Istri Saleh dan Suami Saleh (5)

Istri yang saleh tidak harus bekerja di ruang domestik, tetapi juga di wilayah publik, dalam rangka dakwah, amar ma’ruf nahi munkar. Dan ini tentu bisa dilakukan dalam segala ruang publik. Al-Qur’an menyatakan bahwa laki-laki dan perempuan dituntut untuk bekerjasama dan saling menolong dalam usaha-usaha perbaikan sosial :

وَالمُؤْمِنُونَ وَالمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيآءُ بَعْضٍ يَأمُرُونَ بِالمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ المُنْكَرِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَيُطِيعُونَ اللهَ وَرَسُولَه. أولئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللهُ. إِنَّ اللهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

Orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, saling menjadi penolong. Mereka menyuruh mengerjakan yang ma’ruf (baik) dan mencegah dari yang munkar (buruk), mendirikan salat, menunaikan zakat dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu diberi rahmat oleh Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi maha Bijaksana.” (Q.S. al Taubah, 9:71).

Tampak jelas dari ayat di atas bahwa peran perempuan beriman sama dengan peran laki-laki beriman. Mereka diperintahkan untuk saling bekerjasama, saling membantu dan saling bahu-membahu dalam menciptakan kehidupan sosial yang baik.

Inti dari semua kebaikan atau kesalehan seseorang dalam kedudukan dan peran apapun dalam Islam sesungguhnya hanyalah ketaatannya kepada Allah. Dalam bahasa lain pada ketakwaannya kepada Allah. Dengan begitu, seorang istri harus taat kepada suaminya, sepanjang dalam kerangka mengabdi kepada Allah dan tidak melakukan perbuatan yang melawan hukum, melanggar kesepakatan yang dibuat bersama dan tidak berlaku zalim. Hal ini juga berlaku bagi suami yang saleh. Suami harus taat kepada istri, sepanjang istri menjadi pemimpin dan taat kepada Allah

Nabi saw bersabda ;

لَا طَاعَةَ لِمخْلُوقٍ فِى مَعْصِيَةِ الخَالِقِ

Tidak ada ketaatan kepada makhluk, ketika dia melakukan kedurhakaan kepada-Nya”. Dalam banyak ayat al-Qur’an maupun hadis Nabi ditegaskan tentang haramnya menzalimi orang. Antar lain :

Baca Juga:  Istri Shalihah Suami Shalih (7)

لَا تَظْلِمُونَ وَلاَ تُظْلَمُونَ

Janganlah kalian menzalimi dan jangan pula mau dizalimi’.

Hadis Nabi juga menyatakan :

يَا عِبَادِى إِنِّى حَرَّمْتُ الظُّلْمَ عَلَى نَفْسِى فَلَا تَظَّالَمُوا

Hai hamba-hamba-Ku, sesungguhnya Aku telah mengharamkan kezaliman atas Diri-Ku, maka janganlah kalian saling menzalimi”.

Nabi saw juga mengatakan :

لَيْسَ بِخِيَارِكُمْ مَنْ ضَرَبَ إِمْرَأَتَهُ

Bukanlah suami yang baik, yang saleh, jika dia memukul istrinya”.

Rasulullah saw, sebagai panutan umat Islam menurut istrinya, Siti Aisyah binti Abu Bakar, tidak pernah memukul istrinya maupun teman kerja di rumahnya. Siti Aisyah mengatakan :

مَا ضَرَبَ رَسُولُ اللهِ أِمْرَأَةً وَلاَ خَادِماً قَطُّ

Rasulullah tidak pernah memukul perempuan manapun dan tidak pula teman yang membantu pekerjaan rumahnya”.

Bersambung lagi. Bernafas dulu. [HW]

Husein Muhammad
Dr (HC) Kajian Tafsir Gender dari UIN Walisongo Semarang, Pengasuh PP Darut Tauhid Arjowinangun Cirebon, Pendiri Yayasan Fahmina Institute

Rekomendasi

Tinggalkan Komentar

More in Opini