Pandemi covid-19 berdampak terhadap segala aspek kehidupan. Wabah yang penyebarannya meluas hingga ke berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. Dalam menghadapi ancaman wabah ini pemerintah Indonesia menerapkan beberapa kebijakan yang diharapkan mampu meminimalisir dan memutus mata rantai penyebaran. Diantaranya dengan menghimbau masyarakat agar menghindari aktivitas dalam bentuk kerumunan, perkumpulan, atau pertemuan yang melibatkan banyak orang.

Pendidikan secara umum, dan tak terkecuali pesantren merupakan salah satu bagian yang terdampak pandemi covid-19. Pesantren selama ini dikenal sebagai salah satu lembaga pendidikan agama yang khas dan tertua di Indonesia. Tentu pandangan ini beralasan, sebab dalam kenyataannya kegiatan yang berlangsung intensif di pesantren berupa kegiatan kependidikan keagamaan yang memfasilitasi proses tafaqquh fi al-din para santri.

Menilik kembali pernyataan Kiai Sahal dalam buku “Pesantren Mencari Makna” bahwa “fungsi pesantren tidak hanya pada tataran mengembangkan intelektualitas dan akhlak santrinya, namun lebih dari itu, santri dituntut berperan aktif dalam proses perubahan sosial sebagai pengawal kebudayaan yang ada di masyarakat.” Maka dalam konteks penyebaran covid-19, pesantren perlu memposisikan diri sebagai penyeimbang sekaligus pendukung kebijakan publik yang diputuskan oleh negara dan lembaga-lembaga di luar dirinya demi terciptanya kemaslahatan bersama.

Pesantren tidak seharusnya bersikap arogan atau egoistik dalam menghadapi situasi pandemi. Untuk menampakkan watak aslinya pesantren perlu mengambil sikap dengan ikut merasakan lilitan problem yang dihadapi oleh masyarakat dan lingkungan sekitarnya. Termasuk dalam kondisi pademi ini, pesantren perlu ikut ambil bagian dalam menghadapi permasalahan wabah covid-19, dengan cara-cara yang khas pesantren dan tidak bertentangan dengan aturan yang ada.

Salah satu wujud konkret dari sikap pesantren dalam menghadapi pandemi ini adalah sebagaimana yang telah dilakukan oleh sebagian besar pesantren. Yakni dengan memulangkan para santri ke rumah masing-masing. Sikap ini tentu tidak mudah sebab ketika keputusan ini diambil, maka konsekuensi besar yang harus diterima adalah berhentinya seluruh rangkaian belajar mengajar di pesantren. Dalam hal ini termasuk ngaji posonan dan rangkaian kegiatan Ramadan lainnya.

Baca Juga:  Nilai Kaderasi di Pesantren Maslakul Huda

Ngaji posonan sendiri merupakan salah satu tradisi pesantren. Lazimnya ngaji posonan diselenggarakan oleh beberapa pesantren yang bersifat terbuka bagi santri dari berbagai pesantren. Namun dalam keadaan seperti sekarang ini, tradisi ngaji posonan harus mengalami penyesuaian. Adanya pembatasan kegiatan yang melibatkan kerumunan menyebabkan kegiatan Ramadan di pesantren tidak bisa diselenggarakan dengan cara seperti biasanya.

Alih-alih tradisi ngaji posonan terhenti sebab adanya wabah, justru banyak dari pesantren-pesantren menyelenggarakan pengajian posonannya dengan sistem daring. Ini bisa dilihat dari banyaknya akun official milik pesantren menyelenggarakan pengajian melalui media mainstream seperti youtube, instagram, facebook bahkan podcast.

Berikut ini contoh pesantren yang menyelenggarakan pengajian posonan via media sosial. PP. Lirboyo-Kediri, melalui channel youtube Pondok Pesantren Lirboyo, PP. Bahrul Ulum-Jombang, melalui channel youtube TambakberasTV, PP. Al Munawwir Krapyak-Yogyakarta, melalui channel youtube Al Munawwir TV, Instagram @almunawwir_com, PP An-nawawi Berjan-Purworejo, melalui channel youtube Annawawi Berjan dan Radio Shoutuna 89.0 FM. Serta masih banyak lagi yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Maraknya ngaji melalui media daring ini memiliki banyak manfaat. Diantaranya membuat para santri leluasa untuk mengikuti pengajian. Sehingga pada saat bersamaan membuat para santri mengerti bahwa khazanah keilmuan Islam itu begitu luas.

