Sayyidina Saad bin Abi Waqqash terekam dalam sahih Bukhari, Muslim, Tirmidzi merupakan salah satu dari 10 sahabat Rasulullah yang dijamin surga.
“Abu Bakar di surga, Umar di Surga, Usman di surga, Ali di surga, Thalhah di surga, Zubair di surga, Abdurrahman bin Auf di surga, Saad di surga, Sa’id di surga, dan Abu Ubaidah bin Jarrah di surga”.
Beliau memeluk Islam saat berusia 17 tahun. Sayyidina Abu Bakar berperan besar mengenalkannya kepada agama tauhid ini. Ketika Sayyidina Saad bin Abi Waqqash memeluk Islam, menerima risalah kerasulan Muhammad dan meninggalkan agama nenek moyangnya, ibunya sangat menentangnya. Sang ibu ingin agar putranya kembali satu keyakinan bersamanya.
Ibunya mulai mogok makan dan minum untuk menarik simpati putranya yang sangat menyayanginya. Ia baru akan makan dan minum kalau Saad meninggalkan agama baru tersebut.
Setelah beberapa lama, kondisi ibu Saad terlihat mengkhawatirkan. Keluarganya pun memanggil Saad dan memperlihatkan keadaan ibunya yang sekarat.
Keluarganya berharap Saad iba kepada ibunda. Saad menyaksikan kondisi ibunya yang begitu menderita. Namun keimanannya kepada Allah dan Rasul-Nya berada di atas segalanya. Ia berkata, “Ibu, demi Allah, seandainya ibu mempunyai 70 nyawa, lalu satu per satu nyawa itu binasa. Aku tidak akan meninggalkan agama ini sedikit pun. Makanlah wahai ibu, jika ibu menginginkannya. Jika tidak, itu juga pilihan ibu”.
Ibunya pun menghentikan mogok makan & minum. Ia sadar, kecintaan anaknya terhadap agamanya tidak akan berubah dengan aksi mogok yang ia lakukan.
Berkaitan dengan persitiwa ini, Allah pun menurunkan sebuah ayat yang membenarkan sikap Saad bin Abi Waqqash.
“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yg kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.”
(Qs al Luqman 15).
Berkat Baginda Nabi saw, Saad bin Abi Waqqash termasuk salah satu sahabat yang memiliki mustajab. Rasulullah meminta kepada Allah agar doa Saad menjadi doa yang mustajab.
اللهم سدد رميْته، وأجبْ دعوتهُ
“Ya Allah, tepatkan lemparan panahnya dan kabulkanlah doanya.”
Doa Rasulullah ini menjadikan Saad seorang prajurit pemanah yang hebat dan ahli ibadah yang terkabul doanya. Saad bin Abi Waqqash adalah orang pertama dalam Islam yang melemparkan anak panah di jalan Allah. Ia juga satu-satunya orang yang Rasulullah pernah menyebutkan kata “tebusan” untuknya.
Seperti dalam sabda beliau dalam Perang Uhud, Ali bin Abi Thalib mengatakan:
“Aku tidak pernah mendengar Rasulullah menebus seseorang dengan ayah dan ibunya kecuali Saad. Sungguh dalam Perang Uhud aku mendengar Rasulullah mengatakan”,
ارم سعد … فداك أبيْ وأميْ
“Panahlah, wahai Saad… Tebusanmu adalah ayah dan ibuku.”
Dalam redaksi riwayat yg lain dengan penambahan lafadz : “Panahlah wahai Saad.. Tebusanya adalah Ayah dan Ibuku di surga”.
Di era Amirul Mukminin Umar bin Khatab , Saad bin Abi waqqas ditunjuk memimpin sebuah perang legendaris antara bangsa Arab Islam melawan Majusi Persia. Perang Qadisiyah.
Awalnya Amirul mukminin Umar berniat akan turun langsung dalam peperangan tersebut, karena dia melihat musuh yang dihadapi adalah bangsa Persia yang terkenal tangguh. Terkumpul sekitar 36.000 pasukan dari kaum Muslimin dan Umar bin Khattab siap turun langsung dalam peperangan tersebut.
Ketika Umar hendak berangkat, Umar berkata;
“Saya akan berangkat kecuali ada pendapat lain yang lebih baik dari ideku ini.”
Akhirnya diskusilah diantara sahabat-sahabat senior seperti, Abdurahman bin Auf dengan mengatakan;
“Wahai Umar janganlah kau yang berangakat. Kalau terjadi apa-apa dan kau meninggal, dampaknya sangat buruk bagi kaum muslimin, adapun jika anak buahmu yang meninggal maka perkara masih ringan bagi kaum Muslimin. Kalau kau yang meninggal khawatir orang-orang akan murtad lagi.”
Akhirnya Umar bin Khattab setuju dengan pendapat Abdurahman bin Auf, hanya saja dia berfikir siapa yang pantas menggantikan posisi dia untuk melawan Persia.
Umar berkata : Tunjukkan kepadaku siapa penggantiku, siapa yang berhak memimpin untuk melawan Persia.”
