Pancasila pada hakekatnya memiliki multi fungsi dan kedudukan bagi negara kesatuan Republik Indonesia, yaitu sebagai jiwa bangsa Indonesia. Kepribadian bangsa Indonesia. Dasar negara Indonesia. Pandangan hidup bangsa Indonesia. Sumber dari segala sumber hukum bagi negara Republik Indonesia. Perjanjian luhur bangsa Indonesia pada waktu mendirikan negara. Cita-cita dan tujuan bangsa Indonesia. Pancasila juga bisa memainkan peran strategis sebagai pemersatu bangsa Indonesia yang memiliki keragaman suku, agama, dan ras. Pancasila tidak hanya eksis, melainkan juga fungsional. Pancasila sering kali dipertentangkan dengan agama. Padahal tidak harus demikian. Bagaimana Pancasila dalam perspektif Islam.

Kita sangat menyadari bahwa Pancasila merupakan pedoman hidup bangsa Indonesia. Sementara itu Islam merupakan pedoman hidup manusia di atas bumi untuk kehidupan di dunia dan di akhirat. Dengan begitu dalam konteks ini Pancasila merupakan bagian dari Islam. Bukan sebaliknya, bahwa Islam bagian dari Pancasila. Kita harus samakan pandangan ini untuk menghindarkan diri dari salah tafsir, yang bisa melahirkan potensi konflik yang tidak perlu.

Dalam rangka memahami dan mencermati Pancasila, kita dapat menganalisis anatominya. Bahwa Pancasila sebagai pedoman hidup berbangsa dan bernegara telah memberikan panduan kita dalam membangun hubungan vertikal, hubungan intrapersonal dan hubungan interpersonal. Hubungan vertikal digambarkan dengan sila pertama. Hubungan intrapersonal digambarkan dengan sila kedua. Sedangkan hubungan interpersonal digambarkan dengan sila ketiga, sila keempat, dan sila kelima.

Dalam sejarahnya, Pancasila yang terdiri atas lima sila, pernah diupayakan oleh Soekarno untuk diringkas menjadi Trisila yang berarti Sosio Nasionalisme, Sosio Demokrasi, dan Ketuhanan yang berkebudayaan. Setelah itu diringkas lagi menjadi Ekasila, yang berarti Gotong royong. Walaupun upaya Soekarno ini dimaksudkan untuk penyederhanaan, melainkan sebagai pedoman hidup berbangsa dan bernegara bahwa deskripsi detail Pancasila sangat diperlukan untuk implementasinya. Hal ini sejalan dengan Rukun Iman dalam agama Islam, tidak cukup hanya dengan Beriman kepada Allah saja, melainkan perlu juga mengetahui detail rukun Iman lainnya. Demikian juga Rukun Islam, bahwa tidaklah cukup hanya berikrar Syahadatain saja, melainkan juga perlu rukun Islam lainnya. Karena itulah, supaya Pancasila tidak dianggap sebagai slogan saja, kiranya sangat perlu dibuat detail sila-silanya untuk memudahkan dalam memahami, menghayati dan mengamalkannya.

Baca Juga:  Dari Papua Memperkuat Persatuan dan Perdamaian

Karena Islam diyakini sebagai pedoman hidup paripurna bagi setiap muslim, baik sebagai pribadi, warga negara, maupun khalifah di atas bumi, maka selanjutnya perlu ditukilkan beberapa nilai Islam yang bisa menjadi rujukan bagi setiap sila dari Pancasila. Bagaimana setiap nilai-nilai Islam in line dengan sila-sila dari Pancasila.

Pertama, sila Ketuhanan Yang Esa. Artinya bahwa kita meyakini dan mempercayai bahwa Tuhan itu Maha Esa. Hal ini menegaskan bahwa Sang Khaliq itu Tunggal, sebagaimana yang tertuang dalam QS Al Ikhlas: ayat 1. Juga di ayat lain dan Surat lain Huwallāhullażī lā ilāha illā huw, yang artinya “Dialah Allah Yang tiada Tuhan selain Dia…”.(QS Al Hasr:23). Demikian juga ditegaskan oleh Rasulullah saw, : Bahwa Islam itu didirikan atas dasar lima perkara, (1) Persaksian bahwa tidak ada Tuhan kecuali Allah, dan persaksian bahwa Muhammad itu Utusan Allah. Semuanya menegaskan bahwa mentauhidkan Allah itu mutlak bagi setiap warga negara Indonesia. Walau sudah fixed rujukannya, apakah warga negara, bahkan pejabat kita sudah amalkan sila pertama? Sudah, namun faktanya masih belum menggembirakan. Semuanya wajib bertekad untuk tingkatkan Iman dan takwanya.

Kedua, sila Kemanusiaan yang adil dan beradab. Kita harus menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan dan keberadaban dalam pergaulan antar manusia. Tidak ada yang saling menzalimi. Allah tugaskan dalam QS Ar Rahman:9, “Dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu”. Juga Rasulullah saw bersabda: “Wahai manusia, sesungguhnya yang membinasakan orang orang sebelum kalian adalah jika orang terhormat di antara kalian mencuri, mereka membiarkannya, namun jika yang lemah mencuri, mereka menghukumnya.” (Muttafaq ‘Alaih). Keadilan mutlak harus ditegakkan. Tidak boleh pandang bulu. Jika terjadi kecurangan dan ketidakadilan, maka kehidupan antar manusia tidak pernah aman. Dibayang-bayangi oleh ancaman. Selain daripada itu kehidupan manusia harus diwarnai dengan perilaku beradab. Allah swt berfirman dalam QS Al Qalam:4, yang artinya: “Sesungguhnya engkau (Muhammad) berada di atas budi pekerti yang agung”. Sedang­kan Rasulullah saw bersabda, yang artinya: “Bahwasanya aku (Muhammad) diutus menjadi Rasul tak lain adalah untuk menyempurnakan akhlak mulia.”(HR Bukhari). Hal ini semakin menegaskan bahwa adab dan akhlak sangatlah penting dalam kehidupan sehari-hari bagi setiap warga Indonesia. Jika kita benar-benar taat beragama, insya Allah otomatis bisa berbuat adil dan akhlaknya baik antar sesama.

