Mencari dan Melepas Pergi

Alkisah diceritakan oleh seorang teman bermain PS saya setiap malam, bahwa di suatu daerah di sragen sana, dahulu kala ada seorang maling radio yang tertangkap karena kebodohannya. Dia mencuri sebuah radio yang masih menyala, dan lalu dikejar oleh orang sekampung. Karena dia tidak bisa berlari terus menerus, dia memutuskan untuk sembunyi. Dan ketika bersembunyi, dia tertangkap karena suara yang keluar dari radio yang dimaling tersebut. Semua terjadi karena sang maling tidak bisa mematikan radio.

Saya tidak ingin membicarakan tentang radio, atau apalagi cara mematikannya, namun saya ingin bercerita tentang bagaimana saya memahami kehilangan, terutama kehilangan barang. Entah berapa kali saya kehilangan handphone, atau kehilangan uang ketika di pondok dulu. Namun semua kejadian ini tak pernah luput mengajarkan saya sebuah arti kehilangan dan berbagai cara mencari, dan lalu kemudian mengikhlaskannya ketika tidak kembali.

Ketika kehilangan hal-hal kecil, ada beberapa orang yang menyarankan untuk melaksanakan shalat. Ya, anda tidak salah baca, shalat. Karena kita memang seringkali mengingat hal-hal remeh justru ketika sedang shalat. Entah ini adalah salah satu kelebihan shalat, yaitu bahkan ketika tidak khusyuk pun masih memberi kita ingatan akan sesuatu yang terselip. Atau ini justru jebakan setan agar kita tidak khusyuk. Yaitu dengan menghajar ingatan kita pada hal-hal selain Allah.

Namun akan berbeda cerita bila kejadiannya terjadi di rumah, dan ada bapak. Bapak akan langsung menyarankan kami, yang kehilangan barang, untuk membaca ayat: innal ladzi faradla alaikal quranaa laraadduka ilaa ma’aad.

اِنَّ الَّذِي فَرَضَ عَلَيْكَ الْقُرْآنَ لَرَادُّكَ اِلٰى مَعَاد

Sebanyak mungkin. Bapak tidak pernah menentukan berapa kali harus dibaca. Sambil mencari barang yang hilang atau terselip tersebut, sambil terus membaca ayat di atas.

Baca Juga:  Mengapa Tuhan Tidak Menjauhkan Keburukan dari Kita?

Pun untuk mencari orang hilang atau barang berharga di rumah, bapak menyarankan untuk memperbanyak membaca ayat di atas. Yaitu dengan cara membaca fatihah dulu yang dikhususkan kepada barang atau seseorang yang dicari, kemudian membaca ayat ini sebanyak mungkin menurut kemampuannya masing-masing. Ditambah, akan lebih baik bila ayat tersebut ditulis di atas kertas, kemudian ditaruh (lebih baiknya dipaku, agar lebih kuat) di atas pintu yang biasa dilewati oleh orang yang hilang tersebut, atau yang mungkin dilewati oleh orang yang mengambil barang. Ilmu ini sudah diajarkan kepada kami bahkan sejak sebelum mondok dahulu. Setiap saya, atau saudara yang lain kehilangan barang, maka bapak akan mengajak kami untuk membaca ayat ini sambil mencari-cari. Tak pasti ketemu, tapi seringkali ketemu kemudian.

Doa ini bisa juga digunakan sebagai ikhtiar mengembalikan orang yang minggat dari rumah, diamalkan seperti kehilangan barang atau mencari orang yang hilang di atas. Banyak sekali orang yang diberi keberhasilan dalam mengamalkan doa ini.

Sebagaimana ikhtiar yang lain, cara yang diajarkan bapak ini adalah sebuah cara untuk meminta pertolongan tuhan melalui doa khusus yang diajarkan oleh para ulama’ terdahulu. Tak semua ikhtiar kita akan berhasil, namun pasti tuhan akan mengabulkan. Tak semua yang hilang akan kembali, namun pasti akan diganti. Dan bila tuhan yang mengganti, pasti akan jauh lebih baik lagi.

Saya sendiri pernah diajari memaknai kehilangan oleh salah seorang teman mondok ketika di Singosari dulu. Suatu hari ketika hp kesayangan yang baru saya punya dalam hitungan hari, hilang saat ditinggal tidur. Setelah beberapa saat mencari, kami memutuskan kalau memang hp saya pasti hilang diambil oleh tangan usil. Di tengah kegalauan saya, (tidak terlalu panik karena ini adalah kehilangan yang kesekian kali terjadi pada saya), salah seorang teman sekamar saya bilang begini: ”kulo riyen nate diterangaken kaleh bapak kulo, tirose: ketika kito shodaqoh, niku dereng mesti ditampi kaleh gusti allah, tapi lek kito kicalan barang kerono diambil maling, mongko shodaqoh niku mesti ditompo kaleh gusti allah (saya dulu pernah diberi pengertian oleh bapak saya, bahwa ketika kita shadaqah, maka belum pasti diterima oleh Allah. Akan tetapi berbeda bila kita kehilangan barang karena diambil oleh maling, kalau kita sabar menerima maka akan dianggap sebagai shadaqah yang pasti diterima oleh Allah)”.

Baca Juga:  IQDAM

Setelah mendengar keterangan ini, saya jadi semakin yakin, bahwa memang segala yang terjadi dalam hidup adalah sejatinya bukan masalah. Yang hilang dan dicari, kadang bisa kembali. Namun tak jarang dia akan tetap pergi, dan kemudian Allah telah menyiapkan pengganti di kemudian hari.

Yang pergi adalah saatnya, dan yang datang adalah karunia-Nya.

Kesadaran ini yang membuat sebagian ulama’ menganjurkan kita untuk berdoa menggunakan doa sapu jagat: rabbana atina fiddunya hasanah, wa fil akhiraati hasanah, waqinaa adzaban nar.

ربنا اتنا في الدنيا حسنة وفي الاخرة حسنة وقنا عذاب النار

“Ya Allah, ya tuhan kami. Mohon berikan kebaikan kepada kami di dunia dan kebaikan di akhirat, serta jagalah kami dari siksa neraka”.

Kita meminta untuk diberikan segala hal yang baik, entah itu harta, keluarga, pasangan hidup, atau apapun. Namun bila memang kebaikan itu telah berkurang atau bahkan hilang, maka kita harus siap melepasnya pergi (tapi jangan dijadikan alasan meng-ghosting ya, “aku bukan yang terbaik bagimu”, atau “kamu terlalu baik bagiku”. Hahaha), dan siapkan tangan untuk menerima kebaikan baru yang akan datang.

Semoga kita selalu mampu menjaga amanah atas segala yang dititipkan, pun kita bisa memberi makna atas segala kehilangan. Karena hakikatnya semua adalah lakon kehidupan. []

#salamKWAGEAN

Muhammad Muslim Hanan
Santri Alumnus PIM Kajen dan PP Kwagean Kediri

    Rekomendasi

    Merdeka Belajar
    Opini

    Merdeka Belajar

    Banyak cara dari kita dalam memperingati hari kemerdekaan setiap 17 Agustus ini, mulai ...

    Tinggalkan Komentar

    More in Hikmah