Al-Imam al-Ghazali dilahirkan pada tahun 450 H/1059 M di ath-Thabaran, salah satu dari dua kota di wilayah Thus yang masuk wilayah administratif Khurasan.

Al-Ghazali menyibukkan diri belajar fikih pada masa awal pendidikannya di Thus dengan berguru kepada ar-Radzakani. Kemudian ia berguru kepada Abu Nashar al-Isma’ili di Gorgan, dan terus bersamanya hingga ia mendapatkan ulasan-ulasan dalam bidang fikih dari gurunya.

Setelah itu, al-Ghazali berguru kepada Imam al-Haramain Abu Ma’ali al-Juwaini. Karena begitu seriusnya dia dalam belajar sampai-sampai dia bisa lulus dalam waktu yang begitu singkat, menjadi pusat perhatian, dan terpandang di kalangan masyarakat sezamannya.

Setelah Imam al-Haramain al-Juwaini wafat, al-Ghazali meninggalkan Naisabur dan menuju al-Askar dan bertemu dengan Nizham al-Mulk. Melihat kepiawaian al-Ghazali dalam berdiskusi dan berdebat, Nizham al-Mulk pun terkagum-kagum kepadanya.

Akhirnya Nizham al-Mulk pun memberinya kedudukan yang begitu besar sehingga nama al-Ghazali melayang-layang di langit Khurasan.

Pada puncaknya, Nizham al-Mulk memberi al-Ghazali kepercayaan untuk mengajar di Madrasah Nizhamiyyah Baghdad tahun 484 H/1091 M ketika ia masih berumur 34 tahun.

Masa-masa al-Ghazali mengajar di Madrasah Nizhamiyyah adalah masa-masa paling produktif dalam menghasilkan karya tulis sepanjang hidupnya. Di sana ia mulai mengarang kitab-kitab dalam bidang ilmu ushul, fikih, kalam, dan hikmah.

Mulai tahun 488 H/1095 M, al-Ghazali mulai berpindah-pindah tempat untuk memfokuskan diri dengan ibadah. Hal itu ia lakukan semata-mata untuk belajar, mengajar, dan beribadah. Kota-kota mana saja yang pernah ia tinggali. Simak ulasannya di bawah ini.

  1. Naisabur

Setelah menyelesaikan pembelajaran ilmu fikih pada masa awal pendidikannya di Thus, Imam al-Ghazali melakukan perjalanan menuju kediaman Imam al-Haramain Abu Ma’ali al-Juwaini di Naisabur. Al-Ghazali tinggal di Naisabur hingga sang guru wafat pada tahun 478 H/1085 M.

  1. Khurasan
Baca Juga:  Pandangan Imam Al-Ghazali tentang Ghibah

Setelah gurunya di Naisabur wafat, Imam al-Ghazali bergegas pergi menuju ‘Askar, salah satu kota terkenal di Khurasan.

Di kota ini, ia bertemu dengan perdana menteri Nizham al-Mulk yang memiliki majelis yang menjadi tempat berkumpulnya ulama, para imam, dan orang-orang fasih.

Al-Ghazali aktif berdiskusi dan berdebat di majelis itu dan membuat Nizham al-Mulk terkagum-kagum padanya. Akhirnya sang perdana menteri memberi al-Ghazali kepercayaan untuk mengajar di Madrasah Nizhamiyah Baghdad tahun 484 H ketika ia masih berumur 34 tahun.

  1. Damaskus-Mekkah

Pada tahun 488 H, al-Ghazali mulai melakukan penyucian jiwa dari keburukan-keburukan dunia dan fokus pada ibadah dan melakukan perjalanan fisik dan spiritual.

Ia meninggalkan segala ketenarannya di Baghdad dan keluar melakukan perjalanan ke Mekkah, lalu menuju Syam dan beriktikaf di zawiyah Masjid Umawi, Damaskus.

Pada tahun 490 H, ia kembali menunaikan ibadah Haji dan kembali lagi ke Damaskus dan mengarang banyak kitab, di antaranya adalah Ihya’ Ulum ad-Din.

  1. Baitul Maqdis-Mesir

Setelah dari Damaskus, al-Ghazali tinggal di Baitul Maqdis sehingga ia bisa menghabiskan waktu untuk beribadah dan berziarah ke tempat-tempat yang agung.

Perjalanan selanjutnya adalah menuju Mesir. Di Mesir, ia menetap sejenak di Alexandria untuk mengunjungi masjid-masjid di Mesir dan menziarahi makam-makam para wali.

Itulah 6 Kota yang pernah Imam al-Ghazali singgahi sebelum ia kembali ke tanah kelahirannya dan menetap di sana hingga ia wafat pada senin 14 Jumadil AKhir 505 H/24 Desember M di At-Thabaran, sebuah distrik di Thus. [HW]

M Ryan Romadon
Mahasantri Ma'had Aly Ponpes Al-Iman Bulus Purworejo Jawa Tengah

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Opini