Baca Juga:  Belajar Menjadi Pancasilais Kepada Sang Kiai Moderat Asal Situbondo

Ketiga, sila Persatuan Indonesia. Kita harus menjunjung tinggi nilai persatuan dan kesatuan. Walau kita beragam suku, agama, bahasa dan ras tetapi kita satu, yaitu Indonesia. Allah swt berfirman dalam QS, Ali Imran;103, yang artinya “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai,…”. Yang diperkuat dengan sabda Rasulullah saw :”Al-Jamaah adalah rahmat dan perpecahan adalah azab.” (H.R. Ahmad). Kedua rujukan menegaskan betapa pentingnya persatuan Indonesia dan nasionalisme, sehingga pada tahun tahun 1919 keluarlah jargon “Hubbul Wathon minal Iman“, yang artinya “Mencintai negara sebagian dari Iman,” (KH A Wahab Hasbullah). Semangat persatuan bukankah hasil konvensi rakyat Indonesia, melainkan disemangati oleh nilai-nilai agama yang memandang akan pentingnya, Jamaah atau Persatuan. Untuk menjaga keberlangsungan Indonesia, common vision harus lebih diutamakan, bukan pribadi, kelompok, golongan atau parati. Dengan begitu NKRI kan terus terjaga. Bersatu kita teguh, bercerai kita jatuh.

Keempat, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Kita seharusnya menjunjung tinggi wisdom dan musyawarah dalam menegakkan politik nasional. Hal ini sejalan dengan Islam yang tertuang dalam QS An Nahl:125, yang artinya : “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik…”. Demikian juga dalam QS QS Ali Imran:159, yang artinya: “dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.”. Yang dikuatkan dengan “telah bersabda Rasulullah saw kepada Abu Bakar dan Umar : Apabila kalian berdua sepakat dalam musyawarah, maka aku tidak akan menyalahi kamu berdua.” (HR Imam Ahmad). Begitulah Ayat Alquran dan Hadis Rasulullah. Bahwa kita dalam berpolitik sangat diperlukan pikiran dan sikap yang bijak. Dengan melibatkan hati nurani dan martabat. Demikian pula dalam urusan pembuatan keputusan hendaknya lebih diutamakan dengan cara musyawarah dan mufakat. Jika upaya ini gagal, barulah dilakukan dengan voting. Inilah yang menjadi persoalan dewasa ini bahwa ada kesan bahwa pilihan langsung merupakan praktek demokrasi yang kurang sejalan dengan rambu-rambu Pancasila.

Baca Juga:  Mengapa Saya Pancasila?

Kelima, sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Kita bertanggung jawab untuk bersama-sama menegakkan keadilan dalam kehidupan sosial dan tidak ada diskrimasi atau privilege. Rumusan ini sebenarnya merujuk pada QS. Al-Nahl : 90, yang artinya “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan. Memberi kepada kaum kerabatnya dan Allah melarang dari berbuat keji, mungkar dan permusuhan, dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran”. Hal ini dikuatkan dengan sabda Rasulullah saw, “Carilah keridaanku dengan berbuat baik kepada orang-orang lemah kalian, karena kalian diberi rezeki dan ditolong disebabkan orang-orang lemah kalian.” (Dishahihkan Al-Imam Al-Albani dalam Ash-Shahihah no. 779). Betapa anjuran untuk berbuat adil dan kebajikan untuk seluruh rakyat Indonesia, tanpa ada diskriminasi. Pembangunan ekonomi yang seharusnya diperkuatkan adalah ekonomi kerakyatan, ekonomi syariah. Bukan ekonomi kapitalis yang berdampak terhadap ketidakmerataan kekayaan negara untuk rakyat.

Demikianlah setelah memperhatikan uraian tersebut di atas, kita semakin mengetahui, betapa Islam telah berkontribusi banyak terhadap tegaknya konsep Pancasila. Kini persoalan yang masih dihadapi terkait Pancasila, bukanlah rumusan konsepnya. Namun konstruksi materi dan strategi implementasi nilai-nilai Pancasila yang belum terumuskan final. Di samping perlu ditunjukkan polical will-nya para pimpinan di semua level dan sektor di bawah Presiden dan Lembaga lainnya yang terkait. Urusan Pancasila adalah urusan dan tanggung jawab semua, bukan tanggung jawab rezim. Jika demikian maka Implementasi nilai-nilai Pancasila akan didukung oleh semua. [HW]

Prof. Dr. Rochmat Wahab, M.Pd., M.A.
Beliau adalah Guru Besar dalam Bidang Ilmu Pendidikan Anak Berbakat pada Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta. Ia menjabat Rektor Universitas Negeri Yogyakarta untuk periode 2009-2017, Ketua III Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI) masa bakti 2014-2019, Ketua Umum Asosiasi Profesi Pendidikan Khusus Indonesia (APPKhI) periode 2011-2016, dan Ketua Tanfidliyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama DIY masa bakti 2011-2016

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Opini