“Setiap negara memiliki karakter berbeda-beda, budaya berbeda-beda, kedisiplinan berbeda-beda. Oleh karena itu, kita tidak memilih jalan untuk lockdown” Ir.H.Joko Widodo.
Sepenggal kalimat yang diucapkan beliau Presiden Republik Indonesia, saat memberikan pengarahan kepada gubernur se-Indonesia melalui video conference, Selasa 24 Maret 2020. Tentu kalimat tersebut mengemban suatu makna yang sangat tinggi dan penuh arti untuk menafsirkan apa yang hendak dimaksudkan oleh Presiden Jokowi. Sosok pemimpin yang sangat disegani bangsa ini telah melampirkan argumen untuk menjawab pertanyaan besar negaranya. Situasi genting yang telah menimpa ibu pertiwi beberapa bulan terakhir memang bukan main- main. Pandemi tersebut sudah menjadi wabah nasional bahkan mendunia.
Pandemi tersebut bernama Covid-19, sejenis virus baru yang menular ke manusia baik dari semua kalangan. Virus yang lebih dikenal dengan sebutan Corona ini pertama kali ditemukan di Kota Wuhan, Cina pada akhir Desember 2019. Virus ini menular sangat cepat hingga ke seluruh dunia tak terkecuali Indonesia hanya dalam waktu beberapa bulan saja. Seluruh dunia sibuk dengan usaha untuk menangani penyebaran Covid-19 ini. Beberapa negara terpaksa melakukan kebijakan lockdown seperti yang terjadi di Tiongkok, Italia, Malaysia, Argentina, Lebanon dan masih banyak yang lainnya. Ada juga yang lebih memilih untuk mengampanyekan social distancing saja, seperti di Indonesia.
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, telah terkonfirmasi hingga November 2020 sebanyak 457.735 kasus positif corona di Indonesia, 385.094 orang sembuh dan 15.037 orang meninggal dunia. Situasi ini membuat beberapa daerah akhirnya bertindak lebih tegas dan menerapkan kebijakan lockdown bagi masyarakatnya, seperti yang terjadi di Tegal Jawa Tengah. Kampanye social distancing, rajin mencuci tangan dan kewajiban memakai masker ketika keluar rumah semakin digencarkan.
Dampak dari pandemi virus Covid-19 ini pun membuat pemerintah mengeluarkan kebijakan baru mengenai kegiatan yang melibatkan banyak massa. Seluruh karyawan diberlakukan sistem Work From Home (bekerja dari rumah). Sekolah, universitas, pondok pesantren dan lembaga pendidikan lainnya sementara waktu diberlakukan sistem pembelajaran secara daring atau online.
Semua kebijakan yang ada tentunya akan terasa sangat membosankan. Pemberlakuan masa karantina pun seakan-akan mengurung dan membatasi aktifitas manusia untuk bisa bergerak bebas diluar. Lalu bagaimana pesantren menghadapi situasi semacam ini?
Ngaji Online
Setelah adanya berbagai kebijakan baru dari pemerintah, tentunya semua lembaga pendidikan dan instansi tak terkecuali pesantren harus mampu menyikapi hal tersebut dengan bijaksana. Dikutip dari laman NU Online, sebuah opini yang ditulis oleh bendahara PCINU Tiongkok, masa karantina bukan penghalang dalam proses pembelajaran para santri, akan tetapi ini merupakan bentuk peduli dan ikhtiar lahiriyah kita bersama. Sehingga dalam menyikapi permasalahan tersebut, pesantren-pesantren pun akhirnya harus memulangkan santri, tentunya dengan protokol dan prosedur yang aman agar bisa memutus mata rantai penyebaran virus Covid-19.
Meskipun demikian, pesantren-pesantren tersebut tetap menghimbau para santri untuk memaksimalkan masa karantina ini dengan hal-hal yang positif. Selama masa karantina berlangsung, mereka dipantau melalui orang tua masing-masing dan tetap melakukan kegiatan pembelajaran seperti yang ada dipondok. Pesantren-pesantren ini terpaksa harus menerapkan kebijakan ngaji online untuk tetap melakukan pembelajaran hingga akhir semester.
Contohnya saja Pondok Pesantren Yanbu’ul Qur’an yang ada di Kudus Jawa Tengah, pengasuh tetap mewajibkan para santrinya untuk muraja’ah sehari 3 juz dengan disimak keluarga mereka. Kemudian mereka harus mengisi blangko muraja’ah yang disediakan oleh pihak pengurus dan ditanda tangani oleh wali santri. Blangko ini sebagai bukti ngaji muraja’ah selama masa karantina dan harus dikumpulkan ketika pondok sudah aktif kembali.
Ada juga Pondok Pesantren Darul Falah Besongo yang berlokasi di Semarang Jawa Tengah. Pengasuh Pondok pesantren khusus mahasiswa ini menerapkan sistem ngaji online melalui rekaman atau tugas terstruktur. Selama masa karantina ini mereka tetap ngaji seperti biasa dan ketika pondok sudah aktif kembali, dari pihak pengurus akan mengadakan taftisul kutub (pengecekan kitab). Selain itu, di ponpes ini juga diterapkan one day one juz atau khataman online setiap harinya yang merupakan bentuk ikhtiar batin seorang santri dalam menghadapi wabah virus corona ini. Ada juga kajian-kajian online melalui grup whatss app dan bedah buku yang dilakukan melalui live streaming instagram.
Ikhtiar Batin Santri
Seperti pesan Gus Mus, dalam menghadapi Covid-19 ini, ikhtiar lahir sudah dilakukan secara massal bahkan mirip kepanikan. Sebagai hamba-hamba yang beriman, tentunya kita tidak boleh melupakan ikhtiar batin dengan mendekatkan diri kepada Allah serta memohon kepada Tuhannya segala virus. Ikhtiar batin ini diantaranya dengan menyempurnakan wudhu dan membaca amalan-amalan doa tolak bala’.
Ketika sang pencipta menurunkan sebuah wabah, sebagai seorang santri yang sejati tentunya kita paham dan sadar akan makna dari semua ini. Beberapa manfaat bisa kita ambil dari munculnya pandemi virus corona ini. Waktu untuk keluarga lebih maksimal, kita bisa menghabiskan waktu kosong untuk mendekatkan diri kepada sang pencipta, selalu ingat menjaga kebersihan dan tentunya masih banyak manfaat yang tidak kita sadari.
Beberapa hal yang telah ditunjukkan oleh pesantren-pesantren memberikan wawasan kepada kita bahwa adanya kebijakan jangan sampai melunturkan tradisi pesantren yang ada. Pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan untuk kebaikan rakyatnya. Taatlah dan patuhlah akan kebijakan tersebut. Positive thinking, positive feeling dan jaga kebersihan serta lengkapilah semua ikhtiar kita ini dengan selalu berdoa kepada Tuhan. []