Dalam banyak cerita biografi orang sukses, peran orang tua sangatlah penting dalam menentukan kesuksesan seorang anak. Terutama ibuk. Namun saya belum pernah tahu bagaimana relasi orang tua dalam mempersiapkan anak yang hebat ini terjadi. Karena pengetahuan ini sangat penting bagi pembelajaran calon orang tua, ataupun yang sudah menjadi orang tua.
Dalam mauidzoh bapak saat acara wisuda mawin Al-Anwar beberapa hari yang lalu, bapak menerangkan tentang pentingnya support orang tua dalam menentukan keberhasilan anaknya kelak. Entah itu support berupa materi, ataupun support rohani.
Bapak sendiri sangat menyadari bahwa wujudnya bapak saat ini adalah bukti dari support orang tua, terutama support yang berupa tirakat. Karena tirakat orang tua ini adalah salah satu faktor penting yang perlu dilakukan oleh orang tua agar anaknya menjadi orang sukses. Terutama bila ingin anaknya menjadi orang alim, maka orang tuanya harus cinta kepada orang alim. Dan sebaiknya suka memberikan sesuatu terhadap orang alim, meskipun sangat sedikit, dengan niatan tabarrukan agar anaknya bisa ketularan alim.
Kemudian bapak bercerita: “Mbah maksum menawi siang angon wedos gene bapake, mbah kulo. Lek dalu ken mijeti mbah yai imron mbotoputih kaleh dijaluki rokok sak ngglinter. Hla barokahe niku geh wujude kulo. Dados geh kulo niki hasile rokok sangglinter. Lek emak kulo khodame yai pandan lor (mbah maksum kakek saya, yaitu bapaknya bapak_ kalau siang hari kerjanya menggembala kambing milik orang tuanya_kakeknya bapak. Dan ketika malam, beliau disuruh memijat mbah yai imron dari botoputih. Tidak hanya memijat hingga mbah yai tertidur, tapi mbah maksum juga masih dimintai rokok sebatang juga setiap hari. Nah barokah dari tirakat mbah maksum ini, adalah wujudnya saya_bapak saya. Jadi adanya saya ini adalah hasil dari rokok sebatang itu. Tak hanya bapak, ibuk saya juga khidmah kepada kiai dari desa pandan lor)”.
Cerita bapak ini sejalan dengan dawuh ulama’ yang sering didawuhkan bapak: “Lek pengen gadah yugo-yugo seng alim, gadah o loman kaleh wong alim. Lek anake durong ngalim, padahal wes lumo karo wong ngalim. Mongko bakale insyaallah putune kang ngalim (kalau ingin anak-anaknya menjadi orang alim, maka sebaiknya orang tuanya punya sifat dermawan kepada orang yang ‘alim. Dan kalaupun nanti anaknya belum menjadi orang ‘alim, padahal orang tuanya sudah dermawan terhadap orang ‘alim, maka insyaallah yang jadi orang ‘alim nanti cucunya)”.
Tidak hanya punya rasa suka dan dermawan terhadap orang alim, bapak kemudian bercerita tentang cara beliau mengusahakan punya anak-anak yang sholeh. Yaitu membagi tugas berdoa kepada ibuk saya, Allahu yarham, demi kesholehan anak-anaknya. “Mantun sholat fardlu maos surat idza jaa kapeng kangsal. Dipun khususaken damel yugo-yugo. Menawi mboten saget mantun sholat dikumpulaken wekdal dalu. Dipun waos kapeng 25 saget. Utawi peng 41 saget. Riyen ibuke lare-lare kulo ken ngajekaken ngoten maos niki (setiap selesai solat fardlu membaca surat idza ja a_surat al nashr_ lima kali. Dibacakan khusus untuk anak-anaknya. Kalau tidak bisa setiap habis solat, maka bisa juga dengan dikumpulkan saat malam hari. Dibaca sebanyak 25 kali, atau bisa juga sebanyak 41 kali. Dulu, ibuknya anak-anak saya almarhumah ibuk saya juga saya suruh mengistiqomahkan membaca ini)”.
Saat mendengar ini saya kemudian belajar tentang relasi suami istri disini. Bagaimana bapak mengarahkan ibuk untuk ikut membantu mengusahakan kebaikan anak tidak hanya dengan usaha fisik, namun juga diminta mendoakan khusus. Dan kata bapak suatu ketika:”lek wong bebojoan podo bareng-bareng istiqomah e wiridan njalok gone gusti Allah, mongko biasane gampang diwek i hasil karo gusti Allah (apabila ada sepasang suami istri yang bareng-bareng mengistiqomahkan wiridan dan meminta sesuatu kepada Allah, maka biasanya mudah dikabulkan)”.
Dalam sambutan selanjutnya, bapak menceritakan tentang kisah suksesnya seorang ibuk dalam mendoakan anak menggunakan amalan ini:”Onten ibuk e lare M_sebuah kota di Jawa Timur. Anak e niku nuakal. Dipondokaken ten a mboten dadi. Ten mriko mboten dadi. Ten mriko maleh mboten dadi. Akhire mondok ten kwagean, terus tiang sepahe kulo ken maos niku idzajaa. Alhamdulillah sareng takdire gusti Allah ndilalah dados sae (ada seorang ibu dari seorang anak dari kota M yang mengeluhkan tentang anaknya yang sangat nakal. Dipondokkan di pondok A gagal. Dipindah kepondok lainnya gagal lagi. Pindah ke beberapa pondok lain lagi, gagal lagi. Akhire mondok di Kwagean. Lalu orang tuanya saya suruh membaca surat Al Nashr ini. Alhamdulillah, seiring dengan takdirnya Allah sang anak tersebut menjadi anak yang baik_sholeh)”.
Semoga kita bisa belajar dari cerita bapak, bahwa banyak dari Keberhasilan anak adalah buah dari tirakat orang tua. Bila kita masih belum menjadi orang hebat, maka kita bisa mempersiapkan anak turun kita menjadi orang sukses. []
#salamKWAGEAN