Masyayikh Tarekat (14): Sayyid Amir Kullal al-Bukhari (w. 772 H./1371 M.)

Sayyid Amir Kullal al-Bukhari, adalah penerus Baba Samasi. Syeh Yusuf bin Ismail an-Nabhani dalam Jami Karomatil Auliya, menyebutnya sebagai anak dari Sayid Hamzah, salah satu imam agung thariqah Nasyabandiyah, dan guru mulia dari Syekh Agung Muhammad Bahaudin an-Naqsyabandi (JKA, I: 601). Sedangkan dalam kitab ath-Thariqah an-Naqsyabandiyah wa A’lamuha, (TNWA, 1987: 74, No. 32), disebutkan tokoh ini dilahirkan dan dimakamkan di daerah Sukhar, dekat dengan kota Bukhara.

Sumber-sumber yang menyebut tokoh ini, menyebutkan bahwa ketika remaja, Sayyid Amir Kullal al-Bukhari menelaah dan belajar berbagai cabang ilmu. Ketika menyaksikan dan bersama Syeh Baba Samasi, melihat Muhammad Bahaudin an-Naqsyabandi mengalami jadzbah. Sayyid Amir Kullal al-Bukhari bersama Syeh Baba Samasi selama 20 tahun. Pada waktu sebanyak itu, beliau menekuni dzikir dan tarekat, melakukan khalwat dan memperbanyak amal nawafil, dan selalu mengunjungi Syeh Baba Samasi di Samas pada setiap hari Senin dan Kamis.

Sayyid Amir Kullal al-Bukhari dalam fikih mengikuti Madzhab Hanafi dan dekat dengan Timur, keturunan Mongol yang masuk Islam, pelanjut Caghatai (keturnan Jenghis Khan). Sayyid Amir Kullal di Asia Tengah menjadi guru spiritual sangat dihormati, sampai menjadi gurunya Timur. Beliau sejaman hidupnya dengan Syeh Ni’matullah Wali. Johan GJ Teer Haar dalam Warisan Sufi (dalam 1999, II: 544), menyebut Sayyid Amir Kullal termasuk guru Naqsyabanbdiyah dengan melafalkan dzikir, maksudnya adalah dzikir jahr. Akan tetapi pada masanya itu, muridnya yang bernama Syeh Bahaudin Naqsyabandi sudah mulai berdzikir sirr, berbeda dengan sanga guru.

Sayyid Amir Kullal, suatu ketika ditanya sebagian muridnya yang lain, kenapa Syeh Bahauddin Naqsyabandi, yang juga muridnya, saat itu menggunakan dzikir diam. Sayyid Amir Kullal menyebutkan (dalam 1999, II: 546-547): “Tuhan selalu melihat atas tindakan Bahaudin dan tidak pantas bagi manusia (muridnya yang bertanya itu) bertanya tentang apa yang disukai Tuhan”; dan dia juga menyebutkan “tindakan-tindakan Bahaudin terinspirasi oleh Tuhan dan berdasarkan kebijaksanaan ilahiyah, sedangkan segala tindakannya tersebut, tidak dilakukannya berdasarkan keleluasaan kemanusiannya (ikhtiyar).”

Baca Juga:  Masyayikh Tarekat (8) Abu Ya’qub Yusuf al-Hamdani (w. 535 H./1141 M)

Yusuf bin Ismail an-Nabhani (JKA, I: 601) menyebutkan sebagian keramat Sayyid Amir Kullal al-Bukhari, berdasarkan cerita dari ibu Sayyid Amir Kullal sendiri, yang berkata: “Ketika aku sedang hamil, setiap kali aku akan makan sesuatu yang meragukan, aku menemukan diriku tersiksa. Tatkala hal ini berulang-ulang terjadi dalam persoalan ini, aku mengambil jalan berhati-hati dalam makananku. Maka akau tidak menemukan sesuatu setelah itu, dan aku berharap dengan hal itu menjadi baik dan barakah (dalam makanan yang aku makan).”

Sayyid Amir Kullal selain berkecimpung dalam bidang tarekat, juga menekuni cabang mushara’ah (olahraga gulat), dan suatu ketika dia berkumpul dengan para ahli yang berani dan ahli petarung. Karena hal itu, ada seseorang yang khawatir (dan berfikir) karena dia adalah seorang sayyid dan syarif, bagaimana bisa dia menyibukkan dirinya dengan mushara`ah dan berjalan di jalannya para ahli bathil? Setelah itu laki-laki itu tertidur, dan melihat dalam tidurnya bahwa hari qiyamat telah datang. Dia merasa mengalami kesulitan dan tenggelam sampai dadanya, dia mengalami berbagai kesulitan besar. Maka (dalam mimpi itu) datanglah Sayyid Amir Kullal kepadanya dan membantunya, dan Sayyid Amir Kullal berkata: “Apakah engkau mengetahui himmahku dan apa makna mushara`ah (gulat)?”

Tatkala Baba Samasi wafat, Sayyid Amir Kullal menggantikannya sebagai khalifahnya, dan membimbing para murid untuk mengamalkan tarekat. Dan, Sayyid Amir Kullal sendiri memiliki banyak murid dan khalifah, tetapi yang meneruskannya sampai kepada silsilah Naqsyabandiyah adalah Syah Naqsyaband. Sayyid Amir Kullal al-Bukhari memiliki beberapa anak dan wafat pada tahun 772 H. (1371 M.). [HW]

Nur Kholik Ridwan
Intletual Muda NU, Gusdurian Tinggal di Yogyakarta

    Rekomendasi

    1 Comment

    1. […] Dikenal dengan nama Syah Naqsyaband, dan nama aslinya adalah Muhammad Baha’uddin an-Naqsyabandi al-Uwaisy al-Bukhari. Disebut dalam kitab ath-Thariqah an-Naqsyabandiyah wa A’lamuha (TNWA, 18-19), namanya dikenal dengan sebutan Syah Naqsyaband. Dilahirkan pada tahun 717 H. (1317 M.) di daerah Qashrul Arifan, sebuah desa di dekat Bukhara. Dia belajar ilmu-ulmu syariah kepada Khawaja Baba Samasi, yang dimakamkan di desa Samas, dekat Bukhara. Pada umur 18 tahun, dia mengambil tarekat dari Syehnya, Syeh Baba Samasi dan belajar ketenangan, khusu’, dan tadharru’. Akan tetapi, silsilah sanad tarekatnya beliau menyambungkan kepada murid Baba Samasi, yang juga gurunya, yaitu Sayyid Amir Kullal. […]

    Tinggalkan Komentar

    More in Ulama