Selain syirik, tiada dosa yang tak diampuni Allah SWT. Bahkan berkali-kali Dia memperkenalkan diri-Nya sebagai sang maha pengampun. Dengan satu catatan, yang penting hamba yang berdosa mau meminta ampun.
Dalam satu hadis qudsi disebutkan;
يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الآخِرُ فَيَقُولُ مَنْ يَدْعُونِى فَأَسْتَجِيبَ لَهُ وَمَنْ يَسْأَلُنِى فَأُعْطِيَهُ وَمَنْ يَسْتَغْفِرُنِى فَأَغْفِرَ له
Artinya: “Tuhan sang pemberi berkah dan maha luhur, setiap sepertiga malam terakhir, turun ke langit-langit dunia, lalu berfirman, ‘siapa hamba saya yang berdoa, maka akan saya kabulkan doanya. Siapa hamba saya yang memohon, akan saya berikan apa yang diminta. Dan siapa yang istighfar, akan saya ampuni dosa-dosanya.”
Dalam penggalan terakhir hadis qudsi di atas, Allah SWT sedang menggantungkan pengampunan-Nya dengan permintaan ampun hamba-Nya. Itu artinya pengampunan akan diberikan kala sang hamba meminta ampun dan bertobat.
Dalam mendeklarasikan diri-Nya sebagai sang pengampun, Allah SWT berkali-kali berfirman. Diantaranya, firman Allah dalam surah al-A’raf ayat 153:
والذين عملوا السيآت ثم تابوا من بعدها وآمنوا إنّ ربك من بعدها لغفور رحيم
Artinya: “Orang-orang yang berbuat keburukan, kemudian setelah itu bertobat dan kembali beriman, sesungguhnya pasca proses pertobatan dan iman, Tuhanmu adalah sang maha pengampun lagi penyayang.”
Begitu pula dalam surah al-Maidah ayat 74, Allah SWT berfirman:
أفلا يتوبون إلى الله ويستغفرونه والله غفور رحيم
Artinya: “Mengapa mereka tidak bertobat dan beristigfar kepada Allah SWT, padahal Allah adalah sang maha pengampun lagi penyayang?”
Juga dalam surah at-Taubah ayat 104 disebutkan:
ألم يعلموا أن الله هو يقبل التوبة عن عباده ويأخذ الصدقات وأن الله هو التواب الرحيم
Artinya: “Tidakkah mereka mengetahui bahwa Allah lah yang menerima tobat sekalian hambanya dan menerima zakat-zakat mereka dan sungguh Allah adalah sang penerima tobat lagi penyayang.”
Namun, yang menarik dalam pembahasan ini, yaitu ketika dikaitkan dengan hadis riwayat siti Aisyah ra yang berbeda dengan konsep di atas. Saat hadis qudsi di muka, secara eksplisit menyatakan bahwa adanya pengampunan tergantung pada adanya permohonan ampun, justru dalam hadis riwayat siti Aisyah ra berikut, dengan tegas menyatakan sebaliknya. Yaitu sebelum meminta ampun pun, Allah telah mengampuni dosa sang hamba. Berikut redaksinya dalam kitab at-Tanwir Syarh al-Jami’ as-Shagir, karya Abu Ibrahim Izzuddin Muhammad bin Ismail bin Shalah bin Muhammad al-Hasani, bahwa Rasulullah Saw bersabda;
ما علم الله من عبد ندامة على ذنب إلا غفر له قبل أن يستغفره منه
Artinya: “Setiap kali Allah SWT mengetahui hambanya menyesali dosa, pasti Allah mengampuni dosanya sebelum ia meminta ampun.”
Kalau kita mengkaji lebih dalam seputar rukun-rukun tobat sebagaimana yang dijelaskan para ulama, seperti berhenti dari laku maksiat (القطع عن المعصية), bertekad untuk tidak mengulanginya kembali (العزم على أن لا يعود عليها), dan menyesali kemaksiatan (الندم على المعصية), maka berdasarkan hadis siti Aisyah tadi, yang menjadi prioritas utama di antara sekian rukun tobat adalah penyesalan atas kemaksiatan. karena penyesalanlah yang akan menjadi power terbesar untuk terus memegang prinsip agar tidak jatuh ke lubang yang sama. Dan karena penyesalan itu pula, merupakan kenangan terindah sang hamba dengan Tuhannya. Bukankah begitu tampak hakikat kehambaan, kala seseorang bersesal dalam karena telah mengkhianati tuannya?
Dalam satu hadis sahih disebutkan;
إذا سرتك حسنتك وسائتك سيئتك فأنت مؤمن
Artinya: “Jika amal baikmu membuatmu riang, dan amal burukmu membuatmu gundah, maka engkau beriman.”
Dalam kitab Faidl al-Qadir Syarh al-Jami’as-Shagir, buah karya syekh Abdu ar-Rauf al-Manawi, menjelaskan hadis di atas bahwa riang dengan kebaikan dan gundah gulana sebab keburukan adalah tanda sebuah keimanan. Bahkan itulah keimanan yang sebenarnya. Sementara rasa gundah karena satu kesalahan adalah tanda sebuah penyesalan yang merupakan rukun taubat paling penting di antara yang lain. Berikut redaksinya dalam Faidl al-Qadir;
وفي الحزن على السيئة إشعار بالندم الذي هو أعظم أركان التوبة.
Artinya: “Ratapan kesedihan karena satu kesalahan, merupakan jelmaan sebuah penyesalan yang mana itulah rukun taubat terpenting.”
Dalam satu hadis lagi, riwayat siti Aisyah ra. Sebagaimana yang kutip Abu Hamid al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumiddin, bahwa Aisyah bercerita,
قال لي رسول الله صلى الله عليه وسلم إن كنت ألممت بذنب فاستغفري الله وتوبي إليه فإن التوبة من الذنب الندم والإستغفار
Artinya: “Rasulullah Saw. berpesan kepadaku, jika engkau buat dosa, maka minta ampunlah kepada Allah dan bertaubatlah kepada-Nya. Karena taubat dari dosa, sesungguhnya adalah sebuah penyesalan dan permohonan ampun.”
Dari hadis ini, tampak bahwa Rasulullah SAW, dalam urusan tobat begitu memperhatikan sebuah penyesalan yang kemudian diikuti dengan sebuah format permohonan ampun. Terbukti ketika beliau memaknakan tobat, memilih mendahulukan kata الندم sebelum الإستغفار. Jadi inti dari tobat adalah sebuah penyesalan mendalam yang kemudian diikrarkan oleh lisan dalam bentuk istighfar. Dari seluruh paparan di atas, tersirat makna bahwa apalah gunanya istighfar tanpa rasa sesal, bahkan cukup dengan penyesalan mendalam, Allah sang maha pengampun telah mengampuni dosa hambanya, walau belum sempat memohon ampun.
Maka pesannya, jangan pernah melupakan dosa-dosa, walaupun kini, ketaatan telah tak terhitung lagi. Sebab, dengan mengingat selalu dosa-dosa itu, seseorang sulit akan terjerumus lagi dalam liang dosa yang sama. Lantaran mengingat bagaimana pedihnya sebagai pendosa. Sehingga ia akan senantiasa berada dalam ikrar tobatnya. [HW]