamis dan tasbih acapkali disalahgunakan oleh pseudo ulama, dai karbitan dan ...

    1 Comment

    1. […] Munawir, warisan diplomasi Gus Dur penting untuk dikontekstualisasi dalam masa sekarang dengan menyiapkan gerakan sekaligus strategi […]

    Tinggalkan Komentar

    More in Opini