Yang kulihat dari Maulana Syekh Muhanna adalah sosok suri tauladan yang nyata dalam kehidupan. Beliau merupakan sosok ulama sekaligus mursyid di hadapan para muridnya. Akan tetapi semua itu tak menafikan kedudukan beliau sebagai pemimpin di keluarga. Beliau tetaplah sebagai suami yang penuh kasih sayang kepada istrinya, ayah yang penuh cinta dalam mendidik putra putrinya, dan kakek yang sangat antusias menemani cucu- cucunya bermain. Titisan dari sang datuk Nabi Muhammad Saw, yang selalu mengajarkan untuk menebarkan kasih sayang kepada sesama. Dan semua juga tak terlepas dari peran sang istri yang asketik dalam bersikap, tangguh dalam berjuang, dan berani dalam berkorban. Bersama menemani sang suami dalam mengarungi bahtera rumah tangga.

Disamping kesibukan beliau sebagai dosen di Universitas al Azhar dan juga beberapa majelis tasawuf yang beliau ampu di berbagai tempat, tak lupa sosok beliau yang sangat terlihat berwibawa, namun apabila dihadapan sang istri, semua berubah begitu saja, nampak aura kasih sayang terpancar dari perawakannya, halus dalam bersikap, sopan dalam bertutur, terkadang diselingi dengan humor yang membuat sang istri senang dan bahagia.

Yang selalu al faqir saksikan dari sosok beliau dalam bersikap kepada istrinya adalah tidak mau mengecewakannya, atau membuat sang istri terfikirkan akannya. Pernah suatu ketika, usai beliau mengajar ihya’ ‘Ulumuddin di masjid al Azhar Asyarif, al faqir menemani beliau untuk meneruskan perjalanan ke suatu acara, sambil menyetir mobilnya seperti biasa,tak lupa Syekh Muhanna menelfon sang istri untuk sekedar izin tidak pulang ke rumah dulu, dikarenakan ada agenda kala itu, semua itu beliau lakukan agar sang istri tidak menunggunya di rumah tanpa kabar, sambil tersenyum beliau berkata ” Tunggu, aku mengabari istriku dulu, karena (etika seperti ini) adalah hal yang sangat penting (dalam keharmonisan rumah tangga).” Momen ini seketika juga mengingatkanku dimana saat menemani Romo Yai Lukman Harist Dimyati (cucu dari Syekh Mahfuz termas) dimana beliau di setiap tempat yang dikunjunginya selalu menyempatkan waktunya untuk menelfon sang istri, sekedar memberi kabar baik dalam perjalananya.

Baca Juga:  Mengurai Makna Rezeki dalam Al-Qur'an

Sosok Sayyidah Hanna Ahmad, adalah perempuan yang tangguh, selalu menemani sang suami dalam setiap waktu, bersama mengarungi bahtera rumah tangga. Dengan kondisi beliau yang sudah sedikit sepuh dan ada sedikit sakit di kaki, tak jarang beliau menyempatkan waktunya untuk duduk berjam jam demi bisa menemani sang suami dari kejauhan, mendengarkan ulasan pelajarannya di berbagai tempat, dari masjid al Azhar, Masjid Sayyidah Aisyah, Masjid Ibnu Athaillah, dan juga di Zawiyah Mukattam.

Terkadang Maulana Syekh Muhanna menganjurkan sang istri untuk tetap di rumah dan beristirahat. Mengingat kondisi sang istri yang tidak lagi kuat seperti di masa muda, akan tetapi Sayidah Hanna selalu membuat hati Maulana lentur hingga dibolehkanya menemaninya dalam berbagai pengajian yang diampunya, menyertakan putra putrinya, menantunya, dan cucu cucun nya, apabila kondisi memungkinkan dan semua ikut andil menghadiri pengajian Syekh Muhanna. Sungguh keluarga yang sangat harmonis.

Memang terasa berat menjadi istri seorang ulama, harus super sabar menunggu, setia menemani dalam setiap langkah kehidupan rumah tangganya. Tak jarang dalam berbagai kisah kita bisa saksikan, banyak istri ulama yang tidak kuat dengan keseharian sang suami, yang setiap saat menduakannya dengan kitab dan juga pengajiannya.

Seperti biasanya, Maualana Syekh Muhanna sangat memperhatikan akan pendidikan wanita, seperti yang diwariskan oleh gurunya yaitu Syekh Muhammad Zakiy Ibrohim radhiyallahu anhu, dimana beliau mempunyai majelis khusus untuk para wanita di masa hidupnya. Jadwal rutin syekh Muhanna setelah majelis zikir adalah mendengar curahan hati para murid yang meminta pandangannya dalam suatu masalah pribadi, keluarga dan lainnya, dan mayoritas mereka yang bercerita adalah dari kaum hawa. Disaat itu juga, sosok istri yang sangat sabar nan tangguh yaitu Sayyidah Hanna Ahmad menunggu sang suami, terkadang hingga larut malam, demi mendengar satu persatu curahan hati para murid. Sungguh beliau wanita yang sangat tangguh.

Baca Juga:  Hormat Bendera dalam Fatwa Ulama Al-Azhar

Jam 9 malam adalah jadwal rutin Maulana Syekh Muhanna untuk minum obat, terkadang di jam itu beliau masih dalam kondisi mengajar atau memimpin majelis zikir, dari kejauhan terlihat sang istri melambaikan tangannya kepada sang suami sebagai isyarat waktu untuknya meminum obat, kemudian dibalaslah isyarat sang istri dengan anggukan kepala beliau yang menandakan “iya” dan beliau pun tersenyum. Sungguh pemandangan hidup yang sangat indah.

Dalam segala keharmonisan rumah tangganya, dalam mendidik putra putrinya, beliau tidak sekalipun pilih kasih terhadap satu diantara mereka, semuanya sama. Bahkan dalam beberapa momen, ketika berpergian atau berziarah, selalu terlihat putra dan putri beliau ikut andil dalam khidmah membantu pekerjaan yang ada, putri- putri beliau sibuk memotong sayuran dan ada juga yang masak dan putra beliau menjadi peladen makanan bagi jamaah sang ayah. Semua terlihat begitu indah, berinteraksi berlandaskan persaudaran tanpa ada rasa unggul diatas lainya.

Semoga kita bisa meniru tauladan baik yang kita saksikan dari guru-guru kita, semoga Allah selalu menjaga beliau semua, aamiin. [HW]

Ade Rizal
Mahasiswa Fakultas Ushuluddin al Azhar Kairo Mesir, Pondok Modern Gontor, Tabarukan di Lirboyo,Pondok Kwagean Kediri, Pondok Hamalatul Qur'an Jombang

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Kisah