Kehadiran Covid-19 yang terus menerus membuat hidup kita bergerak tidak menentu. Termasuk di sektor pendidikan, utamanya dalam pengelolaan persekolahan. Ada yang berkeinginan bahwa layanan pendidikan segera dimulai sesuai dengan kalendernya, pertengahan Juli dan awal September. Ada juga berpendapat sebaliknya dimulai Januari dan Februari. Ada juga pilihan kebijakan lainnya. Apapun kebijakan yang diambil diharapkan tetap fokusnya untuk memberikan layanan pendidikan yang terbaik.

Kecepatan penyebaran pandemi Covid-19 merupakan karakteristik utamanya. Akibatnya, hampir seluruh dataran jagat raya dapat ditembus. Karena wujud dan penyebarannya tidak kelihatan, maka akibatnya banyak korban kematian yang sulit dihindari. Di samping virusnya sudah bermutasi menjadi empat, juga belum ditemukan vaksin untuk penyembuhannya secara meyakinkan membuat kita khawatir, cemas hingga takut yang berkepanjangan.

Demi pencegahan dan penyelamatan, muncullah gagasan untuk pencegahan penyebaran virus dengan Physical and Social Distancing, di samping cuci tangan, pakai masker, berjemur di pagi hari untuk mendapatkan sinar matahari dan sebagainya. Untuk mewujudkan Physical and Social Distancing, salah satu cara yang efektif, bahwa semua kegiatan dialihkan ke Rumah (Work frim Home, Study from Home, Pray at Home) dengan begitu slogan Stay at Home menjadi sangat penting dan relevan. Ketika belajar dialihkan tempatnya di rumah, baik untuk pendidikan usia dini, jenjang pendidikan dasar dan menengah, maupun pendidikan tinggi, dunia IT sudah mengalami kemajuan yang berarti. Ini suatu keberuntungan yang patut disyukuri. Dengan begitu dalam batas tertentu sejumlah aktivitas pendidikan sudah bisa di-replace dengan sistem Daring. Walau diakui bahwa penyediaan infrastruktur (prasarana dan sarana) masih jauh dari yang ideal. Dengan kemampuan guru dan Tenaga Kependidikan yang belum sepenuhnya memadai, di samping siswa dan mahasiswanya juga. Belum lagi dikaitkan dengan kondisi geografis yang belum semuanya bisa mengakses jaringan internet dan ketidakmampuan siswa dan mahasiswa untuk memiliki hardware (gadget). Jika diakui secara jujur bahwa cara pembelajaran belumlah bisa tampil optimal. Masih banyak kurangnya terutama di daerah-daerah yang belum maju dan yang ada di desa-desa.

Baca Juga:  Pendidikan adalah Kekuasaan

Mengacu kepada apa yang dilaporkan Mendikbud, bahwa sudah sekitar 95% sekolah bisa menggunakan pembelajaran daring. Jika benar, itu hanya formalitas. Misalkan di suatu sekolah itu biasanya ada satu rombongan belajar, yang siap mengikuti ujian nasional atau ujian sekolah yang UTBK. Sementara itu di setiap sekolah biasanya ada 5 rombongan anak lainnya di SD-MI, 2 rombongan anak lainnya di SMP-MTs dan 2 rombongan anak lainnya di SMA/SMK-MA. Ini berarti bahwa lebih banyak anak yang belum tersediakan hardware-nya. Belum lagi anak-anak yang disiapkan di sekolah. Anak-anak yang biasanya mendapat jatah hardware di sekolah belum tentu semuanya memiliki laptop atau gadget di rumah. Dengan Daring belum tentu efektif, jika semua anak belum bisa mengikuti. Untuk itu anak-anak bisa berpartisipasi belajarnya, maka pemerintah dan mitra perlu membagikan laptop, gadget, Hp atau media lain yang diperlukan.

Kita sangat memaklumi bahwa semester kedua tahun ajaran 2019-2020, kegiatan pembelajaran masih belum berjalan secara fungsional. Karena anak-anak TK/RA, SD-MI sampai dengan SMA-MA atau SMK. Walaupun secara kasuistik, ada sejumlah sekolah/madrasah yang bisa berjalan sangat baik Daring-nya. Materi pendidikan sejak awal yang lewat Daring sesuai dengan Edaran Menteri, tidak difokuskan kepada penuntasan materi Kurikulum. Anak-anak cukup diberi materi yang terkait Covid-19. Dengan begitu anak-anak mutlak tidak menuntaskan Kurikulum di Tahun berjalan.

