Islam adalah agama yang mengatur semua kehidupan umatnya, tak terkecuali mengenai tentang kehidupan dalam berumah tangga. Dalam Islam pernikahan tidak hanya merupakan legitimasi hubungan antara laki-laki dan perempuan saja, melainkan juga sebagai wahana untuk mewujudkan kasih sayang yang diberikan oleh Allah pada proses penciptaan-Nya yang pertama kali tersebut .
Poligami atau menikahi lebih dari satu istri ini bukan merupakan masalah baru di masyarakat, dan juga islam bukanlah agama yang pertama kali menetapkan aturan poligami, dengan kata lain sebagai pelopor dalam melakukan poligami. Namun sejarah menyatakan bahwasannya poligami itu sendiri telah dipraktikkan dalam kehidupan masyarakat jauh sebelum Islam itu datang. Bahkan dikatakan bahwa sejarah poligami tersebut yaitu sama tuanya dengan sejarah manusia. Akan tetapi Islam tidak dapat memungkiri adanya praktek poligami sebagaimana yang telah dijalani oleh Rasulullah SAW. namun poligami disini mempunyai aturan-aturan yang harus dijalani. Di dalam Al-Qur’an terdapat sejumlah ayat yang menjelaskan tentang poligami ( an-Nisa’/4: 3, 58, 129).
وَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَىٰ فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَىٰ وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ ۖ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ أَلَّا تَعُولُوا
“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilama kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi ; dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya” [An-Nisa/4 : 3]
Hadis-hadis yang berbicara tentang hal ini juga cukup banyak. Salah satunya yang coba akan saya jelaskan yaitu hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam sahihnya (no. Hadis : 5285 )
عَنْ الْمِسْوَرِ بْنِ مَخْرَمَةَ، قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ يَقُولُ وَهُوَ عَلَى الْمِنْبَرِ: ” إِنَّ بَنِي هِشَامِ بْنِ الْمُغِيرَةِ اسْتَأْذَنُوا فِي أَنْ يُنْكِحُوا ابْنَتَهُمْ عَلِيَّ بْنَ أَبِي طَالِبٍ، فَلَا آذَنُ ثُمَّ لَا آذَنُ ثُمَّ لَا آذَنُ إِلَّا أَنْ يُرِيدَ ابْنُ أَبِي طَالِبٍ أَنْ يُطَلِّقَ ابْنَتِي وَيَنْكِحَ ابْنَتَهُمْ، فَإِنَّمَا هِيَ بَضْعَةٌ مِنِّي يُرِيبُنِي مَا أَرَابَهَا وَيُؤْذِينِي مَا آذَاهَا “
“Dari al-Miswar bin Makhramah berkata: Aku mendengar Rasulullah Saw bersabda di atas mimbar: “Beberapa keluarga Bani Hisyam bin al-Mughirah meminta izin kepadaku untuk mengawinkan putri mereka dengan Ali bin Abi Thalib, -ketahuilah-, aku tidak akan mengizinkan, sekali lagi tidak akan mengizinkan, sungguh tidak aku izinkan, kecuali kalau Ali bin Abi Thalib mau menceraikan putriku, lalu mengawini putri mereka. Ketahuilah, putriku itu bagian dariku; apa yang mengganggu perasaannya adalah menggangguku juga, apa yang menyakiti hatinya adalah menyakiti hatiku juga”
Dari hadis diatas di jelaskan bahwasannya Nabi Muhammad Saw tidak rela menantunya Ali bin Abi Tholib menikahi wanita lain yaitu Juwairiyah, yang mana Juwairah tersebut adalah putri dari Abu Jahal Amr bin Hisyam yaitu paman dia sendiri, meskipun Abu Jahl adalah paman dari Rasul sendiri akan tetapi dia adalah tokoh Quraisy yang sangat keras dan keji perlawanannya terhadap Rasulullah Saw dan Abu jahl termasuk orang yang sangat memusuhi Islam dan ia juga termasuk musuh Allah. Namun demikian ini bukanlah sebuah alasan untuk tidak diperbolehkannya Ali bin Abi Thalib menikah dengan puteri Abu Jahl , akan tetapi pelarangan tersebut lebih tepatnya karna Rasul tidak ingin melihat putrinya tersebut sakit hati sebab poligami dari Ali bin Abi Thalib .
Adapun poligami dari Rasulullah sendiri yaitu bukan karna tuntutan biologis atau memuaskan hasrat seksualnya , kebanyakan orang keliru dalam memahami praktek poligami Rasulullah . praktik poligami Rasul itu pada delapan tahun sisa hidupnya karna sebelumnya itu hanya beristrikan Khadijah, setelah Khadijah wafat barulah ia menikah dengan beberapa wanita . adapun para wanita yang dinikahi Rasul sendiri adalah para janda yang suaminya itu gugur di dalam peperangan , kecuali Aisyah .
Upaya beristri lebih dari satu yang diterapkan Nabi adalah strategi untuk meningkatkan kedudukan perempuan dalam tradisi feodal Arab pada abad ke-7 M. Karna saat itu nilai sosial seorang perempuan dan janda begitu rendah ,sehingga seorang laki-laki dapat beristri sebanyak yang mereka suka.
Dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa pada dasarnya poligami itu memang ada teks agama yang menyatakannya, tetapi demikian itu bukan berarti teks itu memerintahkannya dan juga tidak melarang. Dalam hal poligami memang pernah dilakukan oleh Rasulullah sendiri tetapi dengan tujuan-tujuan tertentu seperti syiar Islam dan meningkatkan kedudukan istri Sahabat Rasulullah yang mana para suaminya tersebut gugur dalam peperangan bersama beliau.
Jadi poligami Rasulullah itu bukan karna hasrat seksual. Jika memang ada yang berpendapat bahwasannya poligami Rasulullah hanyalah hasrat seksual belaka maka ini adalah pendapat yang keliru dan salah yang mesti harus di luruskan tentang kebenaran poligami Rasulullah tersebut karna tujuan beliau berpoligami adalah bukan seperti itu.