Kisah Pembai’atan Wanita Pemakan Hati Singa Allah (Hindun Binti ‘Utbah)

Hindun binti Utbah adalah istri dari Abu Sufyan bin Harb dan merupakan ibu dari khalifah pertama bani Umayyah, yaitu Muawiyah. Hindun adalah seorang wanita berkedudukan mulia, baik sebelum ia memeluk islam maupun sesudahnya. Keduanya menikah dalam keadaan masih percaya pada nenek moyang mereka, kemudian Abu Sufyan masuk islam terlebih dahulu ketika peristiwa fathu mekkah berlangsung, dan satu hari setelahnya baru Hindun lah yang masuk islam.

Hindun merupakan salah satu wanita Quraisy yang ditakuti, sampai Muawiyah bin Abu Sufyan pernah berkata, “ Di masa jahiliyah, ibuku merupakan wanita yang sangat berbahaya, namun ketika masuk islam ia menjadi wanita yang baik dan mulia”. Hal tersebut terbukti pada peristiwa fathu mekkah, Hindun tidak segan-segan berbicara kasar kepada Abu Sufyan dan berkata, “Bunuhlah orang yang gemuk, gembrot, dan sesat ini. Sungguh amat buruk pemimpin umat ini” Sembari memegangi kumis Abu Sufyan. Abu sufyan pun langsung berkata dengan lantang, “Jangan kalian terpedaya dengan ucapan semacam ini, sesungguhnya ia (Muhammad) datang dengan kekuatan yang tidak mungkin kalian sanggup untuk melawannya. Maka, barang siapa masuk ke rumah Abu Sufyan , ia aman.”

Kekejaman Hindun binti ‘Utbah tidak terjadi hanya pada peristiwa itu saja, kembali pada peristiwa sebelum fathu mekkah, terdapat perang uhud, yang mana pada saat itu kaum kafir Quraisy membawa banyak rombongan, mulai dari orang Quraisy itu sendiri, para tokoh, dan para pengikut baik dari Bani Kinanah dan Bani Tihamah, serta mereka juga mengajak para istri termasuk Abu Sufyan yang membawa istrinya, Hindun binti ‘Utbah.

Hindun memimpin wanita-wanita kafir Quraisy untuk mendukung para tentara Quraisy dalam perlawanannya melawan kaum muslimin. Ia pantang menyerah untuk membakar semangat mereka, bahkan sampai berkeliling diantara barisan, menabuh rebana, meningkatkan semangat, dan membakar tekad, serta membakar motivasi agar terus maju melawan kaum muslimin. Dalam tabuhan rebananya, Hindun berkata:

Baca Juga:  Sayyidah Aisyah dan Keluasan Ilmunya #3

Wahai Bani Abuddar

Wahai para penjaga bagian belakang

Tebaslah dengan pedang nan tajam

Kami rangkul kalian jika kalian maju bertempur

Kami sediakan sandaran dengan bantal kecil

Kami kan tinggalkan bila kalian mundur

Dengan perpisahan yang tidak menggembirakan

Usaha Hindun untuk mengalahkan kaum muslimin bukan hanya itu, akan tetapi Hindun sebenarnya mempunyai dendam pribadi terhadap Hamzah bin Abdul Muthalib, paman Rasulullah, karena ia telah membunuh ayah serta pamannya pada saat perang badar. Setiap kali bertemu dengan seorang budak bernama Wahsyi, yang mana ia adalah seorang yang ditugaskan untuk membunuh Hamzah dikarenakan lemparan tombaknya yang tidak pernah meleset, Hindun berkata, “Wahai Abu Dasamah, sembuhkanlah dendamku dan carilah kesembuhan!”.

Perang uhud pun berakhir, kaum muslimin mengalami kekalahan karena mereka terpincut harta rampasan pihak musuh. Begitu juga dengan Hindun dan para wanita Quraisy, mereka tidak segan-segan untuk memutilasi para sahabat Nabi dengan memotong-motong hidung dan telinga mereka, bahkan potongan tersebut oleh Hindun dipakai sebagai kalung dan gelang untuk kakinya. Yang paling kejam dari peristiwa ini adalah Hindun membelah dada Hamzah bin Abdul Muthalib dan langsung memakan hatinya, ia berniat untuk menelannya, akan tetapi ia tidak mampu sehingga dimuntahkannya hati Hamzah bin Abdul Muthalib.

