Ulama

Gus Dur: Satu Nama, Sejuta Rindu

(Ilustrasi: Bertagar.id)

Abdurahman Wahid atau yang akrab disapa Gus Dur, siapa yang tak kenal beliau. Sejarah telah banyak mencatat peran tokoh kharismatik K.H. Andurrahman Wahid atau yang lebih akrab disapa “Gus Dur” dalam berbagai bidang kontribusi ke ilmuan.

Banyak bidang yang beliau geluti hingga tak jarang terangkat melalui karya, baik dalam bidang politik, agama, budaya,  tulis  menulis,  sastra, sosial kemasyarakatan, pemikiran,  hingga  masalah  bola pun beliau turut mengikuti perkembangannya.

Sehingga tak heran oleh publik  beliau disematkan dengan beragam julukan seperti: Guru bangsa, bapak pluralisme, pemimpin yang bersahaja, penulis produktif, tokoh humoris, dan penyair.   Hal ini sesuai dengan realitas kehidupan yang dirasakan oleh masyarakat yang berinteraksi langsung atau menjadi kawan, sahabat, atau sekedar patner diskusi beliau

Meskipun dalam perjalanan memimpin bangsa beliau dimakzulkan secara inconstitutional, apalagi ketika kita membaca buku karya Virdika Rizki Utama yang berjudul Menjerat Gus Dur. Namun hal itu tidak membautnya serta-merta kehilangan wibawanya sebagai Gur Bangsa.

Alih-alih citra Gus Dur dibunuh, setelah puluhan tahun berlalu seiring dengan gejolak politik yang terjadi di Indonesia wabil khusus pada saat masa-masa Pemilu Raya, semua orang sontak merindukan Gus Dur. Demikian pula saya pribadi

Menelisik lebih dalam mengenai bagaimana prosesi pemakzulan Gus Dur yang beliau sendiri mengatakan bahwa dirinya dimakzulkan secara politis dan ia pun menuturkan bahwa kelak akan terbukti sendiri oleh sejarah, hal ini menjadi nyata seiring berjalnnya waktu dan pergeseran masa.

Memang  perlu adanya pelurusan sejarah dalam hal demikian. Tidak banyak yang tau akan kebenaran di balik jatuhnya  atau  pelengseran Gus  Dur  dari tampu kepemimpinan  waktu  itu,  dikarenakan  banyak kesemrawutan berita yang saling memporak-porandakan polemik   berita tersebut, belum lagi terkuak juga peran intelektual yang turut ikut andil menggiring opini publik untuk menjatuhkan martabatnya.

Keran reformasi yang Gus Dur buka serta kebebasan pers yang ia usahakan tak serta-merta berjalan sesuai pikirannya. Namun demikianlah, sejarah akan terungkap bagaimana pun disembunyikan dengan rapih.

Sekalipun demikian mari sejenak kita melihat  dan menoleh kebelakang, menyoal Gus Dur yang menjadi sasaran berita hangat dengan tampilan yang tidak sesuai realita dengan apa yang diberitakan oleh media. Mempersoalkan pelengseran Gus Dur yang salah satunya diwarnai dengan alasan. Alasan yang sengaja di manipulasi oleh pihak yang tidak bertanggung jawab, Gus Dur dinisbatkan menjadi presiden yang terlibat dalam kasus korupsi bullogate dan penerimaan dana dari Brunei Darussalam “bruneigate”, inilah salah satu sebab yang menjadikan reputasi Gus Dur waktu itu  benar-benar dalam kondisi titik lemah.

Dalam situasi lain, yang memperkuat jatuhnya Gusdur yakni mereka (pihak) yang pada awalnya  sejalan  dan  mendukung  Gus  Dur  agar  beliau  terpilih  menjadi  presiden,  pada  titik tertentu mereka justru berpindah haluan berbalik perlahan untuk menurunkan Gus Dur dari kursi kepemimpinan. Sangat disayangkan, siapa yang menyangka hal demikian akan terjadi? Gusdur yang memiliki kepribadian tidak mau diatur dan didikte kepemimpinya oleh suatu pihak, menyebabkan pihak tersebut kesal dan berusaha mencari celah untuk menggulingkannya

Gus Dur telah memberikan contoh pada semua tentang gaya hidup sederhana sekali pun beliau sudah berpangkat presiden. Ia tidak peduli dengan popularitas dan kemewahan. Ia hanya peduli dengan keberagaman dan kemanusia serta tak lupu dengan hal bernama kesederhanaan.

