dari nahwu ilmi ke nahwu ta'limi

Dalam diskursus nahwu, dikenal dua macam kajian:

Pertama: An Nahwu al Ilmi at Tahlili (Gramatika saintifik Analitik), yaitu nahwu takhassus, yang mengkaji nahwu secara mendalam dan murni tersendiri.

Kedua: An Nahwu at Tarbawi at Ta’limi (Gramatika Pedagogis) yaitu nahwu yang disusun berdasarkan kajian linguistik, psikologis dan prinsip pembelajaran, dan berpusat pada kebutuhan pelajar, kajian ini oleh beberapa pakar disebut juga dengan an nahwu al wadhifi (gramatika fungsional)
Konsep Nahwu Ta’limi dalam batasan Abdurahman Sholih adalah mengondisikan/ mengadaptasikan nahwu dengan kriteria yang dituju oleh pendidikan modern dengan cara menyederhanakan cara penyampaian kaidah bahasa kepada pelajar.

Nahwu Pedagogis ini menjadi penting karena bahasa Arab dikenal cukup rumit kalau tidak ingin dikatakan sulit, dalam istilah para ulama ia disebut “la yakhluu minat ta’qiid” (baca: ruwet). Ahmad Abdus Sattar menegaskan hal ini ketika ia berkata:

.ما زال نحو العربية عند أهلها عسيرًا غير يسير وغير ممهّد، منحرفا إلى غير قصده، لا يخلو من التعقيد

Nahwu Pedagogis juga penting karena semua bahasa mengalami perkembangan, perkembangan bahasa menuntut proses pengajaran nahwu dengan cara yang lebih sederhana dan mudah dipahami. Amin Abdullah Salim berkata dalam kitabnya Tajdidun Nahw wa Nadhrah Sawaa’:

فالتطور اللغوي سنة طبيعية تحوي عليها جميع اللغات وهي سنة حميدة ما دامت مصدر إثراء، وتيسير النحو وأحكامه مطلوبة في مسيرتنا اليوم، لأننا أحوج ما نكون اليوم إلى اللغة

Pentingnya kajian Nahwu Pedagogis di atas dengan sendirinya menegaskan pentingnya terbitnya buku langka ini. Buku ini mengkaji secara komprehensif tawaran Nahwu Pedagogis Syauqi Dhaef dalam beberapa bukunya seperti “Tajdidun Nahwi, Taysiir An Nahwu at Ta’limi, Qadiman wa Hadiisan dan Taysiirat Lughowiyah” lalu dipadukan dengan teori-teori “Tadhafurul Qarain” Tammam Hassan dalam bukunya “al Lughatul Arabiyyah; Ma’naaha wa Mabnaaha” yang didasari dengan epistemologi nahwu dalam bukunya yang berjudul “al Ushul“. Konsep kedua begawan nahwu modern ini dikemas oleh Dr. Khabibi Muhammad Luthfi menjadi pintu masuk pembelajaran nahwu di Indonesia, Usaha yang berat sekaligus menjanjikan perubahan yang hebat bagi perkembangan pembelajaran nahwu di Indonesia.

Baca Juga:  Belajar pada Kelebihan dan Kekurangan Inul Daratista

Buku ini sangat penting bagi pengkaji nahwu di Indonesia karena ia dengan runtut memetakan kajian-kajian nahwu, baik klasik maupun modern secara jelas dan informatif, hal ini akan meluaskan pandangan dan wawasan dalam menyikapi perbedaan-perbedaan analisa nahwu. Buku ini -menurut saya- cukup berani menantang pergulatan linguistik Arab di Indonesia karena mengangkat tokoh-tokoh pembaharu nahwu Arab yang “kontroversial”, yaitu Tammam Hassan dan Syauqi Dhaef yang dijelaskannya dengan panjang lebar mulai hal 113-293. Bahkan dengan lantang penulis mengatakan bahwa tawaran Syauqi Dhaef dan Tammam Hassan relevan digunakan sebagai landasan pembelajaran nahwu bahasa Arab.

Buku ini juga menegaskan kembali bahwa bahasa apapun dengan semua level yang dimilikinya -termasuk gramatika- pasti berkembang, gramatika bahasa Arab tidak dikecualikan dari pernyataan ini.

Anggapan bahwa ilmu nahwu adalah barang jadi yang stagnan tentu akan terbantahkan setelah membaca buku ini.

Saya senang sekali, Dr. Khabibi mampu menjelaskan semua ini secara argumentatif.

Saya yakin buku ini akan membuka gerbang kajian nahwu modern di Indonesia.

Terima Kasih kepada Dr. Abdulloh Hamid yang memberi kesempatan saya bersilaturahmi dan belajar dari guru-guru bahasa Arab di Indonesia dalam forum yang sangat bermanfaat.
_____
Beberapa catatan bedah buku “Epistemologi Nahwu [Pedagogis] Modern”. [HW]

M Afifudin Dimyathi
Dosen UIN Sunan Ampel Surabaya, Pengasuh Pondok Pesantren Darul Ulum Peterongan Jombang, dan Katib Syuriah PBNU.

Rekomendasi

Tinggalkan Komentar

More in Opini