Pengajian

Gus Ulil Ngaji Ihya’ Ulumuddin: Mencela Sifat Kikir

Gus Ulil Ngaji Ihya’ Ulumuddin: Mencela Sifat Kikir

Sudah mafhum bahwa sifat kikir adalah sifat tercela yang mesti dihindari oleh setiap individu manusia. Ia membawa pengaruh buruk di kehidupan dunia dan bahkan buruk pula akibatnya di akhirat kelak. Al-Qur’an dan hadits mengecam keras orang-orang kikir sebagai orang yang tertipu daya setan serta jalan kepada sifat-sifat buruk lain seperti kemunafikan dan kefasikan.

Namun demikian, di sisi lain, al-Qur’an memuliakan orang-orang dermawan di dunia dengan kelapangan rezekinya dan di akhirat dengan limpahan pahala. Kikir membuat harta yang dimiliki menjadi tidak berkah maka wajar saja harta tersebut akan mudah hilang.

Allah Swt. Mengecam keras orang kikir yang melampau batas kejahatannya (menganjurkan orang lain untuk berlaku kikir) dengan menunjukkan kekuasaan Allah di atas segalanya tanpa bergantung kepada yang lain. Al-Qur’an mengecam pula logika berfikir orang kikir yang hanya mementingkan diri sendiri dan mencari alasan pembenaran atas sikapnya. Ia lupa bahwa harta yang dia dapatkan itu adalah pemberian Allah Swt. yang maha kaya, maka berpalingnya dia dari ketentuan Allah tidaklah membuat Allah butuh padanya.

Memang, kata Gus Ulil, memiliki kehidupan yang berkecukupan adalah idaman semua orang, sehingga dengan kondisi itu manusia tidak perlu bergantung atau mengharap bantuan dari yang lain. Nyatanya, kondisi hidup sering kali berubah-ubah. Manusia terkadang menghadapi hal sulit dalam kehidupannya sehingga berharap dapat bantuan dari sesamanya.

Namun, di waktu lapang manusia diuji dengan keprihatinannya kepada orang orang yang membutuhkan. Di sini, jati diri orang pelit akan tampak jelas. Senada dengan hal tersebut al-Qur’an menjelaskan, Allah Swt. berfirman:

وَاِذَا مَسَّهُ الْخَيْرُ مَنُوْعًا

Artinya: “Dan apabila mendapat kebaikan (harta) dia jadi kikir.” (QS. Al-Ma’arij [70]: 21).

Syahdan. Kikir membawa manusia kepada sifat munafik, dan kemunafikan membawa manusia kepada kefasikan. Allah Swt. berfirman:

Baca Juga:  Gus Ulil: Tentang Iman dan Pengetahuan

اَلْمُنٰفِقُوْنَ وَالْمُنٰفِقٰتُ بَعْضُهُمْ مِّنْۢ بَعْضٍ ۘ يَأْمُرُوْنَ بِالْمُنْكَرِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمَعْرُوْفِ وَيَقْبِضُوْنَ اَيْدِيَهُمْ ۗ نَسُوا اللّٰهَ فَنَسِيَهُمْ ۗ اِنَّ الْمُنٰفِقِيْنَ هُمُ الْفٰسِقُوْنَ

Artinya: “Orang-orang munafik laki-laki dan perempuan, satu dengan yang lain adalah (sama), mereka menyuruh (berbuat) yang mungkar dan mencegah (perbuatan) yang makruf dan mereka menggenggamkan tangannya (kikir). Mereka telah melupakan Allah, maka Allah melupakan mereka (pula). Sesungguhnya orang-orang munafik itulah orang-orang yang fasik.” (QS. At-Taubah [9]: 67).

Secara umum, diantara ciri orang kikir adalah enggan berbagi walau memiliki kecukupan, akan tetapi senang jika diberi kenikmatan. Orang kikir menganggap kikir adalah perkara baik dan menyuruh orang lain untuk berlaku kikir. Orang kikir sangat perhitungan, hanya memberi sedikit saja dari yang dia mampu. Bahkan, jika dia memiliki kekayaan seluas langit dan bumipun dia enggan berbagi.