Santri yang mengaji pada banyak Kiai membuatnya mengerti bahwa perbedaan pendapat itu hal yang lumrah. Pemahaman ini membuat mentalitas santri menjadi terbuka dengan kemungkinan kebenaran lain di luar dirinya sehingga menjadikannya tidak fanatik terhadap satu kebenaran saja. Dan hal ini merupakan salah satu bentuk merealisasikan fungsi pesantren. Yakni mengembangkan intelektualitas para santri dengan memfasilitasi mereka untuk tetap tholabul ilmi di tengah pandemi.

Berbicara mengenai media sosial mainstrem yang telah digunakan beberapa pesantren di atas, ada juga pesantren yang menggunakan aplikasi tertentu untuk menyelenggarakan pengajian. Salah satunya Pesantren Maslakul Huda, Kajen yang menggunakan aplikasi zoom dan cloudx untuk menyelenggarakan pengajian posonannya.

Baca Juga:  Santri sebagai Identitas Abadi

Salah satu alasan dipilihnya aplikasi ini ialah karena Pesantren merasa perlu memberikan pengajaran yang tidak satu arah. Dengan applikasi ini pengajian diharapkan menjadi lebih interaktif. Sebab para santri bisa ber-muwajjahah dengan Kiai atau Ustaz yang mengampu pengajian. Sehingga sangat dimungkinkan santri dapat bertanya ataupun guru bisa mengarahkan secara langsung melalui fitur video yang ada, misalkan ada santri yang mengantuk bisa langsung diingatkan oleh guru, atau ada santri yang kurang sopan dalam mengikuti pengajian juga bisa langsung ditegur.

Dalam teknis pelaksanaannya Pesantren Maslakul Huda menyediakan 2 room yang ditujukan agar santri banin dan banat berada dalam room yang berbeda. Selain itu karena pada setiap pertemuan, kitab yang dikaji muatan materinya berbeda sehingga dengan adanya room ngaji memudahkan pengelompokan santri berdasarkan jenjang kelas dan kemampuan memahaminya.

Ngaji Posonan via media daring yang diselenggarakan Pesantren Maslakul Huda tahun ini dilaksanakan mulai tanggal 2 Ramadan hingga 15 Ramadan. Dengan empat guru yang masing masing menyampaikan pengajian dengan pembagian audien berdasarkan jenjang kelas. Adapun khusus pengajian yang diampu oleh Pengasuh Pesantren Maslakul Huda yakni KH. Abdul Ghoffarrozin diikuti oleh semua santri dari berbagai jenjang.

Muwajjahah via media daring, dengan menggunakan media zoom dan cloudx sebagaimana yang dilakukan oleh Pesantren Maslakul Huda, merupakan cara baru bagi pesantren. Tentu saja masih banyak kekurangan di sana sini. Akan tetapi, media ini diharapkan menjadi langkah baru bagi pesantren dalam memperluas bakti dan kemanfaatan. Selanjutnya apabila keadaan sudah pulih, diharapkan, bukan hanya pada momen ngaji posonan, namun aplikasi semacam ini juga bisa menjadi salah satu opsi bagi pesantren dalam melaksanakan tanggung jawabnya berupa memberikan pendidikan dan pengajaran kepada para santri.

Baca Juga:  Dilematika Pesantren: Antara Identitas dan Tantangan Masa Depan

Dalam penggunaan aplikasi sebagai media mengaji memang memiliki kekurangan dan kelebihannya. Akan tetapi dalam hal ini yang terpenting adalah pesantren sigap dan tidak lepas tangan terhadap hak-hak santrinya. Dan sudah selayaknya, sebagai santri, kita harus bersyukur bahwa dalam kondisi pandemi ini, kita tetap berkesempatan mencari ilmu. Mencari keberkahan bulan suci Ramadan dengan mengikuti pengajian posonan dan ber-muwajjahah bersama guru, melalui media daring. Semoga berkah ramadan menyinari hati kita, dan pandemi ini bisa segera teratasi. Amin. Wallahu A’lam. [HW]

Muhammad Iqbal Arrosyid
Santri Ma'had Aly Dan Bidang Media Pesantren Maslakul Huda

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Opini