mengajak pada kebaikan

Perilaku mengajak pada kebaikan, saling mengingatkan, adalah sebuah perilaku yang menjadi salah satu kekhususan umat Nabi Muhammad saw. Dalam Al-Qur’an Allah swt berfirman:

وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

Dan hendaknya ada di antara kalian segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang mungkar. (QS. Ali Imran: 104)

Dalam firman ini menegaskan bahwa Allah swt memerintahkan hendaknya ada dari umat Nabi Muhammad saw yang bertugas untuk menegakkan perintah Allah swt. Yaitu dengan menyeru orang-orang untuk berbuat kebaikan, berbuat hal yang ma’ruf, dan mencegah mereka dari berbuat kemungkaran. Imam Abdullah bin Alawi al-Haddad menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan  al-khair dalam ayat ini adalah menyeru kepada iman dan ketaatan kepada Allah swt. Perilaku mengajak kepada kebaikan tersebut memiliki posisi yang tinggi di mata Allah swt dan menjadi salah satu perantara taqarrub kepada-Nya. Oleh sebab itu, jangan sampaai kita meremehkan pekerjaan menyeru kepada ajaran Allah swt, mengajak kepada kebaikan, dan mengingatkan saat ada yang melakukan ma’shiat. Sebab perilaku tersebut sangatlah bernilai.

Di zaman now seperti ini, di mana akses berkomunikasi satu sama lain sangat dimudahkan oleh teknologi, mestinya kita tidak menyia-nyiakannya dan turut ambil peran dalam mengisi dunia maya dengan tugas penting ini; mengajak pada kebaikan dan mencegah dari kemungkaran. Meski begitu, kenyataannya tidak banyak yang faham betul bagaimana etika dalam al-amr bil ma’rûf wa al-nahy ‘anil munkâr. Dalam kitab Nashaih juga, Imam Abdullah al-Haddad selain meyebutkan tentang keutamaan menyeru pada kebaikan, beliau juga memaparkan etika-etika dalam menjalankannya. Hal ini agar orang yang kita ingatkan dan kita ajak, bisa lebih mudah menerima kebenaran dan mengikuti ajakan kita.

Baca Juga:  Mulianya Seorang Anak

Beberapa etika beliau menyebutkan yang utama ialah mengutamakan kasih sayang dan kelembutan untuk mengupayakan ajakannya diterima oleh orang lain. Selanjutnya jangan lupa untuk mengatur dan menyesuaikan strategi dengan orang yang akan kita ajak. Perhatikan siapa orang yang akan kita ingatkan dan sesuaikan mulai dari gaya bahasa, kata-kata, metode penyampaiannya, dan lain-lain sehingga mereka mudah menangkap apa yang kita sampaikan, yang nantinya akan mempermudah mereka untuk memutuskan apakah menerima atau menolak nasihat kita.

Setelah itu – yang menurut saya banyak diabaikan kaum milenial saat ini – berikan nasihat di tempat yang sepi yang sekiranya tidak membuka aib kesalahan mereka di depan orang lain. Sekarang banyak kita temukan misalnya saja, netizen mudah mendalili orang lain di kolom komentar postingan. Padahal kita tidak bisa men-judge seseorang hanya dari postingan media sosialnya semata. Dan saat kita menasihati di kolom komentar, pikirkanlah akan banyak orang yang bisa ikut-ikutan memojokkan orang tersebut. Jadi kalau menurutmu perlu untuk mengingatkan, lakukan lewat jalur pribadi entah lewat chat pribadi atau bisa komunikasi langsung jika memang kenal dengan orang tersebut.

Dua etika lainnya tambahan dari saya adalah jangan lalai dalam mengamalkan apa yang kita nasihatkan. Karena sebaik-baiknya guru adalah teladan. Sia-sia jika kita hanya mengingatkan orang lain tanpa mau berusaha untuk mengamalkan apa yang kita sampaikan. Dan terakhir, jangan berhenti mendoakan. Sebab hati dalam genggaman Allah swt dan hidayah juga datangnya dari Allah swt. Iya tugas kita menasihati, namun kita tak memiliki kuasa sedikitpun memaksa orang menerima ajakan kita. Tetaplah mengingatkan dan terus mendoakan.

Itulah sedikit dari etika dalam mengajak orang lain pada kebaikan dan mengingatkan mereka. Yang terpenting, jangan abaikan untuk berperilaku lembut dan berbicara dengan kata-kata yang menyejukkan. Sebab batu jika dibenturkan dengan batu tentu akan pecah. Namun jika ia terus disiram dengan air yang sejuk, maka tidak menutup kemungkinan ia bisa luluh meskipun butuh waktu dan proses yang tidak sebentar.

Baca Juga:  Kitab Mafatih Al-'Ulum: Al-Khawarizmi (2)

Mengutip firman Allah swt berikut,

فَبِما رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ فَإِذا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ

“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu, maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.”

Semoga kita senantiasa mampu saling mengingatkan dalam kebaikan dan ketaatan. [HW]

Atina Balqis Izzah Bcs, M.Ag
Penulis Buku Bias Cinta dari Mukalla, Tentang Muslimah, Alumnus PP Ashiddiqiyah Jakarta, PP Manbaul Ulum Banyuwangi, PPQ Nurul Huda Singosari, PP Al Asy'ariyah Wonosobo, Universitas Al-Ahgaff Yaman, PTIQ Jakarta dan Pengasuh PP Ashiddiqiyah Bogor

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Hikmah