Atas dasar itu, kata Gus Ulil, al-Qur’an mencela sifat kikir dan mengecam orang-orang kikir sebagai orang yang ingkar atas perintah Allah Swt. Dan terlena dengan tipu daya setan. Kenapa demikian? Karena kikir adalah cela dalam kehidupan bermasyarakat hingga merusak tatanan sosial masyarakat yang normalnya saling bantu membantu dalam hal kebaikan.

Tidak hanya itu, sifat kikir pula adalah bagian dari cela beragama yang membawa kepada sifat jelek lainnya seperti, kemunafikan dan kefasikan karena menyuruh orang lain untuk bersifat kikir. Ia tidak hanya bagian dari masalah personal, namun membawa efek kepada masyarakat pada umumnya. Allah Swt. berfirman:

ٱلَّذِيْنَ يَبْخَلُوْنَ وَيَأْمُرُوْنَ النَّاسَ بِالْبُخْلِ ۗ وَمَنْ يَّتَوَلَّ فَاِنَّ اللّٰهَ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيْدُ

Artinya: “Yaitu orang-orang yang kikir dan menyuruh orang lain berbuat kikir. Barang siapa berpaling (dari perintah-perintah Allah), maka sesungguhnya Allah, Dia Maha Kaya, Maha Terpuji.” (QS. Al-Hadid [57]: 24).

Sifat kikir bahkan dapat membawa kepada kehancuran diri dan harta sehingga membuat manusia saling menumpahkan darah demi mendapatkan atau mempertahankan harta. Kejadian ini pernah terjadi pada masa lalu sehingga Rasulullah Saw. memberikan arahan dalam hadistnya agar manusia lebih waspada dengan bahaya dari sifat kikir tersebut.

Baca Juga:  Hukum Takwil Tanpa Dalil Pasti Menurut Gus Ulil

Dari Jabir bin Abdullah bahwa Rasulullah Saw. bersabda: “Hindarilah kezaliman, karena kezaliman itu adalah mendatangkan kegelapan pada hari kiamat kelak! Jauhilah kekikiran, karena kekikiran itu telah mencelakakan (menghancurkan) orang-orang sebelum kalian yang menyebabkan mereka menumpahkan darah dan menghalalkan yang diharamkan.”

Tentu saja, kata Gus Ulil, kebinasaan di dunia yang dimaksud adalah bahwa orang-orang kikir menghalalkan segala cari demi mendapatkan uang, sehingga menumpahkan darah siapa saja yang menjadi penghalangnya. Sedangkan kebinasaan di akhirat berupa siksa yang berat kepada orang kikir.

Kikir adalah seburuk-buruknya sifat. Banyak perkara buruk bisa menimpa manusia karena tidak ada yang sempurna dalam diri manusia. Namun, jika perkara yang paling buruk menimpa maka akan berat cobaan dan resiko yang akan dihadapi. Begitulah sifat kikir yang disebut oleh Rasulullah Saw. Sebagai sifat paling buruk yang ada pada manusia.

Dari Abu Hurairah berkata: “Saya mendengar Rasulullah Saw. bersabda: “Seburuk-buruk perkara yang ada pada seseorang adalah kekikiran serta ketamakan, dan sifat penakut serta lemah”.

Secara keseluruhan, hadits itu mengecam sifat kikir dan menjelaskan buruknya akibat di dunia ataupun di akhirat. Penting juga dicatat, sifat kikir tidak akan tumbuh jika seseorang tersebut menyadari akibat yang akan dia dapat. Bahkan, sebuah cela sebagai seburuk-buruknya sifat pada manusia sudah cukup menjadikan pelajaran untuk bisa dihindari. Wallahu a’lam bisshawaab. []

Salman Akif Faylasuf
Santri/Mahasiswa Fakultas Hukum Islam, Universitas Nurul Jadid Paiton Probolinggo

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Pengajian