Sebelum membuat keputusan final untuk kembali belajar lagi, kita tidak bisa mengabaikan pengalaman Perancis, Finlandia dan Korea Selatan. Bahwa program kembali belajar ke sekolah lagi dengan kondisi anak dan masyarakat, serta lingkungan yang belum kondusif sangat berpotensi merugikan anak, karena kemungkinan anak atau guru/dosen atau tenaga kependidikan terpapar tidak bisa dihindari. Memperhatikan realita yang ada berkenaan dengan terpaparnya anak sebagai akibat dari peniadaan Physical dan Social Distancing, maka program kembali ke sekolah perlu dipertimbangkan lagi dan anak-anak wajib dibelajar dari rumah.

Baca Juga:  Setelah Anak Bersekolah atau Mondok, Lantas Orangtua Ngapain?

Menyadari akan kondisi Indonesia belakangan ini, pemerintah mengambil kebijakan perlunya New Normal dimulai dengan pertimbangan ekonomi, kesehatan dan sosial. Dengan begitu PSBB perlu dievaluasi dan dilakukan pelonggaran secara bertahap. Kebijakan ini menuai pro dan kontra. Karena kondisi objektifnya bahwa kasus Covid-19 belum menunjukkan penurunan trend yang berarti. Yang sangat dikhawatirkan terjadi serangan penyebaran virus kedua. Jika tidak terkontrol bisa jadi timbulkan bahaya dan kerugian yang lebih besar.

Memperhatikan kondisi objetktif dan pengalaman negara lain dalam mengatasi Covid-19, sebaiknya pertimbangan utamanya adalah penyelamatan kesehatan anak, yang dampaknya untuk penyelamatan keluarga dan masyarakat luas. Bahwa kebijakan harus bersifat menyeluruh dan terpadu. Semua kementerian yang bertanggung jawab tentang penyelenggaraan pendidikan, Kemendikbud, Kemenag dan Kemendagri serta Kementerian lainnya, perlu duduk bersama untuk menerapkan awal Tahun Ajaran/Akademik. Apakah tetap atau diundur satu semester. Keduanya ada plus minusnya, mana yang maslahatnya banyak itulah yang diambil, dengan tetap mempertimbangkan aspek lain yang penting. Kecepatan membuat keputusan bersama yang tepat akan bisa menenangkan kehidupan bangsa. Semua transparan dan bisa diterima oleh semua atau lebih banyak stakeholder, sehingga memudahkan implementasinya.

Jika keputusannya, bahwa Tahun Ajaran/Akademik Baru itu tetap, kemudian apa implikasinya, perlu diupayakan dan dijaga dengan baik. Jika Tahun Ajaran/Akademik Baru diundur satu semester, maka apa implikasinya perlu dirumuskan dengan baik, utamanya kemaslahatan dan keterbatasannya. Apapun keputusan yang dibuat, perhatian terhadap mutu pendidikan tetap tinggi, sehingga tidak terkesan asal jalan. Apalagi sekedar mengejar formalitas. Asal sudah menggunakan sistem e-learning dan mengejar target. Ingat bahwa misi pendidikan adalah sangat mulia. Jangan sampai layanan pendidikan yang kita upayakan di tengah kesulitan apapun, mengabaikan prinsip-prinsip yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.

Baca Juga:  Pendidikan yang Membebaskan

Akhirnya kita sangat menyadari bahwa kita hidup dunia ini sedang dihadapkan masalah serius yang sama, Covid-19. Kemampuan kita semua diuji untuk menghadapi musibah yang berat ini. Proses kehidupan harus tetap berjalan. Tidak boleh terjadi pengabaian. Utamanya persoalan pendidikan. Pengelolaan pesekolahan yang efektif dan efisien sangat diharapkan. Untuk mendorong semua pihak ikut men-support pengelolaan persekolahan sangat dibutuhkan kepastian dengan segala konsekuensinya. Hal ini tidak bisa dihadapi dengan secara setengah-setengah, namun harus total dan sistemik. [HW]

Prof. Dr. Rochmat Wahab, M.Pd., M.A.
Beliau adalah Guru Besar dalam Bidang Ilmu Pendidikan Anak Berbakat pada Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta. Ia menjabat Rektor Universitas Negeri Yogyakarta untuk periode 2009-2017, Ketua III Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI) masa bakti 2014-2019, Ketua Umum Asosiasi Profesi Pendidikan Khusus Indonesia (APPKhI) periode 2011-2016, dan Ketua Tanfidliyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama DIY masa bakti 2011-2016

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Opini