Pesantren.id, Malang – Tepat tanggal 22 Oktober 2021 seantero nusantara memperingati sebagai Hari Santri Nasional. Banyak harapan dan keinginan yang didawuhkan baik dari masyayikh, tokoh maupun Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).
Wakil Sekretaris Jendral (Wasekjen) PBNU, KH Imam Pituduh mengungkapkan, Hari Santri itu adalah spirit rekognisi, afirmasi proteksi dan fasilitasi terhadap warga santri. Warga negara Indonesia sangat heterogen dan bermacam-macam, salah satunya warga nahdliyyin jumlahnya sekitar 102 juta jiwa.
“Sudah selayaknya sebagai salah satu pendiri bangsa, nahdliyiin jumlahnya terbesar serta kontribusinya, terutama pajak. Sudah selayaknya negara memberikan rekognisi pengakuan,” kata KH Imam Pituduh ditemui di Universitas Islam Malang (Unisma) beberapa hari kemarin.
Selanjutnya, kaum santri juga harus mendapat perhatian. Karena kontribusi jika dirunut sejarah, ikut memperjuangkan kemerdekaan. Terlebih, adanya resolusi jihad merupakan langkah konkret kaum santri berperang melawan penjajah.
Jauh sebelum ada Tentara Nasional Indonesi (TNI) kaum santri sudah terdepan dalam melawan ketidakadilan penjajah. Hingga tercetuslah resolusi jihad pasca kemerdekaan sampai puncaknya dengan rentetan aksi heroik di 10 November 1945.
“Pertempuran panjang ini untuk memenangkan pertempuran panjang sampai menuju kemerdekaan, ini yang harus negara lakukan rekognisi, proteksi, dan fasilitasi,” bebernya.
Kaum santri sudah dicetak pejuang-pejuang oleh Pangeran Diponegoro sebelum kemerdekaan. Pengikut Pangeran Diponegoro tersebut ketika beliau kalah, murid-muridnya berdiaspora ke pelosok-pelosok menyebarkan agama dan anti penjajah.
“Kaum santrilah yang berperang melawan penjajahan jauh sebelum itu. Bisa dicek mulai era Pangeran Diponegoro yang perang, ya kaum santri melawan penjajah,” imbuh alumnus Unisma tersebut.
Kiai Imam menambahkan, dunia santri ini menjadi hal penting untuk diperhatikan. Kontribusi tidak hanya berhenti pada peperangan masa kolonial, tetapi juga masa millenial.
Kontribusi lain sebagai penyumbang pajak terbesar, menjaga stabilitas nasional, karena santri tidak pernah gegeran atau ikut demonstrasi. Juga berkontribusi dalam pembangunan nasional, tidak akan pernah peran santri akan hilang di negara ini.
“Selama ada santri, insyaallah NKRI akan terjaga dengan baik. Ini komitmennya, NKRI akan terjaga dengan santri,” terang kiai yang masa mudanya aktif di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII).
Terakhir soal digitalisasi, beliau berpesan harus merubah stigma kalau santri itu kolot, tidak bisa membangun ekonomi digitalisasi.
Untuk mencapai ekonomi digital, Indonesia harus mengajak komunitas terbanyak dan terbesar, maka digitalisasi akan berjalan dengan cepat.
“Kalau tidak pernah mengajak NU, maka digitalisasi di Indonesia akan lambat. NU bisa diajak untuk mengakselerasi digitalisasi, karena tidak mungkin talent 9 juta dikerjakan sendiri oleh pemerintah tanpa menggandeng ormas,” pungkas sutradara film ‘Super Santri: Konspirasi Menguasai Negeri’. [BA]