Sebetulnya mazhab qiraat al-Quran (Ragam Bacaan al-Quran) tidak hanya terpusat pada 7 imam mazhab saja. Terdapat 10 mazhab qiraat al-Quran yang diakui keabsahan dan validitasnya sebagai bacaan al-Quran. Akan tetapi di Indonesia yang paling dikenal oleh masyarakat awam hanya 7 mazhab qiraat, bahkan sebagian besar mungkin hanya mengenal satu mazhab qiraat saja, yaitu mazhab qiraat Imam ‘Ashim yang diriwayatkan oleh Imam Hafsh. Mazhab Qiraat ini merupakan bacaan resmi untuk umat muslim di Indonesia.

Kemasyhuran 7 mazhab qiraat al-Quran ini pada awal perkembangannya didukung oleh rihlah ilmiyyah al-Jazari yang merupakan pencetus 3 qiraat sahihah yang menjadi penyempurna 7 mazhab qiraat (menjadi 10 mazhab). Al-Jazari melakukan rihlah ilmiyah dari satu negara ke Negara lain. Pada setiap Negara ia membuka pengajian dan memiliki banyak murid yang talaqqi bacaan-bacaan al-Quran kepadanya. Hal ini mendorong tersebar luasnya 7 mazhab qiraat di berbagai Negara.

Pada perkembangannya umat-umat islam di setiap Negara di penjuru dunia terpusat hanya pada satu mazhab qiraat saja. Ibnu ‘Asyur menyebutkan mazhab Imam Nafi’ riwayat Qalun menjadi bacaan al-Quran sebagian muslim Tunisia, Mesir, dan Libia. Sementara riwayat Warsy oleh sebagian muslim Tunisia, Mesir, dan seluruh wilayah Jazair, Maroko, dan Sudan. Mazhab Imam Ashim dianut oleh seluruh penduduk Timur Tengah, Mesir, India, Pakistan, Turki, Afghanistan. Mazhab Qiraat Imam Abu ‘Amr dianut oleh muslim Sudan yang berdekatan dengan Mesir. Meski demikian kajian mengenai mazhab-mazhab dalam bacaan al-Quran terus berlangsung hingga sekarang.

Adapun masuknya 7 mazhab qiraat al-Quran di Nusantara berdasarkan pada manuskrip-manuskrip mushaf  kuno adalah bersamaan dengan masuknya islam ke Indonesia. Sebelum abad ke-19 Masehi mazhab qiraat al-Quran di Nusantara belum terpusat pada mazhab Imam ‘Ashim riwayat Hafsh saja. Selain itu kajian mengenai qiraat tujuh juga sudah mulai diperkenalkan di bumi Nusantara sejak abad ke-18 masehi.  Hal ini ditengarai dengan adanya kitab yang ditulis oleh al-Syaikh al-Sinkili, ulama asal Aceh yang menulis tafsirnya dengan bahasa Melayu, dan dilengkapi dengan keterangan mengenai ragam bacaan 7 Imam mazhab qiraat.

Baca Juga:  Ada Baiknya Taklid

Mushaf-mushaf kuno, meskipun didominasi oleh qiraat al-Qur’an dengan mazhab ‘Ashim riwayat Hafsh, akan tetapi tak sedikit yang tertulis dengan qiraat Nafi’ riwayat Qalun, qiraat Abu ‘Amr riwayat al-Duri yang kini tersimpan di museum Masjid Agung Surakarta. Selain itu beberapa museum yang tersebar di seluruh pelosok nusantara juga masih menyimpan mushaf-mushaf kuno sekitar abad 18-19 yang bacaannya mengindikasikan mazhab Imam Nafi’ dari riwayat Qalun, diantaranya di PTIQ Jakarta, museum La Ga ligo Makasar, di Minagkabau-Sumatra, dll. Selain itu ada juga beberapa mushaf kuno yang ditulis dengan qiraat Imam ‘Ashim riwayat Hafsh yang dilengkapi dengan catatan tambahan mengenai ragam qiraat, 6 mazhab qiraat lain pada hasyiyah (sisi kanan dan kiri lembar kertas). Adapula yang bahkan dilengkapi dengan catatan mengenai perbedaan ushuliyyah dan farsyiyyah yang ditulis pada atas kata yang secara riwayat ditemukan perbedaan bacaan.

Seorang ulama asal Cokromenggalan-Ponorogo, bernama KH. Ibrahim Ghazali (1840-1917 M) juga menulis mushaf al-Quran berdasakan pada mazhab Imam ‘Ashim riwayat Hafsh yang dilengkapi dengan keterangan-keterangan ragam bacaan menurut 6 Imam mazhab selain ‘Ashim pada hasyiyah (sisi kanan dan kiri) mushaf. Mushaf tersebut merupakan mushaf induk yang digunakan oleh Kiai Ibrahim dalam mengajar murid-muridnya. Selain itu KH. Hasyim Asy’ari sepulangnya dari Makkah juga mengajarkan Qiraat tujuh secara dirayah kepada murid-muridnya dengan menggunakan kitab yang ditulis oleh Imam al-Syathibi. Salah satu muridnya yang mengambil disiplin ilmu ini adalah KH. Arwani Amin dari Kudus. Adapun pengajaran qiraat secara riwayat dimulai sejak abad ke-20 oleh KH. Munawwir bin Abdur Rosyad sepulangnya dari Makkah. Satu-satunya muridnya yang melakukan talaqqi al-Quran dengan bacaan 7 madzhab qiraat al-Quran hingga selesai 30 juz adalah KH. Arwani Amin dari Kudus. Wallahu a’lam bi al-shawab. [HW]

Baca Juga:  Melongok Pesantren Salaf di Cilongok

 

Liizzah Nur Diana Samchah
Alumni IIQ Jakarta

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Pustaka