Opini

Pleidoi Driver Ojol dan Stigma Anak Emas Pemerintah

Kami Pengemudi Ojek Online Tidak Takut Teroris
(Ilustrasi: Suara.com)

Pleidoi ini saya tulis karena pemberitaan belakangan ramai membahas, bahkan terkesan menyudutkan ojol. Mulai bantuan keringanan kredit, potongan saat membeli BBM dan lainnya. Akibatnya, ojol dianggap anak emas bagi pemerintah.

Mengapa anggapan itu muncul belakangan ini? Apa musabab yang menyertainya sehingga terbentuk opini publik bahwa ojol sedang mendapat perhatian lebih dari pemerintah?

1. Program Keringanan Kredit

Bermula saat presiden Jokowi memberi pernyataan pada awak media bahwa pemerintah akan memberi bantuan berupa keringanan kredit bagi pihak terdampak virus Corona. Pihak-pihak dimaksud meliputi pelaku UMKM hingga ojek online.

Awalnya masyarakat sedikit lega mendengar pernyataan diatas. Tapi timbul masalah lain, selain masalah memburuknya ekonomi akibat Corona. Belum ada aturan hukum yang jelas tentang program keringanan kredit ini. Saat debitur menyanyakan hal tersebut kepada kreditur (bank, leasing atau lembaga keuangan lain), pihak kreditur belum bisa menjawab apa-apa. Kreditur beralasan bahwa pernyataan tidak bisa dijadikan landasan hukum.

Singkatnya dalam hitungan hari, turun berita bahwa keringanan kredit sudah bisa diproses oleh kreditur. Artinya kreditur sudah punya landasan tentang program itu. Hanya, masalah tidak lantas selesai. Debitur tidak otomatis mendapat keringanan. Debitur diharuskan mengajukan keringanan kepada kreditur, selanjutnya kreditur menilai pengajuan tersebut apakah layak diberikan keringanan atau ditolak.

Salah satu teman saya yang menjadi driver ojol, mendapat keringanan tersebut. Saat saya tanya, ia menjawab bahwa kreditur memasukkan riwayat pelunasan tagihan sebagai salah satu syarat mendapat keringanan. Artinya semakin baik progres pelunasan, semakin cepat pula mendapat persetujuan keringanan.

Sedangkan teman saya lainnya yang juga berprofesi sebagai ojol, belum mendapat keringanan dengan alasan riwayat pelunasannya kurang baik. Hal ini membuat ia harus menunggu lebih lama untuk mendapat persetujuan keringanan yang dimaksud.

Baca Juga:  Uang dan Hal-Hal yang Terbuang

Dari kejadian diatas dapat disimpulkan bahwa ojol bukan anak emas pemerintah. Ojol juga mendapat perlakuan yang sama dengan pelaku usaha lainnya terkait keringanan kredit.

2. Soal Ketidakjelasan Penerimaan Order

Sampai tulisan ini saya susun, tidak tersedia layanan order antar jemput penumpang bagi daerah yang menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Artinya ojol hanya bisa mengambil orderan antar makanan dan barang. Saya sengaja menanyakan hal ini pada teman saya di Jakarta. Saya mintakan ia mengirim tangkapan layar aplikasi penumpang yang saat ini tidak menyediakan layanan antar jemput orang.
Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 9 Tahun 2020 tentang pedoman pelaksanaan PSBB menyebutkan larangan bagi ojek online untuk mengangkut selain barang. Tetapi muncul Permenhub Nomor 18 Tahun 2020 yang menyebutkan ojek online boleh mengangkut barang dan penumpang. Permenhub tersebut keluar saat Jakarta sudah menerapkan PSBB.

Para ojol sontak kebingungan. Aturan mana yang harus mereka ikuti? Jika melihat aplikasi penumpang, memang tidak bisa melakukan order antar jemput penumpang. Tapi muncul aturan lain yang membolehkannya.

Kesimpangsiuran ini menandakan bahwa ojol masih merasakan dampak yang sama dan tidak mendapat perlakuan istimewa dari siapa pun. Meski Gubernur DKI Jakarta memutuskan tetap ikut Permenkes yang artinya melarang ojol mengangkut penumpang.

3. Pemberitaan Media tentang Donasi atau Bantuan

Tidak sedikit media yang memberitakan adanya pemberian donasi atau bantuan. Donasi itu disalurkan kepada pihak-pihak yang membutuhkan seperti pedagang kaki lima, tukang becak, kaum papa, tak terkecuali ojek online.

Karena pemberitaan pula, beberapa orang mengira bahwa banyaknya foto ojek online menerima bantuan menandakan bahwa donasi yang ada terkesan banyak diberikan pada mereka.

Baca Juga:  Koneksi Pemerintah Daerah & LAM Riau: Mulai Dari Adat Hingga Politik

Hal demikian patut mendapat koreksi. Bila mau ditelusuri, banyak orang memberi donasi dan memberikannya tanpa memandang status pekerjaan. Framing media saja yang membuat seolah-olah para ojek online mendapat perhatian lebih.

Pleidoi ini saya sampaikan atas nama pribadi tanpa mewakili komunitas atau organisasi mana pun. Tulisan ini murni pandangan pribadi saya sebagai respon atas keresahan yang saat ini menjadi rerasan di ruang publik.

Hanif Nanda Zakaria
Penulis Buku "Bang Ojol Menulis" Alumnus Pascasarjana UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Opini