Tiba-tiba Abdurahman bin Auf berkata;
“Saya tahu pengganti anda wahai Umar, dialah Sang Singa yang menyerang dengan cakarnya, dialah Saad bin Abi Waqqash.”
Amirul mukminin Umar setuju karena mereka tahu kehebatan Saad bin Abi Waqqash.
Inilah pujian Abdurahmah bin Auf kepada Saad bin Abi Waqqash, yaitu “Sang Singa.”
Singa adalah gambaran tentang keberanian, kehebatan dan jagoan, ungkapan orang-orang Arab ketika mengatakan seorang jagoan apalagi menyerang disebut dengan “Al-Asad.”
Keluarlah Saad bin Abi Waqqash menjadi panglima perang yang berat, 36.000 pasukan kaum muslimin melawan 240.000 lebih pasukan negara adidaya Persia bersenjata lengkap.
Melalui Saad-lah, Allah memberi kemanangan kepada kaum muslimin atas negara adidaya Persia.
Umar pernah mengamanahi Saad jabatan gubernur Irak. Sebuah wilayah besar dan penuh gejolak. Suatu ketika rakyat Irak mengadukannya kepada Umar. Mereka menuduh Saad bukanlah orang yang bagus dalam shalatnya.
Permasalahan shalat bukanlah permsalahan yang ringan bagi orang-orang yang mengetahui kedudukannya. Sehingga Umar pun merespon laporan tersebut dengan memanggil Saad ke Madinah.
Mendengar laporan tersebut, Saad tertawa. Kemudian ia menanggapi tuduhan tersebut dengan mengatakan :
“Demi Allah, sungguh aku shalat bersama mereka seperti shalatnya Rasulullah. Kupanjangkan dua rakaat awal dan mempersingkat dua rakaat terakhir”.
Mendengar klarifikasi dari Saad, Umar memintanya kembali ke Irak. Akan tetapi Saad menanggapinya dengan mengatakan, “Apakah engkau memerintahkanku kembali kepada kaum yang menuduhku tidak beres dalam shalat?” Saad lebih senang tinggal di Madinah dan Umar mengizinkannya.
Ketika Umar ditikam, sebelum wafat ia memerintahkan enam orang sahabat yang diridhai oleh Nabi, salah satunya Saad untuk bermusyawarah memilih khalifah penggantinya.
Umar berkata : “Jika yang terpilih adalah Saad, maka dialah orangnya. Jika selainnya, hendaklah meminta tolong (dalam pemerintahannya) kepada Saad”.
Kelak ketika fitnah terjadi pada zaman kekhilafahan Ali bin Abi Thalib, Saad mendengar seorang laki-laki memaki sahabat Ali, Thalhah, dan Zubair. Orang itu bahkan terus menolak berhenti mencaci-maki.
Maka, Saad pun berkata, “Kalau begitu, akan saya doakan kamu kepada Allah.”
Laki-laki tadi lantas berkata, “Rupanya kamu hendak menakutiku, seolah-olah kamu seorang Nabi.”
Maka, Sa’ad pun pergi wudhu dan melakukan shalat dua rakaat kemudian berdoa:
“Ya Allah, kiranya menurut ilmu-Mu, laki-laki ini telah memaki segolongan orang yang telah memeroleh kebaikan-Mu dan tindakan mereka mengundang amarah murka-Mu. Maka mohonlah dijadikan hal ini sebagai pertanda dan pelajaran”.
“Tidak lama kemudian, tiba-tiba dari salah satu pekarangan rumah muncul seekor unta liar dan menabrak laki-laki tadi sehingga meninggal”.
Saad bin Abi Waqqash menjumpai perselisihan besar yang terjadi pada kaum muslimin. Antara Ali dan Muawiyah, radhiallahu ‘anhum ajma’in. Sikap Saad pada saat itu adalah tidak memihak kelompok manapun. Ia juga memerintahkan keluarga adan anak-anaknya untuk tidak mengabarkan berita apapun kepadanya.
Keponakannya, Hisyam bin Utbah bin Abi Waqqash, berkata kepadanya, “Wahai paman, ini adalah 100.000 pedang (pasukan) yang menganggap andalah yang berhak menjadi khalifah”.
Saad menjawab, “Aku ingin dari 100.000 pedang tersebut satu pedang saja. Jika aku memukul seorang mukmin dengan pedang itu, maka ia tidak membahayakan. Jika dipakai untuk memukul orang kafir (berjihad), maka ia mematikan”.
Mendengar jawaban pamannya, Hisyam paham bahwa pamannya, Saad bin Abi Waqqash sama sekali tidak ingin ambil bagian dalam permasalahan ini. Ia pun pergi.
Beliau memiliki umur panjang. Ia wafat pada usia 83 tahun. Sementara pada masa kekhalifahan Utsman bin Affan, Saad bin Abi Waqqash ditugaskan untuk memimpin delegasi ke China, ini menjadi tonggak pertama dakwah Islam di negeri Tirai Bambu. Sayidina Saad bin Abi Waqas ra. wafat pada tahun 55 H. Ia adalah kaum muhajirin yg paling akhir wafatnya. [hw]
(Sirah Radiyallahu’anhu).
والله اعلم