Kisah Sufi Taubat Dalam Hobi Berburu

Ibrohim bin Adham (w. 160 H/777 M), salah seorang pemuka sufi dimasanya pada awalnya merupakan seorang penguasa di daerah Balkh suatu wilayah di Kota Khurasan. Teritori kekuasaannya sangat luas. ia sangat disegani di daerahnya. Semua masyarakatnya sangat mencintainya. Namun suatu hari ketika ia sedang bersantai di permadani kerajaannya tiba-tiba muncul suara gaduh dan menjerit di atapnya.

“Siapa kamu”

“Aku seorang lelaki dan aku baru kehilangan seekor Unta”

Ibrahim bin Adham merasa aneh dengan jawaban lelaki tersebut. lantas ia Menimpali

“Hai bodoh kenapa kamu mencari untamu di atas atap, bukan di tempat lain?”

“Hai orang yang lalai, lantas kenapa kamu mencari ridho Allah di atas permadani empukmu?” balas suara lelaki itu

Balasan yang membuat ia bingung. dan juga membuat hatinya terbakar. Kegamangan mengenai tujuan hidup sebenarnya mengganggu tidur nyenyaknya. beberapa hari ia tidak bisa memejamkan mata. Semua fasilitas kerajaannya tidak dapat menghilangkan kegalaunya itu. Semua keluarganya pun merasakan perubahan yang dialami pemimpinnya tersebut. sehingga semua keluarga pun sangat terpukul dan sedih atasnya.

Hingga suatu hari ketika semua keluarga serta kolega kerajaannya sedang berkumpul di hadapannya untuk mencoba menghiburnya. Datang seorang lelaki yang tak dikenal menerobos masuk dan langsung menemui Ibrahim bin Adham

“Siapa kamu? dan darimana engkau datang?”

lelaki tak dikenal itu hanya diam

“Apa tujuanmu kesini?” Ibrohim bin Adham menambahi pertanyaan

“izinkan kami menginap di Ribath (penginapan) ini”

“Huss, enak saja kamu. Ini bukan penginapan ini rumahku!!” tegas Ibrohim bin Adham

“Sebelum menjadi milikmu, rumah ini milik siapa?”

“Milik ayahku”

“kemudian sebelum itu?”

“milik kakekku?”

“Sebelumnya lagi?”

Begitu seterusnya lelaki itu mengejar Ibrohim bin Adham sampai akhirnya Ibrohim bin Adham tak  bisa lagi menjawab.

Baca Juga:  Si Alim dan Si Bahlul

Akhirnya orang itu menghilang entah kemana. Ibrohim bin Adham semakin terpukul dan semakin gamang akan tujuan hidupnya. percuma ia punya kekuasaan punya harta yang melimpah namun hakikat hidup sendiri ia tidak mengetahui.

Setelah beberapa hari ia memutuskan untuk berburu memenuhi hobinya. Juga untuk mengisi kesibukan agar mudah melupakan kejadian beberapa hari yang lalu. Akhirnya ia menuju ke hutan dengan menunggang kuda juga tak lupa membawa peralatan berburu yang lengkap.

Walaupun jujur, ia belum bisa menghilangkan kegamangannya. ia memutuskan untuk tetap berburu, sambil memacu kudanya ia mengawasi kanan kirinya siapa tahu ada kijang yang dapat di buru. Tiba-tiba seekor kijang sudah berada dibawah kudanya. dengan cekatan panah di tangannya ia arahkan pada kijang tersebut. kemudian Busur panah sudah ia tarik kebelakang. dan Hampir ia lepaskan tiba tiba kijangnya berbicara.

“Kamu tidak akan bisa menangkapku”

Kemudian muncul suara lagi

“Wahai Ibrohim engkau diciptakan tidak untuk melakukan hal ini (berburu). Tuhanmu sama sekali tidak pernah memerintahkan ini”

Akhirnya ia tidak jadi menangkap kijang tersebut kemudian kembali ke kerajaannya. Mulai saat itu juga ia mendeklarasikan taubat. Ia tinggalkan semua jubbah kebesaran seorang raja. Ia bang jauh-jauh mahkota kebanggannnya diganti dengan kopyah sufi. Ia kemudian menjalani fase baru kehidupannya. Yakni menjalani hidup sufi dan kelak ia menjadi salah satu tokoh sufi yang masyhur[1]

[1] Fariduddin al-Atthor, Tadzkirat al-Auliya (Beirut: darul Kutub al-Ilmiyah) hal. 121

Akhmad Yazid Fathoni
Santri, Pustakawan Perpustakaan Langitan

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Kisah