Berdakwah dengan Hikmah dan Ahsan

ٱدْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِٱلْحِكْمَةِ وَٱلْمَوْعِظَةِ ٱلْحَسَنَةِ ۖ وَجَٰدِلْهُم بِٱلَّتِى هِىَ أَحْسَنُ ۚ

Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.” (QS An-Nahl : 125)

Baru saja kemarin, Rabu, tanggal 14 Januari 2021, pk. 8.30, kita ditinggalkan oleh Ulama Besar, Syaikh Ali Salem Mohammed Ali Jaber untuk memenuhi panggilan Allah swt untuk selama-lamanya Salam usia 45 tahun (Madinah, 3 Februari 1976). Wafatnya ulama menandai dicabutnya ilmu dari atas bumi. Sepanjang ilmu itu dicabut, cenderung dunia mengalami kebodohan, akibatnya berpotensi terjadinya kehancuran. Ada kata hikmah dalam bahasa Arab, “Mautul ‘Alim mautul ‘alam”. Kondisi ini dipertegas oleh salah sabda Rasulullah, yaitu: “Sesungguhnya Allah tidak akan mencabut ilmu dari umat manusia dengan sekali cabut. Namun, Ia akan mencabut dengan mematikan para ulama (ahlinya). Sampai apabila Ia tidak menyisakan seorang alim, umat manusia akan menjadikan orang-orang yang bodoh sebagai pimpinan-pimpinan mereka. Mereka ditanya (oleh umatnya) lantas menjawab tanpa ilmu, sehingga mereka sesat dan menyesatkan.” (HR Bukhari dan Muslim).

Kita semua Insya Allah menjadi saksi, bahwa kita kehilangan Ulama besar, Syaekh Ali Jaber, yang telah memberi contoh dakwah Islam yang menyejukkan dan mendamaikan. Dengan usia yang relatif masih muda, beliau telah hadir di bumi nusantara ini sebarkan Al Qur-an dengan cara-cara yang baik, bijaksana, dan berbahasa santun. Pilihan cara dakwah yang sangat diterima dengan welcome oleh semua ummat Islam, mungkin ummat lain. Cara dakwah beliau sangat sejalan dengan tuntunan Allah swt dan Rasulullah saw.

Kita manusia sebagai ummat terbaik di atas bumi yang fana ini diperintahkan untuk beramar makruf nahi munkar. Suatu perintah yang tidak mudah, sehingga tidak bisa diabaikan. Namun segala keterbatasan yang menempel pada setiap insan, maka dengan bijak Rasulullah saw, hanya perintahkan sesuai dengan kemampuan. Sebagaimana sabda beliau “Ballighuu ‘anniy walau aayah”.

Baca Juga:  Kenangan Mas Muhammad Abid Muaffan bersama KH. R. Muhammad Najib Abdul Qadir Munawwir Krapyak

Walaupun demikian kita dalam berdakwah tidak boleh asal berbuat. Kita setidak-tidaknya ikuti petunjuk dari Allah swt, bahwa dalam mengajak ke jalan Allah swt harus dengan cara bijak dan berdebat dengan cara yang lebih baik. Kita tidak boleh abaikan prinsip-prinsip ini, sehingga dakwah kita bisa diterima dan tidak kontra produktif.

Selanjutnya kita bisa mengikuti cara Rasulullah saw dalam berdakwah, melalui haditsnya, yaitu “yassiruu walaa tu’assiru”, mudahkanlah dan janganlah mempersulit. Dalam menyampaikan materi dakwah seyogyanya lebih menekankan pada hal yang mudah dipahami, diikuti dan diamalkan, tetapi hindari hal-hal yang sulit diikuti dan dilakukan.

Selain daripada itu bahwa dalam berdakwah perlu ikuti cara, “basysyiruu walaa tunaffiruu”, berilah kabar gembira dan jangan menakuti-nakuti. Untuk menarik ummat agar dapat ikuti apa yang didakwahkan dengan baik, sebaiknya lebih mengedepankan pahala daripada dosa, syurga daripada neraka. Juga utamakan mengajak untuk beribadah dengan mendahulukan hal-hal atau perintah yang ringan daripada hal-hal atau perintah yang berat.

Demikian juga bahwa kita perlu menyadari bahwa kemampuan atau kapasitas insan, baik terkait dengan ilmu dan pengalaman itu berbeda-beda dan sangat variatif. Untuk itu perlu contoh dari Rasulullah bahwa materi dan cara berdakwah perlu sekali disesuaikan dengan kondisi ummat. Sebagaimana yang dianjurkan Rasulullah saw, “Khaatibun naasa ‘alaa qadri ‘uqulihim”, berbicaralah dengan manusia lain berdasarkan kemampuan akalnya. Juga bicaralah kepada manusia dengan metode yang sesuai dengan mereka, dan nasihati mereka dengan baik-baik yang akan mendorong mereka menyukai kebaikan dan menjauhkan mereka dari keburukan.

Terkait dengan perdebatan dalam mengajak ke jalan Allah, maka berdebatlah dengan cara perdebatan yang lebih baik, dengan logika yang baik, dan dengan akal sehat. Juga dengan perilaku yang sopan, halus dan lemah lembut. Dengan bahasa yang mengedepankan rasa respek, tidak ada muncul debat kusir, apalagi dengan cara menekan dan kurang menghargai. Ungkapan simpatik dan inklusif sangat diperlukan.

Baca Juga:  Tirakat Ulama dalam Menulis Kitab

Sebaliknya, bahwa dakwah dengan cara kekerasan harus dihindari. Tidak boleh terjadi kekerasan verbal. Apalagi sikap-sikap agresif yang ditonjolkan. Dengan alasan nahi munkar, semua cara kekerasan dan penyerangan seakan-akan mendapat legitimasi. Padahal ada cara lain, bahwa tindakan nahi munkar sebaiknya dapat dilakukan dengan langkah persuasif. Ingat Allah swt mengingatkan dengan tegas “Laa ikraaha fid diin”, tidak ada Pak dalam berragama. Q.S. Al-Baqarah: 256). Islam sangat menekankan rahmatan lil’aamiin.

Demikianlah, best practices yang ditampilkan Almaghfurlahu Syaikh Ali Jaber dalam berdakwah yang menyejukkan dan menenangkan hati dan beberapa rambut penting dalam berdakwah, sehingga dakwah bukan dianggap beban, tetapi sebagai sebagai kebutuhan. Karena itu jika kita bisa melakukan satu ayat pun, Insya Allah dapat mengalirkan pahala ilaa yaumil qiyaamah. Kita kehilangan 14 Kiai, Ulama, Syaekh, dan Habib, di tahun 2021 dan ratusan Kiai, Ulama, Syaekh, dan Habib di tahun 2020, semoga mereka mendapat tempat yang terbaik di sisi Allah swt dan para Kiai, Ulama, Syaekh dan Habib yang masih ada diberi kesehatan dan kemampuan untuk melanjutkan perjuangan membina ummat. Aamiin. []

Prof. Dr. Rochmat Wahab, M.Pd., M.A.
Beliau adalah Guru Besar dalam Bidang Ilmu Pendidikan Anak Berbakat pada Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta. Ia menjabat Rektor Universitas Negeri Yogyakarta untuk periode 2009-2017, Ketua III Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI) masa bakti 2014-2019, Ketua Umum Asosiasi Profesi Pendidikan Khusus Indonesia (APPKhI) periode 2011-2016, dan Ketua Tanfidliyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama DIY masa bakti 2011-2016

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Hikmah