Belakangan ini mulai berdatangan mahasiswa baru di kota-kota besar. Ada mahasiswa baru yang berasal dari kota setempat, tetapi tidak sedikit mahasiswa berasal dari daerah lain. Mahasiswa dari kota setempat biasanya baik-baik saja, tetapi mahasiswa yang berasal dari daerah lain cenderung memiliki potensi deviasi sosial. Persoalan deviasi sosial tidak bisa dibiarkan, karena boleh jadi dapat mengganggu kelancaran studi. Apapun alasannya, upaya menyelamatkan mahasiswa itu penting, terutama dari ancaman deviasi sosial.
Mengapa mahasiswa baru rentan terhadap persoalan deviasi sosial? Secara faktual, mahasiswa baru cenderung alami kejutan kultural. Biasa hidup terkungkung bersama keluarga, yang selalu dalam pengawasan keluarga, kini saatnya mereka mulai hidup mandiri. Kebebasan mulai terjadi. Hanya mahasiswa yang memiliki kontrol diri yang baik, yang diharapkan bisa hadapi masalah hidupnya di kota baru. Kejutan kultural dapat segera diatasi. Namun bagi yang lemah kontrol diri, mereka benar-benar berpotensi menghadapi ancaman deviasi sosial.
Wujud perilaku deviasi sosial saat ini relatif jauh lebih kompleks daripada jaman lalu, terutama yang dengan masuknya jaringan informasi yang tidak semua orang bisa melakukan kontrol atau pemantauan perilaku mahasiswa. Perilaku deviasi masa lalu jauh lebih mudah bisa dilihat, namun di era saat ini, sulit diditeksi. Bahkan orang yang sedang ada di sebelah kita yang sedang melakukan penyimpangan, kita juga tidak tahu. Hal ini menggambarkan bahwa penggunaan IT secara diam-diam untuk perilaku menyimpang bisa terjadi kapan saja, di mana saja, dan dalam kondisi apapun juga.
Perilaku deviasi sosial baik pada level personal maupun kolektif yang sering dan cenderung muncul pada mahasiswa, di antaranya, penggunaan narkoba, pergaulan bebas, menikmati hiburan malam, asyik main game, kejahatan sosial, konflik sosial, dan potensi radikalisasi. Perilaku deviansi sosial pada prakteknya ada yang nampak, melainkan tidak sedikit yang ada dan tersembunyi. Sekaya dan sepintar apa pun mahasiswa, yang kemampuan manajemen dirinya kurang, rendah atau bahkan tidak ada, mereka cenderung dalam perangkap deviasi sosial.
Berbagai kemungkinan terjadinya deviasi sosial pada mahasiswa, di antaranya, tempat hunian atau kost yang rawan gangguan sosial, hunian yang tidak ada jaminan keamanannya, pergaulan yang keliru dengan teman kuliah sekampus, pergaulan yang keliru di luar kegiatan kuliah, kepemilikan instrumen IT yang bebas akses, pengisian waktu luang yang salah.
Kondisi seberat apapun deviasi sosial yang telah menjangkau kehidupan mahasiswa, cepat atau lambat harus dapat diupayakan penanganannya. Upaya-upaya prereventif dan kuratif itu di antaranya, (1) mencarikan tempat kost yang tertib dan terjaga keamanannya, (2) mengupayakan teman belajar yang berperilaku baik, (3) memiliki jadwal aktivitas belajar dan kehidupan sehari-hari dan mewujudkannya secara konsisten, (4) mengikuti kegiatan ekstra universitas, (5) mengikuti aktivitas organisasi kemahasiswaan, (6) menggunakan IT dan jasa internet dan medsos secara selektif, (7) berpartisipasi mengikuti kegiatan sosial di lingkungan tempat tinggal/huni/kost, dan (8) mengikuti kegiatan rutin kegiatan keagamaan mingguan/bulanan.
Demikianlah beberapa catatan penting bagi mahasiswa baru, sehingga hanya satu pilihan, mengakhiri studi dengan sukses. Suksesnya juga dilanjutkan di kehidupan karir, dan sukses hidupnya. Memang untuk keberhasilan mahasiswa, yang paling utama harus bertumpu pada mahasiswa sendiri, di samping itu perlu didukung oleh keluarga dan kampus, di samping oleh pemerintah dan masyarakat. Artinya pihak-pihak di luar mahasiswa, mampu tunjukkan care dan kepeduliannya dengan menciptakan lingkungan yang kondusif untuk proses pendidikan dan pembelajaran, serta pengembangan bakat dan minat mahasiswa, sehingga mahasiswa dapat terselamatkan dari deviasi sosial.