Hal ini terbukti dari gaya hidup beliau yang tidak ambil pusing dalam hal berpakaian,  terlihat  waktu  beliau  keluar  istana  untuk  memberikan sambutan akan jatuhnya kepemipinannya waktu itu, beliau hanya menggunakan celana pendek, dan kaos oblong,  begitu pun  pada ketika dirinya berkeliling Indonesia sebagai presiden, ia sering mengenakan batik sederhana dan berpakaian yang mungkin tak menggambarkan dirinya sebagai sosok presiden.

Kesederhanaan itu membuat Ratih menginginkan Gus Dur mengubah style-nya. Bersama Greg Barton, Ratih berkeliling mencari pakaian yang pas untuk Gus Dur, selepas pakaian telah didapat, tak lantas problem itu selesai. Tugas selanjutnya cukup unik  yaitu bagaimana cara membujuk Gus Dur agar mau mengenakannya.

Sungguh, hal ini sangatlah unik, kepribadiaan Gus Dur yang aneh tapi banyak menyiratkan   sebuah makna, ia sendiri terkesan sekenanya dalam urusan berbusana. Bahkan beliau lebih suka dengan gaya hidupnya yang santai dan seringkali beliau berujar “gitu aja kok repot”, mengisyaratkan  dalam  menghadapi  masalah  tetaplah  santai,  enjoy,  dan  jangan  terlalu  dibuat pusing, beliau juga sosok yang humoris kerapkali menghadirkan sebuah cletukan-cletukan yang bisa membuat lawan bicaranya tertawa.

Itulah Gus Dur sang manusia kosmopolitan yang melampaui zamannya, ia akan tetap dikenang dan diingat bagaimana dirinya bernegara, beragama, dan tak jarang bagaiamana ia berpakaian serta menciptakan gelak tawa pun turut dikenang.

Gus Dur meskipun demikian pernah menduduki kepresidenan, beliau tetap menjadi sosok yang tidak haus kekuasaan dan keserakahan, bisakah kita bayangkan waktu pertama kali beliau memasuki istana kepresidenan untuk pertama kali , beliau hanya membawa uang sebesar sepuluh ribu rupiah? Sungguh aneh tapi nyata, bahkan di moment saat anaknya merengek meminta uang, beliau berkata tidak punya uang  dan saat  itu beliau  telah menjadi presiden.

Beliau  mengaku di hadapan anaknya bahwa beliau membenarkan, beliau memanglah memegang uang banyak, tapi uang  itu  milik  negara,  bukan  untuk milik keluarga.  Mari  kita  berkaca  untuk  saat  ini, masihkah ada sosok seperti Gus Dur? Begitu tulus mengabdikan diri untuk bangsa. Tak peduli apapun halagannya yang terpenting adalah kemanusiaan.

Selain dari pada itu, kita pun perlu berkaca dan belajar kesederhanan beliau yang tidak mengagungkan jabatan yang ia miliki yaitu bisa kita lihat dalam perayaan lebaran, pintu gerbang istana terbuka lebar bagi siapa saja yang mau bersilaturahmi berkunjumg ke istana presiden.

Tidak bisa dibayangkan, begitu  mudahnya akses untuk masuk ke istana, semua disambut Gus Dur tanpa membeda-bedakannya. Tak dipilah-pilah siapa yang pantas, baik itu pejabat, rakyat biasa, pegawai, semua sama saja, sama-sama dimonggokan, welcome dan dipersilahkan dengan keramahan. Begitulah beliau menjadi uswatun khasanah bagi semua golongan.

Banyak hal yang tentu kita rindukan dari Gus Dur, semua yang ia contohkan kala itu ternyata baru sekarang kita pahami dan kita mengerti. Menyedihkan memang, tapi begitulah adanya meskipun penyesalan dalam benak kita semua ada namun yang lebih penting ialah kita mampu mengambil hikmah dari dirinya serta menjadikan keteladanan beliau sebagai laku sehari-hari.

Salam rindu dari saya, kami, dan kita semua Gus. Terimakasih kau telah mendidik Indonesia dan memberikan keteladanan bagi semua. Kerinduan ini mungkin naïf, namun saya pribadi selaku penulis tak tahu lagi kata apa yang tepat selain rindu padamu, Gus. alfatihah.

Tri Faizah
Penulis adalah Mahasiswa UIN Raden Intan Lampung Jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir sekaligus Mahasantri Ma’had Al-Jami’ah UIN Raden Intan Lampung.

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Ulama