Mengenang Kehadirannya Sebagai Indikator Cinta

“Janganlah kalian mengira bahwa terjadinya gerhana matahari dan bulan adalah sebab karena kematian ataupun kelahiran seseorang. Keduanya merupakan tanda-tanda kekuasaan-Nya”. Redaksi ini bernada negasi atas kesunahan shalat Kusyuf dan Khusyuf. Teks di atas menyatakan bahwa peristiwa hebat yang terjadi adalah terlepas dari kekuatan besar yang ditimbulkan oleh sosok tertentu, melainkan murni karena Allah berkuasa.

Namun tidak menutup kemungkinan bahwa peristiwa alam tertentu berbarengan dengan lahir atau wafatnya sosok tokoh. Dalam panggung sejarah Indonesia, kelahiran sosok presiden pertama Indonesia adalah didahului terjadinya peristiwa sejarah mengerikan meletusnya anak krakatau.

Gejala alam besar sendiri juga menyertai lahirnya sosok manusia termulia yang di kemudian hari didaulat menjadi pemegang amanat risalah Islam, Rasulullah Muhammad SAW. Ada banyak kitab biografi yang ditulis menggambarkan prosesi kehadirannya di muka bumi. Umat Islam mengenalnya sebagai ‘maulid’ yang berarti kelahiran, menunjukan betapa penting artinya kehadirannya memberikan cahaya di dunia.

Kitab-kitab maulid berkisah tentang pribadi suci Rasulullah SAW dengan ungkapan cinta yang berbeda-beda dengan esensi makna yang sama. Di antaranya berbentuk narasi dan bait-bait syair yang tetap memegang erat nilai sastra. Tersebutlah maulid Al-Barzanjy, maulid Al-Diba’iy, maulid Simtudduror, maulid Dliya’ul Lami’, maulid Al-Ahzab dan lain sebagainya yang semakin menambah luas khazanah pemahaman tentang kedirian Rasulullah SAW.

Tahun lalu sempat ada tokoh ulama yang membuat pernyataan kontra dengan redaksi dalam kitab-kitab maulid tersebut. Menurutnya, masa kecil Rasulullah SAW tak ubahnya anak-anak pada umumnya, yang ingusan, kotor dan dekil, apalagi terlahir sebagai sosok yatim tanpa ayah. Ungkapan ini jelas bertentangan dengan semua jenis kitab biografi terpercaya tentang Rasulullah SAW.

Secara logis memang tidak salah menyimpulkan bahwa anak yatim sering kali tidak terawat, tapi melakukan generalisasi dengan mengatakan bahwa semua yang yatim adalah tidak seberuntung anak-anak normal adalah pernyataan yang kurang bisa dibenarkan. Bagaimanapun, kita meyakini bahwa sosok para nabi adalah mendapatkan penjagaan khusus dari Tuhannya. Rasulullah SAW juga manusia, tapi tidak dekil dan hina seperti kita.

Baca Juga:  Belajar Pemaaf dan Tidak Mempermalukan Orang Lain Seperti Rasulullah SAW

Rasulullah SAW dimuliakan oleh-Nya. Diagungkan-Nya atas para nabi-nabi sebelumnya. Andai bukan karena keberadaan Rasulullah SAW, niscaya Dia tidak menciptakan jagat raya beserta isinya. Rasulullah SAW adalah sosok yang paling indah budi pekerti dan rupanya. Dia memiliki kedudukan istimewa di sisi Tuhannya.

Di antara syair singkat yang menghimpun sisi keagungan adalah Lam yahtalim. Pondok Pesantren Assalafi Al Fithrah Surabaya menjadikannya sebagai bacaan wajib setelah sholat Hajat berjamaah. Lam yahtalim bercerita bahwa Rasulullah SAW sama sekali tidak pernah mimpi basah, tidak pernah menguap, tidak pernah dihinggapi serangga tubuh sucinya sepanjang masa hidupnya.

Selain itu, hati Rasulullah SAW pun tidak pernah tertidur meski kedua matanya terlelap, mampu menyaksikan apa yang berada di belakangnya, air kencingnya tidak menyisakan bekas, tidak ternampak bayangan tubuhnya meski berada di bawah sinar mentari, juga ia nampak lebih tinggi ketika duduk-duduk dengan para sahabatnya, serta kelahirannya bersih dan telah terkhitan.

Segala bentuk pujian dan sanjungan pantas dihaturkan kepadanya. Bentuk kecintaan hamba kepada Allah SWT adalah bergantung pada besarnya usaha untuk meneladani akhlaknya. Membaca kisah hidup dan biografi Rasulullah SAW adalah termasuk upaya dalam menanamkan kecintaan akan sosoknya.

Manusia adalah sosok makhluk yang butuh akan tuntunan dan bimbingan, di samping fitrahnya sebagai makhluk sosial yang membutuhkan manusia lainnya dalam pemenuhan kebutuhannya. Pandemi corona memaksa manusia untuk berhati-hati dalam menjalani kehidupannya. Kita berkewajiban untuk tetap bertahan hidup dan selalu menjaga cara beragamanya, serta tetap menjaga diri dari paparan bahaya corona.

Sebagai umat Islam yang mencintai Nabinya, bergembira akan kehadiran Rasulullah Saw adalah keharusan. Mencintai nabi adalah bagian dari keimanan dan menyegarkan ingatan kembali tentang kisah hidup dan perjuangannya yang penuh hikmah adalah mampu menumbuhkan kecintaan. Sayyid Muhammad Al-Maliky berkata: “Tidak layak bagi orang yang berakal untuk bertanya: ‘Mengapa kalian memperingati maulid?’, seolah ia menyatakan: ‘Mengapa kalian bergembira dengan kelahiran Rasulullah Saw.’”.

Baca Juga:  Setetes Rahmat Rasulullah saw untuk Umat Manusia

Sayangnya, kebanyakan kita adalah berhenti pada kekaguman akan momentum hebat kelahiran Rasulullah SAW, tanpa melihat lebih jeli bagaimana perjuangan keras yang telah dilalui oleh Rasulullah SAW. bahwasanya beliau menghabiskan pengalaman hidupnya dengan penuh halangan dan rintangan.

Juga tidak sedikit yang ingat bahwa Rabi’ul Awal adalah juga bulan wafat Rasulullah SAW. Peringatan maulid nabi dengan membaca kisah-kisah perjalanan hidup beliau secara tidak langsung membangun kenangan masa hidup beliau dimuali dari kelahiran hingga wafatnya yang penuh perjuangan. Segala bentuk keindahan beliau dalam bertindak tanduk sudah sepantasnya diteladani bagi kita yang mengaku cinta.

Indikator cinta seseorang terlihat dari banyaknya lisan dalam menyebutkan namanya, “man ahabba syaian katsura dzikruhu”. Atau ketika disebutkan namanya, menjadi bergetar hatinya dan meleleh air mata sebab merindukannya.

Momentum maulid memberi pelajaran bagi kita tentang cara meluapkan ekspresi cinta. Kita sama-sama tahu bahwa corona belum benar-benar tiada. Sudah tidak sedikit tokoh ulama dan ahli agama yang meninggal dunia, setidaknya selama masa pandemi melanda. Kita mesti cerdas dalam melihat suasana. Jangan sampai karena kebutaan cinta melupakan bahwa kita masih tetap berwujud manusia yang wajib mengikuti protokol Tuhan Yang Maha Esa. [BA]

Muhammad Zakki bin Muhtar
Santri Al Fithrah

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Hikmah