Istri dan Suami Saleh (4)
Makna Saleh

Untuk memahami isu ini lebih luas, kita perlu membaca teks-teks lain yang terkait. Kita perlu berpikir komprehensif, tidak eklektik.

Akan tetapi sebelum menyebutkan teks-teks tersebut, perlu bagi kita untuk memahami kata saleh itu sendiri. Apakah makna genuin dari kata Shalih/Shalihah. Shalih secara literal bermakna: baik, sehat, patut, kokoh, bermanfaat, damai, selaras, dan sejenisnya. (Dalam bahasa Inggris, kata shalih mengandung arti; good, right, proper, sound, solid, virtuous, useful, suitable dan appropriate. (Baca; Mujam al Lughah, h. 523).

Muqatil bin Sulaiman (w. 150 H), mufassir klasik, dalam salah bukunya yang terkenal Al-Asybah wa al-Nazhair fi al-Qur’an al-Karim, menyebutkan bahwa kata shalah, akar kata dari shalih, dalam al-Qur’an memiliki paling tidak 7 makna. Pertama, berarti iman. Ini antara lain disebut dalam surah al-Rad, 23, S. Al-Nur, 32 dan S. Yusuf, 101. Kedua, judah al-Manzilah (sikap/posisi yang baik di hadapan orang lain). Ini disebutkan dalam Surah, Yusuf, 9, Al-Baqarah, 130, dan al-Nahl, 122. Ketiga, al-Rifq, bersikap lembut, bersahabat. Ini disebutkan dalam surah al-Qashash, 27, dan al-Araf, 142. Keempat, sawa al-khalq, ciptaan yang bagus. Ini disebutkan dalam surah al-Araf, 189. Kelima, al-Ihsan, berbuat baik, indah. Ini disebutkan dalam surah al-Hud, 88. Keenam, al-thaah, ketaatan. Yakni ketaatan kepada Allah dalam menjalani kehidupannya di dunia. Ini disebutkan dalam surah al-Baqarah, 11, al-Araf, 56, al-Baqarah, 82, al-Nisa, 57 dan 122, dan al-Ankabut, 9. Di sini kata al-Thaah selalu dimaknai sebagai ketaatan kepada Allah.

Dengan memahami arti shalih ini, kita dapat menggambarkan betapa kata saleh dapat diterjemahkan dalam banyak hal dan dapat dimaknai secara berbeda-beda sesuai dengan konteksnya yang berbeda-beda dan berubah-ubah, baik konteks tema pembicaraan, audiens, ruang maupun waktu. Apa yang dinyatakan saleh di satu tempat dan di suatu masa tidak selalu saleh pada tempat dan zaman yang lain.

Baca Juga:  Istri Saleh dan Suami Saleh (5)
Perempuan sama dengan Laki-laki

Dalam banyak sekali teks al-Qur’an ditemukan bahwa perempuan adalah manusia sebagaimana laki-laki. Ia memiliki potensi-potensi fitrah, seperti intelektualitas (akal budi), kecakapan, moral, spiritual dan sumber daya fisik sebagaimana laki-laki. Dengan berbagai potensi tersebut perempuan, seperti halnya laki-laki, diberikan ruang oleh Tuhan untuk mengekspresikannya dalam ruang-ruang kehidupan bersama. Ia memiliki seluruh hasrat dan hak-hak kemanusiaan. Jadi secara genuin, seorang istri adalah seorang perempuan dengan seluruh potensinya yang sama dengan potensi dan hak-hak kemanusiaan laki-laki.

Mengenai hal ini saya kira kita perlu melihat teks-teks al-Qur’an. Antara lain:

مَنْ عَمِلَ صَالِحاً مِنْ ذَكَرٍ اَوْ اُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً. وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

“Siapa saja, laki-laki atau perempuan yang mengerjakan perbuatan-perbuatan saleh seraya beriman kepada Allah, maka Kami berikan kepada mereka kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri mereka balasan dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (Q.S. al nahl, 16:97).

Kita dapat mendefinisikan perempuan yang saleh, terlepas apakah dia bersuami atau lajang, adalah orang-orang yang mengabdi kepada Allah, kepada kemanusiaan dan bekerja untuk kebaikan bersama. Al-Qur’an menyatakan:

إِنَّ الْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْقَانِتِينَ وَالْقَانِتَاتِ وَالصَّادِقِينَ وَالصَّادِقَاتِ وَالصَّابِرِينَ وَالصَّابِرَاتِ وَالْخَاشِعِينَ وَالْخَاشِعَاتِ وَالْمُتَصَدِّقِينَ وَالْمُتَصَدِّقَاتِ وَالصَّائِمِينَ وَالصَّائِمَاتِ وَالْحَافِظِينَ فُرُوجَهُمْ وَالْحَافِظَاتِ وَالذَّاكِرِينَ اللَّهَ كَثِيراً وَالذَّاكِرَاتِ أَعَدَّ اللَّهُ لَهُم مَّغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا

“Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang berserah diri kepada Allah, laki-laki dan perempuan yang beriman, laki-laki dan perempuan yang tulus, laki-laki dan perempuan yang jujur, laki-laki dan perempuan yang sabat, laki-laki dan perempuan yang takut kepada Allah, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang menjaga kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang selalu mengingat Allah, untuk mereka Allah menyediakan ampunan dan pahala yang besar.” (Q.S. Al Ahzab, 33:35).

Baca Juga:  Perlunya Konseling Keluarga

Masih Bersambung. Belum selesai. [HW]

Husein Muhammad
Dr (HC) Kajian Tafsir Gender dari UIN Walisongo Semarang, Pengasuh PP Darut Tauhid Arjowinangun Cirebon, Pendiri Yayasan Fahmina Institute

Rekomendasi

Tinggalkan Komentar

More in Opini