Kisah dibai’atnya Hindun binti ‘Utbah, terjadi pada saat pelaksanaan fathu mekkah hari kedua. Hati Hindun tergerak masuk islam dikarenakan pada malam pertama fathu mekkah, ia melihat kaum muslimin benar-benar hanya menyembah Allah dengan melakukan shalat di dalam masjid. Hindun pun bergegas menemui Utsman bin Affan dan meminta tolong kepadanya agar diizinkan menemui Rasulullah, kemudian berangkatlah mereka berdua dengan penampilan Hindun yang memakai cadar dikarenakan ia mempunyai rasa takut kepada Rasulullah karena perlakuannya kepada Hamzah bin Abdul Muthalib.

Baca Juga:  Nisa' (Mengapa Perempuan disebut Nisa?)

Sesampainya disana, ternyata tidak hanya Hindun saja yang ingin dibai’at, akan tetapi juga terdapat para wanita. Hindun pun berkata kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah, segala puji bagi Allah yang telah memenangkan agama yang telah dipilih-Nya sehingga bermanfaat bagiku. Semoga Allah merahmatimu Muhammad. Sesungguhnya aku adalah wanita yang telah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.” Hindun pun membuka cadarnya dan berkata, “Aku adalah Hindun binti ‘Utbah.”

Tanpa marah sedikitpun, Rasulullah menyambut, “Selamat datang untukmu.” Kemudian rasulullah langsung membacakan sebuah ayat al-Qur’an dan membai’at para wanita tersebut. Akan tetapi, tiba-tiba Hindun bertanya, “Haruskah kami menjabat tanganmu. Wahai Rasulullah?” Rasulullah pun menjawab, “Sesungguhnya aku tidak menjabat tangan seorang wanita, dan sesungguhnya ucapanku kepada seratus wanita sama dengan ucapanku kepada satu orang wanita.”

Setelah itu, Rasulullah mengucapkan syarat pembai’atan, yaitu agar tidak mencuri dan berzina. Hindun berkata kepada Rasulullah, “ Apakah wanita merdeka berzina dan mencuri, wahai Rasulullah?” Rasulullah melanjutkan, “ Janganlah kalian membunuh anak-anak kalian.” Hindun berkata, “Kami telah membesarkan mereka sedari kecil, akan tetapi engkau telah membunuhnya pada saat perang badar.”

Tak hanya itu, Hindun juga mengeluh atas perbuatan yang telah dilakukan suaminya, bahwa Abu Sufyan tidak memberinya makan yang cukup kepada dirinya dan anaknya. Maka Rasulullah pun berkata, “Ambillah dari hartanya, dan pergunakanlah dengan ma’ruf serta mencukupi kebutuhanmu serta anakmu.” Nah, semua pertanyaan dan pernyataan yang telah dikatakan Hindun tersebut merupakan sebuah ketekadan serta keseriusan Hindun dalam memeluk agama Islam.

Tak hanya itu, sesampainya di rumahpun Hindun langsung menghancurkan seluruh berhalanya dengan kapak. Hari-hari yang telah dilalui oleh Hindun, ia habiskan untuk menambah keimanannya kepada Allah swt, serta jihad melawan kaum kafir bersama suaminya, Abu Sufyan, seperti pada saat perang yarmuk. Ia dan suaminya ikut serta dalam perang tersebut, dan Hindun tidak henti-hentinya membakar semangat kaum muslimin dengan berkata, “Percepatlah kematian mereka dengan pedang kalian, wahai kaum muslimin!”.

Baca Juga:  Raden Ayu Lasminingrat: Pejuang Emansipasi Wanita Pertama

Perjuangan Hindun dalam berjihad atas nama islam, berakhir pada tahun ke-14 Hijriyah bertepatan dengan pergantian kekhalifahan Umar bin Khattab. Ia wafat dan sampai sekarang masih dikenang kegigihannya dalam peperangan, serta perjuangannya dalam membela umat Islam. []

Sumber:

Ummu Abdirrahman, “Hindun Bintu ‘Utbah” Asy Syari’ah Edisi 031, 17 November 2011

Abu Umar Yusuf, Al-Isti’aab, Jilid 4 (Beirut). hal 1922

Ridwan Hariyadi, “Kepemimpinan Rasulullah Pada Peristiwa Fathu Makkah Dalam Perspektif Manajemen” (2017)

Iqbal, “Perang Uhud (Suatu Analisis Historis Sebab-Sebab Kekalahan Umat Islam),” Jurnal Rihlah I, no. 2 (2014): 20-21.

Abu Muhammad Abdul Malik bin Hisyam, Sirah Nabawiyah Ibnu Hisyam, Cetakan Pertama. Terj. Fadhli Bahri (Jakarta Timur: Darul Falah, 2000).

Atana Ahmil Nahdhiyah
Mahasiswa Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Kisah